Noto Ati, Noto Roso, Noto Jiwo

Minggu ke-3, 21 Desember 2017

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar


Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Para warga Padhepokan
Suatu saat, Kanjeng Sunan Kalijogo ketika itu masih muda bernama Raden Mas Said. Ada suatu niat yang baik yaitu ingin membantu rakyat miskin dengan merampok orang-orang kaya untuk dibagi-bagikan kepada rakyat miskin (Maling Cluring) tapi tingkah laku Raden Mas Said tersebut tidak benar.

Suatu saat Raden Mas Said melihat Ko Bong Ang atau Sunan Bong Ang atau Sunan Bonang, berjalan dipesisir sungai menggunakan tongkat. Dengan berdzikir Sunan Bonang berjalan menyisiri sungai, karena kuat dalam ber-dzikir maka tongkat beliau seolah-olah terlihat seperti emas. Raden Mas Said ketika melihat itu maka timbul rencananya untuk merampok tongkat tersebut. Raden Mas Said sangat jengkel karena disaat kondisi susah seperti ini masih ada orang sombong dengan tongkatnya yang terbuat dari emas. Disuatu kesempatan tongkat tersebut direbut oleh Raden Mas Said. Pada saat direbut, Sunan Bonang kehilangan keseimbangan, terjatuh dan tidak sengaja memegang rumput untuk berpegangan dan rumput itupun tercabut. Sunan Bonang menangis. Beliau menangis, bukan karena direbut tongkatnya tapi menyesali tercabutnya rumput tersebut yang mengakibatkan kematian sang rumput yang sia-sia. Lalu Sunan Bonang berkata kepada Raden Mas Said, “Kamu itu butuh apa, itu lho buah Kolang-kaling”. Sesaat  itu juga buah Kolang-kaling yang ditunjuk oleh Sunan Bonang berubah menjadi emas. Inilah kemampuan Ilmu Kalam dari Sunan Bonang.

Terulang ketika jaman Sunan Pandanarang. Sunan Kalijogo mencangkul tanah menjadi emas untuk menyadarkan Sunan Pandanarang bahwa apa yang kita kejar pada hakekatnya hanya kekosongan belaka. Maka yang terjadi adalah suatu pendidikan jiwa bagi kita semua.


Para warga Padhepokan
Dari cerita diatas maka dapat kita petik pesan yang pertama bahwa kalau kita mengerti, dunia ini tan guno, hanyalah kendaraan untuk menuju Allah. Sehingga sesuai dengan pesan Ibnu Atho’illah :

“Barang siapa yang mengetahui sesuatu yang haq yaitu Allah maka dirinya memandang yang lain adalah tidak kekal yang kekal hanyalah Allah”. 

Apapun yang berwujud yang terlihat dengan kasat mata maka hakekatnya tidak akan kekal dan tidak ada kekekalan apapun kecuali Allah. Inilah yang diajarkan Sunan Bonang kepada murud-muridnya, kepada Sunan Kalijogo. Begitu juga Sunan Kalijogo mengajarkan kepada Sunan Tembayat.

Apa yang mau  kamu kejar didunia ini, wong donyo niku sak kedeping netro, sak gebyaring mata. Walaupun tidak memungkiri bahwa hidup itu pasti ada hawa nafsu. Yen ora ono urip mesti ora ono hawa nafsu itu mesti memerlukan dunia. Tapi jangan dibuat dunia ini menjadi tujuan utama. Krono sak tenane kabeh niku fana kecuali Allah kang baqa’.

Yang kedua, apa yang dijarkan Sunan Bonang dan Sunan Kalijogo kepada Sunan Tembayat, sebaik apapun tujuan kita maka kita tetap harus menggunakan etika. Benar tujuan kita tapi harus baik dan baik harus menggunakan etika. Nah, etika ini yang dimaknai adalah berbudaya.  Maka kebaikan berbudaya ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh kanjeng Sunan Tembayat yaitu rasa paseduluran. Saat ini para dulur, kebaikan, rasa kemanusiaan saat ini sudah hilang yang muncul hanyalah retorik-retorik saja. Ada suatu kelompok yang meneriakkan khilafah islamiyah, selalu menyalahkan orang lain. Merasa dirinya paling benar.



