Salik Pencari Cinta

Aurotan
Minggu ke-1, Desember 2018

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Allah itu menciptakan manusia supaya menjadi pemimpin dibumi ini dalam bentuk apapun. Dimaknai kepemimpinan di alam raya ini dimaknai bahwa manusia itu jangan sampai berbuat kerusakan. Kerusakan itu bisa muncul dimana saja kapan saja manakala hatinya manusia punya keinginan. Yang dimaknai pemimpin atau wakil itu adalah pemerintahan. Pemerintahan itu ada sistem dan dapat memerintah siapa saja namun sistem itu harus bisa dipertanggung jawabkan kepada Khaliful mulk, rajanya raja, kepada suronatan maharaja yaitu Allah Azza wa jalla.

Konsep khalifatul fil ardi itu tertanam dihatinya manusia. Yang memerintah itu otak dan harus dihadapkan ke arah hati. Hati yang lurus itu disebut telenging ati. Namun sebelum berhadapan dengan telenging ati, otak itu harus bertemu dengan Bahrul qolbu, segarane ati kang jembar tanpa winates kang diarani Jagad Agung. Tapi jika jagad agung ini penuh dengan keinginan maka tidak ada ruh hati yang kosong untuk menyebut asma Allah, penuh dengan hawa nafsu maka yang terjadi adalah kerusakan dimuka bumi. Tidak akan ada kedamaian apapun bentuknya. Hati ini di Bahrul qolbu ada hasat dan hasut, ada milik. Nah...milik ini kadang ditumpangi dengan tatacara yang namanya politik.

Harusnya di dalam bahrul qolbu itu ada ruang kosong untuk Allah namun sebenarnya tingkah laku yang salah walaupun orang lain tidak tahu namun hati kecil akan tetap tahu. Maka Hati yang ada di bahrul qolbu selalu menyebut asma Allah. Disisi kiri hati manusia bertengger hawa nafsu. Ketika kita melakukan kesalahan maka bahrul qolbu itu akhirnya menghukum kita. "Aku ini sebenarnya tidak baik, namun aku tak macak baik didepan manusia. Aku ini salah tapi aku berpura-pura bener. Aku tak nulung uwong padahal kekarepanku ora arep nulung".

Konsep inilah yang terlahir oleh Kanjeng Sunan Kalijogo dan dimusyawarahkan dengan wirid Sunan Tembayat untuk membentuk suatu simbol sistem pemerintahan di tanah Jawa pada umumnya. Filosofi tentang kebenaran, filosofi tentang jagad raya didalam hati manusia ini dilukiskan dalam bentuk tata pemerintahan yang ada. Mari kita lihat sistem pemerintahan di tanah Jawa ini  yang penuh dengan filsafat.

Ada kantor kalau sekarang kantor Kota madya. Berseberangan dengan pasar. Di tengah-tengah ada jalan lurus keselatan dan kemudian lurus lagi keutara sampai kadipaten. Mari kita simak, jalan lurus keutara menghadap kadipaten itu jika kita lihat disebelah kanan ada papan panggonan panembahan suronatan, sebelah kiri pakunjarane rogo, ati. Kantor walikota itu dahulu adalah pusat pemerintahan untuk menjalankan apa saja untuk menggerakkan roda pemerintahan. Didepannya adalah pasar sejak jaman dahulu, jaman majapahit. Pasar itu sebenarnya adalah bagian daripada dinas purbakala yang tidak boleh dihancurkan namun karena gandeng hawa nafsu maka dirubah peruntukannya.

Pasar itu gambaran gebyaring dunia. Jika kita memerintah harusnya menghadap ke utara dan melewati kosongnya jiwa. Kosongkan hati kita hanya menyebut Allah. Ditengahnya ada kayu-kayu jati. Kayun yang sejati, hidup yang sebenarnya hanya untuk Allah. Kayun, kayu jati ini juga sebagai pembatas antara menyebut nama Allah atau menyebut duniawi. Jadi pasar itu adalah sebenarnya godaan untuk kita. Setiap memerintah pasti berhadapan dengan godaan. Didalam hati itu ada alun-alun, alun yang bermakna kosong. Jika kita menghadap Allah maka disebelah kiri adalah masjid yang bermakna bahwa kita biar kadang melupakan kebaikan. Sudahkan kita mencintai anak yatim, memberikan sebagain rejeki kita kepada fakir miskin, orang yang teraniaya. Namun kita kadang malah sering mendahulukan segala sesuatu untuk memenjarakan hati kita sendiri. Itulah yang ada disebelah kanan kita.

Maka kita lurus, disitu ada sebuah tempat untuk bertemu dengan Malikul mulk, sebuah tempat istirahat yang banyak didatangi dengan angin yang semilir dan sejuk. Itulah yang disebut alam barzah tempat menunggu untuk bertemu sang pencipta. Ketika menyebrang jalan, Sirathal mustaqim, disitu ada malaikat ridwan dan malik.

Itulah sebenarnya sistem pemerintah yang diajarkan Sunan Kalijogo dan Sunan Tembayat dan itulah sistem itu juga adalah filosofi pemerintahan di hati kita. Oleh karena itu, menghadap ke Pangeran itu harus seperti itu, kita jauhkan hati kita dari segala sesuatu nafsu untuk meng-enakkan diri sendiri. Inilah jalan bagi orang-orang Salik. Setiap orang tidak sama dalam mencari jalan kebenaran. Suluk tidak harus sama. Ada yang menuju Allah dengan mengasihi orang lain, ada yang ikhlas memberi kepada orang fakir, menyekolahkan anak fakir dll. Namun tetap sediakan sebuah tempat didalam hati, tempat kosong untuk bersemayam Allah. Itulah yang disebut Manunggaling Kawulo Gusti. Sehingga kita semua mengalir seperti air yang tidak pernah salah mengarah. Memanfaatkan segala sesuatu yang diberikan Allah untuk kebaikan. Mengarah kepada ridho Allah. Sehingga kita diberi kebaikan lahir dan batin. Mugi-mugi Allah paring pangapuro. Amin.....               

Postingan Populer