Para dulur warga Padhepokan
Manakala kita mempunyai tujuan baik tapi harus tetap menggunakan etika dimata masyarakat. Rasulullah, orang yang paling tinggi derajatnya yang paling diterima segala doanya oleh Allah, beliau kang angon langit dan bumi itupun bermasyarakat dengan baik. Beliau selalu memakai pakaian yang sederhana dan tidak pernah memakai pakaian yang mewah gemerlapan dilapisi emas.

Kadang-kadang orang itu sudah puas jika sudah berguru ke “Mbah Google”, sudah merasa pintar hanya membaca kitab tipis- tipis, akhirnya yang mucul selalu menyalahkan orang lain, membid’ah orang lain. Merasa dirinya yang paling benar dan orang lain salah. Sholat pakai Qunut dianggap bid’ah. Ada orang ba’da Adzan melakukan pujian dianggap bid’ah. Padahal pujian itu adalah do’a secara pribadi dan dibidang kemasyarakatan untuk mengisi waktu antara adzan dan iqomat dengan sebuah pesan. Do’a dimakam dianggap bid’ah, di tuduh kafir, tahayul dan lain-lain. Seolah-olah dianggap Wali Songo itu tidak ada dan kalau perlu kuburan-kuburan ditiadakan. Jadi sangat menyedihkan para warga cara berpikirnya.

Perlu diketahui Wali Songo sudah ada sejak dahulu kala. Wali Songo merupakan bentuk organisasi dakwah. Jadi jumlah 9 itu artinya pemimpin dan kasampurnaan sebelum menuju angka nol. Angka 9 juga merupakan yang tertinggi. Jika ada salah satu wali yang meninggal atau tidak ada maka segera digantikan oleh yang lain.

Nah, ini dianggap tidak ada oleh mereka karena kurangnya membaca sejarah, kurangnya memahami tata kehidupan bermasyarakat, seolah-olah penyebaran agama itu hanya berakal saja padahal ada rasanya (roso). Kalau kita secara beragama hanya mengandalkan akal saja pasti kita akan selalu kecewa, karena bisa jadi jika kita berdoa setiap hari belum tentu dikabulkan saat itu juga. Tapi kalau kita menggunakan rasa/roso maka tidak ada sesuatu yang haq, tidak ada sesuatu yang benar kecuali Allah.

Para warga Padhepokan
Oleh karena itu mari kita semua menata hati, menata rasa, menata jiwa (noto ati, noto roso, noto jiwo) sehingga ketika menghadap Allah adalah benar-benar segenap jiwa dan raga, bukan hanya gambar sholatnya saja tetapi dengan sebenar-benarnya sholat jiwa dan raga.

Rasa/roso itu mari kita hidupkan. Jangan hanya berdiri diakal saja tapi jadikan rasa/roso itu menjadi salah satu bagian untuk pijakan. Inilah yang diajarkan Rasulullah, yang diajarkan Sunan Tembayat dan yang diajarkan oleh para wali-wali dan ulama-ulama, para sesepuh lain. Selain akal maka harus kita mengedepankan roso ne awake dewe. Sholat sering kali hanya sebuah ceremonial saja dan melakukan ibadah itu hanya berdasarkan karena perintah Allah saja bukan karena sesuatu keinginan kita dan bukan karena kebutuhan kita untuk beribadah kepada Allah.

Pramilo monggo ing dalu niki, ing malam Jum’at legi kautamane dalu ing tanah jawi, kanthi jiwo kita, kanthi ati-roso kita nenuwun ngarsaning  Allah, mugi kulo  lan panjenengan lan sak anak kulo lan panjenengan tansah pinaringan iman kang jejeg, pinaringan keselametan dunia akhirat, pinaringan tiyang-tiyang ingkang mahanani mangerteni nglakoni persaingan ugi sae tumrap sak padane titah.
Al-Fatihah

Mugi-mugi wasilah poro alim, wasilah kanjeng Sunan Tembayat, kulo lan panjenengan tansah pinaringan keselametan donya akhirat sak anak turun kita sedoyo.
Al-Fatihah

Ya Allah ngabulaken gegayuhan kita, gegayuhan anak turun kita.
Al-Fatihah


Wassalamu'alaikum Wr. Wb



Silaturahmi Ke Cabang Padhepokan Pusaka Magetan


Hari itu Sabtu pagi, 15 Desember 2017, rombongan kecil dari Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat berjumlah 2 mobil bersiap-siap melakukan Ziarah ke makam Sunan Tembayat di Klaten Jawa Tengah. Satu mobil lagi rombongan Pak Anggo menyusul sore hari untuk langsung bertemu di Makam Sunan Tembayat.

Menurut rencana rute hari ini akan melewati Magetan sekaligus melakukan kunjungan rutin ke salah satu Cabang Padhepokan tepatnya di Dusun Marokan, Desa Pupus, Kecamatan Lembeyan Magetan Jawa Timur. Jam 9.00 tepat rombongan berangkat dengan diawali bacaan Basmallah bersama-sama untuk mengiringi kegiatan ini agar senantiasa selalu diberkati, diberi keselamatan selama perjalanan dan selamat sampai tujuan.

Jam 12.00 rombongan sampai di Kota Ponorogo, mampir sebentar di Masjid Agung Ponorogo untuk sholat Dhuhur, rehat dan menunggu jemputan dari Magetan. Jam 14.00 penjemput sudah tiba dan langsung menuju Desa Pupus. Perjalanan satu jam yang melewati jalan desa tibalah di Padhepokan Pusaka Magetan yang dipimpin oleh Mbah Imam.

Kunjungan Ke Cabang Padhepokan Pusaka Magetan

Kunjungan Ke Cabang Padhepokan Pusaka Magetan

Kunjungan Ke Cabang Padhepokan Pusaka Magetan

Kunjungan Ke Cabang Padhepokan Pusaka Magetan

Kunjungan Ke Cabang Padhepokan Pusaka Magetan

Kunjungan Ke Cabang Padhepokan Pusaka Magetan


Ditempat tersebut sudah ditunggu oleh para warga dan disambut dengan suasana patembayatan (kerukunan). Setelah melepas lelah dan menikmati hidangan sekadarnya Gus Hairi menyempatkan untuk memberikan pesan kepada warga Padhepokan Pusaka Magetan untuk selalu meningkatkan ketaqwaan kepada Allah dengan jalan menata hati (Noto ati, Noto Roso dan Noto Jiwo) yang merupakan kunci dari semua itu. Diceritakan juga sejarah Padhepokan Pusaka secara singkat semenjak awal pendirian sampai saat ini. (Sejarah Padhepokan Pusaka akan disusun dalam artikel yang berbeda).


Kunjungan Ke Cabang Padhepokan Pusaka Magetan

Kunjungan Ke Cabang Padhepokan Pusaka Magetan

Kunjungan Ke Cabang Padhepokan Pusaka Magetan

Kunjungan Ke Cabang Padhepokan Pusaka Magetan

Kunjungan Ke Cabang Padhepokan Pusaka Magetan

Kunjungan Ke Cabang Padhepokan Pusaka Magetan

Kunjungan Ke Cabang Padhepokan Pusaka Magetan
Panorama depan Padhepokan Pusaka Magetan

Karena malam hari rombongan sudah harus tiba di Komplek Makam Sunan Tembayat maka pukul 16.00 rombongan dari Blitar berpamitan untuk meneruskan perjalanan menuju Klaten. Perjalanan kali ini langsung menuju Sarangan melewati Poncol dan diteruskan lewat Kota Karanganyar. Setelah beristirahat dan Sholat Magrib di salah satu SPBU Karanganyar perjalanan dilanjutkan kembali menuju Solo dan langsung menuju Klaten. Jam 21.00 tepat rombongan tiba di Komplek Makam Sunan Tembayat.

Ora Ono Kesekten Sing Ngalahake Pepesten

Minggu ke-2, 14 Desember 2017

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar

Ora ono kesekten sing ngalahake pepesten-Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Para warga padhepokan
Jika kita berbicara tentang hukum Islam, tidak pernah berdiri sendiri tapi selalu terkait dengan yang lainnya. Ada hadist riwayat Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’i dan Ahmad :

عَنْ أبِى هُرَيْرَة (ر) أنَّ رَسُول الله .صَ. قَالَ: إذَا مَاتَ الإنسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ:
(صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, اَووَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُولَهُ (رواه ابو داود)

“Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang berdoa kepadanya.” (HR Muslim).

Tapi ada yang memaknai bahwa jika dikirim do’a sudah tidak bisa. Jumhur ulama, pendapat ulama,  apapun yang kita sampaikan kepada arwah, kepada si mayit, kepada si fulan itu akan sampai. Kenapa begitu para warga? Kita mempunyai beberapa kewajiban jika ada yang meninggal seperti memandikan, mengkafani, menyolatkan dan menguburkan. Didalam sholat jenazah itu ada do’anya yang intinya mendoakan si mayat padahal kita juga punya kewajiban kepada si mayat maka bisa diambil kesimpulan bahwa doa itu sampai kepada si fulan.

Para warga padhepokan
Ada suatu sejarah yang sangat kompit tentang Rasulullah. Ketika penaklukan kota Mekah semua kaum Muhajirin yang dulu pindah ke Madinah akhirnya berhasil  menaklukan Mekah bersama kaum Anshar, itu pulang ke rumahnya masing-masing. Ada yang kangen ibunya, menemui saudaranya, saudara laki-lakinya, kangen rumahnya dan lain-lain.  Begitu kangennya mereka karena selama ini bertahun-tahun tidak bisa masuk ke Mekah karena ke-Islamannya maka pada saat penaklukan kota Mekah yang tanpa peperangan bisa kembali lagi ke kota tersebut. Tapi tidak dengan Rasulullah. Kanjeng Nabi itu langsung menuju makam Siti Khadijah dan mendirikan tenda didekat makam Siti Khadijah. Beliau kangen dengan Siti Khadijah, baginya tidak ada yang bisa menggantikannya dihati beliau. “Kamu benar wahai Khadijah, kamu benar”, ucap Rasulullah.

Disaat awal-awal penerimaan wahyu Khadijah sudah meramalkan bahwa Islam akan besar, Allah akan menolong Islam karena hanya Islam yang benar. “Kamu benar wahai Khadijah, kamu benar”, inilah komunikasi antara Kanjeng Nabi dengan Siti Khadijah. Namun ada beberapa paham yang mengharamkan, menyalahkan jika kita ke makam, tapi Rasulullah menjalani.


Para warga padhepokan
Apa yang sudah disampaikan diatas menunjukkan bahwa hakikatnya ruh itu tidak meninggal. Ruh itu langgeng. Kelanggengannya ruh itu dibawah malaikat. Yang maha langgeng itu hanya Allah setelah itu malaikat baru ruh. Didalam ilmu Hakikat ruh itu pulang disisi Allah dan sebaik-baiknya tempat adalah disisi Allah. Jadi ketika kita nenuwun donga ngarsaning Allah, ada yang begitu khusuknya disuatu makam yang selama hidupnya berkorban untuk kebaikan maka akhirnya yang muncul, Allah akan mengabulkan segala permintaan kita karena begitu bersihnya hati kita lan kencenge pikir. Ini ilmu hakikat.

Orang berdoa adalah bagian dari menyapa Allah, bagian berdzikir, mengingat Allah sehingga kembali di alam wahdah dimana semua ruh jadi satu belum ada disebut fulan fulanah. Roh itu masih akan dinaris di Lauhul Mahfudz dan masih akan diproses melalui kodrate dewe-dewe, ginarising kodrat lalu terlahir dan diberi nama.

Maka Sunan Tembayat pernah berpesan :

"Ora ono kesekten sing ngalahake pepesten"

Sesakti apapun manusia maka tidak akan bisa merubah kodrat. Semua kehendak Allah. Jika ada kyai yang menganggap doanya manjur maka itu adalah salah satu sifat sombong. Sebenarnyalah hanya Allah yang mengabulkan, bukan karena doanya itu tapi kerono Allah ridho ing ngatase penuwun. Yang kedua, apapun yang terjadi, apapun yang kita lakukan landasono ikhlas ing ngatase peparinge Allah. Sehingga apapun yang kita punya, kesaktian, ilmu atau apapun itu, yen mpun lelandasan allah niku kang aran Lillah. Kalau sudah seperti itu maka menjadikan hilangnya rasa dengki, hilangnya rasa iri, hilangnya rasa benci terhadap orang lain karena kita menyadari semua itu kehendak Allah tapi bukan berarti kita semua tidak berusaha.

Para warga padhepokan
Yen mpun ngoten para dulur maka hanya Allah yang berhak merubah setiap ketentuannya bukan hamba-hambanya. Cuma didalam Qurani manusia itu sendiri yang merubah tapi secara Syariat manusia itu disuruh ngupadi, harus berusaha  tapi juga harus sadar bahwa semua itu ketentuan Allah.

Maka sahabat Nabi berpesan :

"Bekerjalah engkau untuk kepentingan duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya, dan bekerjalah engkau untuk kepentingan akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok"

Inilah keseimbangan dunia dan akhirat. Ilmu hakikat juga seperti itu, meletakkan sebuah kesadaran mutlak bahwa kita semua Bani Adam itu tidak ada. Yang ada hanya Allah. Asalnya tidak ada dan akhirnya juga tidak ada. Manusia bergerak karena digerakkan dan manusia punya kekuatan karena diberi kekuatan oleh Allah, Lahaula Wala Quwata Illa Billah.

Tapi dibalik kesadaran itu manusia disuruh ngupadi gawe apik ing bebrayan ning gesang. Walaupun sebagian besar kandungan Al-Quran adalah kaitannya hubungan manusia dengan manusia tapi sekecil apapun tentang tauhid niku kudu tumancep ning kolbu yen sejatining awake dewe iki ora iso opo-opo. Harus dimunculkan suatu keadaran aku ini bukan siapa-siapa dan tidak bisa apapun. Ketika Allah menciptakan alam ini karena Allah itu kangen dipuji. Yang memuji Allah sendiri. Maka jika kita bisa memuji  Allah, itu karena sejatinya  Allah telah memberi kekuatan kepada kita. Sejatining Allah memuji dirinya sendiri, oleh karena itu Allah mempunyai sifat Al-Mutakabbir.

Para warga padhepokan
Kita letakkan pada diri kita. Kita letakkan didalam hati yang paling dalam, kita bersihkan segala kesombongan diri kita, tentang pangkat kita, derajat kita, kondisi fisik kita, kita harus sadar bahwa suatu saat kita tidak ada. Dengan kesadaran itu, insya Allah, Pangeran ridho ing ngatase penuwun kita.


Sepindah malih monggo nenuwun dumateng Allah kanthi ikhlas, kanthi resik ing penggalih, resik ing pikir, tebih ing penggayuh olo. Mugi Allah ngabulaken sedanten penuwunan kita, penuwune anak turun kita. 
Al-Fatihah

Mugi-mugi kulo lan panjenengan lan sak anak turune kulo lan panjenegan tansah diparingi slemah kesehatan dhohir lan bathin, fikir, amal kita, ekonomi kita kerono Allah.
Al-Fatihah

Mugi-mugi kita selalu menebarkan salam, menebarkan kerukunan sebagaimana yang diajarkan Rasulullah diakhir sholat dengan salam kita mengajarkan keselamatan, kedamaian disekeliling kita.
Al-Fatihah.



Wassalamu'alaikum Wr. Wb


Nompo Kanthi Ikhlas Ora Ngedumel Lan Iri Marang Liyan

Minggu ke-1 Desember 2017

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar


Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat


Assalamu'alaikum Wr. Wb

Para Dulur Warga Padhepokan
Allah menjadikan kita semua dalam bentuk macam-macam. Dalam bentuk pakar yang berbeda-beda. Tapi dalam ilmu Hakikat, orang itu harus ngaweruhi awake dewe-dewe. Kalau sudah mengerti awake dewe-dewe maka sejatine ngaweruhi Pangerane. Mengenai Hakikat sebenarnya diatas Ma’rifat tetapi karena sudah terlanjur salah ucap, orang itu menaruh Ma’rifat dipuncak iman. Sejatine sing bener niku urutane Syariat, Tharekat, Ma’rifat, Hakikat, maknanya "orang itu kalau sudah tahu jalan maka “eruh”. Kalau sudah eruh maka akan mengerti asluhune nopo", seperti itu.

Para Dulur Warga Padhepokan
Dalam hal ini “wong yen wis ngaweruhi awake dewe-dewe” itu artinya menerima segala sesuatu yang sudah diberikan Allah kepeda kita dalam bentuk fisik dalam bentuk pakaryan, nompo kanthi ikhlas, ora ngedumel lan ora iri marang liyan. Orang itu kalau sudah tidak ikhlas karo pandume urip maka yang akan tumbuh rasa iri. Kalau penyakit ini sudah muncul maka rasa patembayatan, rasa kerukunan akan hilang. Yang muncul adala sifat-sifat munafik. Sifat-sifat fasik. Kelihatannya baik tapi hatinya jelek. Kelihatannya baik tapi dibelakang itu menikam. Misal, Jika diberi sesuatu oleh seseorang maka akan selalu menjelek-jelekkan barang itu didepan orang lain.

Makanya orang tua kita berpesan bahwa : Ojo ndelok sing diwenehne tapi lihatlah maknawi yang diberikan. Itulah hakikatnya, memberi itu rasa welas asih, roso tresno. Kalau itu hilang dihati kita semua maka sebuah kemunafikan muncul iri dan dengki. Maka jika hati ini sudah terkena penyakit iri dan dengki, insya Allah akan susah untuk menerima hidayah.


Karenanya ada sebuah kitab menerangkan seperti ini : Malaikat Jibril diutus Allah untuk menanyakan hamba-hamba Allah selain manusia. Pada waktu itu malaikat Jibril disuruh menanyai Kerbau, Katak dan Cacing. Bertemulah Jibril dengan Kerbau, Assalamu’alaikum, wahai Jibril apakah ada wahyu datang? tanya sang Kerbau. Tidak wahai Kerbau, wahyu sudah ditutup dan terakhir diturunkan kepada Muhammad. Aku hanya mau bertanya, apakah kamu wahai Kerbau sudahkah menerima dengan kondisimu seperti ini. Sering dipukul pakai cemeti ketika membajak sawah, berpanas-panasan dan makanmu hanya rumput. Jawab Kerbau, Ya jibril yang Maha Agung, sampaikan ke Robku Allah bahwa aku nompo panduming Allah, saya terima. Saya tidak bisa membayangkan seandainya aku menjadi seekor Cacing, yang bisa hidup didalam tanah. Aku tidak bisa membayangkan jika aku menjadi Anjing, walaupun hidup dirumah mewah tapi setiap saat harus terjaga dan ketika ada orang datang harus menggonggong. Masya Allah nikmatnya Gusti Allah yang seperti ini, saya terima.

Lalu Jibril menemui Katak dengan pertanyaan yang sama. Jawab Katak, wahai Jibril Alhamdulillah dengan ikhlas kulo terimo titahing Allah dumateng kulo digae koyo ngene, sing penting atiku ayem. Aku tidak dapat membayangkan seandainya aku menjadi Kerbau, setiap hari dilecut dengan cemeti untuk membajak sawah. Biarlah hidup saya merdeka. Biarlah setiap saat aku mendendangkan cintaku kepada Allah dan kepada Rasulullah sebagai penjaga keseimbangan alam. Sampaikan kepada Robku ya Jibril, sungguh…ini adalah suatu nikmat yang aku terima.

Terakhir Jibril juga bertanya kepada sang Cacing, wahai Cacing sudah terimakah kamu seperti ini. Hidup ditempat yang kotor, becek, penuh lumpur. Maka jawab Cacing, Alhamdulillah Jibril, sampaikan kepada yang maha Agung, Dzat Wajibul Maulana, sungguh Allah sudah memberi nikmat kepadaku, wahai Jibril. Aku tidak bisa membayangkan seandainya aku menjadi Katak, mau makan saja harus bersusah payah mengejar nyamuk. Sampaikan keikhlasanku untuk menerima apa yang sudah diberian kepadaku.

Padahal para dulur warga, ketiga hewan itu hakekat-nya sama yaitu menyuburkan bumi ini yang diberikan Allah kepada manusia. Seandainya itu ditanyakan kepada manusia maka jawabannya, aku ingin jadi raja, aku ingin jadi ini, itu dan lain-lain. Hilanglah keikhlasan itu. Apa yang menjadikan ini? adalah nafsu para dulur. Nafsu inilah yang membungkus kebenaran. Sehingga kebenaran itu terkunci dan kita kehilangan keseimbangan. Makanya kalau diringkas, ojo sok melu kanikmataning liyan, yen awake dewe melu utowo milek kanikmatane liyan maka bakal tukul iri lan dengki. Ikutlah menikmati saja artinya apa, menikmati apa yang diberikan Allah kepada kita.



Para Dulur Warga Padhepokan
Monggo kulo lan panjenengan menyikapi peparingin Allah. Rasa syukur kita kepada Allah. Dengan rasa syukur yang agung, kita menghayati diri kita sendiri. Seperti Cacing tidak bisa membayangkan seandainya menjadi Kerbau, begitu juga Kerbau tidak bisa membayangkan jika menjadi Cacing. Maka dengan kerendahan hati kita, seharusnya sujud kepada Allah, ya Allah sudah kau beri nikmat yang agung kepadaku dalam bentuk apapun. Kalau sudah seperti ini kita akan terasa bahwa lelaku sak jerone urip niku sejatining ujian, Shirothol mustakim. Surga tidak hanya milik seorang kyai saja tapi surga ini  juga milik kita semua yang sudah dapat merasakan nikmat menjadi diri kita sendiri.

Para Dulur Warga Padhepokan
Apa yang menjadi sumber sifat iri itu? Punjering milek niku teng pundi. Punjere sifat milek niku teng hati kita sendiri. Makanya jika ada seseorang mendapat nikmat Allah berupa rejeki kita harusnya ikut mengucapkan Alhamdulillah semoga rejeki itu menjadi barokah kepadamu. Tapi kadang-kadang berpikir seperti ini, kok tidak aku yang memperoleh. Akhirnya ikut-ikutan meniru usaha tersebut walaupun dengan cara yang sama tapi hasilnya belum tentu sama. Maka timbullah iri dengki. Seperti cerita orang yang memancing dilaut, ketika mendapat satu selalu meminta lagi dan lagi. Inilah yang disebut hawa nafsu. Hawa nafsu didalam hati inilah yang disebut Jagad Agung. Manakala manusia tidak bisa menguasai atau mengendalikan  Jagad Agung di hati ini maka akan timbul iri dengki, angah-angah.

Para Dulur Warga Padhepokan

Mari kita evaluasi diri kita. Kita jaga nafsu kita kerono Allah 
Mugi-mugi kulo lan panjenengan lan sak anak turune kulo lan panjenegan saget lan tansah saget  mengendalikan diri, akhiripun saget diparingi hasil kados gegayuhanipun kulo lan panjenegan,
Al-Fatihah

Mugi-mugi kulo lan panjenengan lan sak anak turune kulo lan panjenegan nandang gerah dipun paring sehat, sehat lahir sehat batin. Keluarga kita , keluarga anak turun kita warga padhepokan sedoyo dipun paringi sehat dhohir batin, dipun paringi sehat ekonomi,
Al-fatihah

Mugi-mugi Allah ngabulaken penuwun kulo lan panjenegan mugi-mugi kulo lan panjenengan sak anak turun kulo lan panjenengan tansah dipun paringi padange ati teteping iman, selamat dunia akhirat, mulyo dunia akhirat, ya Karim ya Karim...
Al-Fatihah…



Wassalamu'alaikum Wr. Wb



Memaknai Nur Muhammad dengan Kerukunan dan Patembayatan

Minggu ke-5 November 2017

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar



Assalamu'alaikum Wr. Wb

Para Warga Padhepokan 
Memperingati maulid Nabi Muhammad sebenarnya bukan maulidun nabi tetapi maulidun Muhammad. Nama Muhammad itu sudah ada sejak jaman Nabi Adam. Bahkan ketika Adam dinikahkan, menyebut nama Muhammad dengan mas kawin Asyhadu an Laa Ilaaha Illallah Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah. Mengapa seperti itu? Karena yang dinamakan Nur Muhammad sejatinya adalah  hidayah. Nur Muhammad adalah sesuatu yang diberikan kepada umat manusia dari Allah untuk mencapai tahapan-tahapan keimanan sehingga mencapai apa yang dinamakan hakikat, yaitu pemahaman bahwa sesungguhnya Pangeran itu hanya satu tidak ada yang lain. Tan ono kang patut disembah kejobo Allah. Tan ono kang patut disuwuni pitilung kejobo Allah

Para Warga Padhepokan 
Nur Muhammad itu masukkan ke hati manusia siapa saja. Namun Nur Muhammad itu banyak diabaikan. Maka kalau kita berfikir, Nur Muhammad itu mengajak kepada satu yang disembah. Nur muhammad itu memberikan satu pencerahan didalam hati bahwa Pangeran itu hanya satu. Agama itu dari jaman Adam sampai sekarang namanya tetap Islam tidak ada yang lain. Jasad muhammad yang lahir di Rabi’ul Awal ini memberikan contoh teladan. Makanya kalau kita membaca Injil disitu disebutkan, kelak akan lahir seorang nabi yang kalam-Ku akan Aku letakkan dimulutnya. Kenapa seperti itu? Muhammad seorang umi dan orang yang paling dipercaya, Al-Amin. Pada jaman itu beliau (muhammad)  menjadi orang yang dipercaya untuk membagi tanah kaum Quraisy dengan adil sebelum hijrah ke Madinah. Makanya ketika Muhammad mau berangkat hijrah ke Madinah, beliau berpesan kepada Ali bahwa ada beberapa tanah yang belum diukur atau diselesaikan. 


Para Warga Padhepokan 
Rasulullah ketika dilahirkan pasti Allah sudah memberikan tanda-tanda diantaranya adalah matinya api yang hidup 500 tahun lebih yaitu di Irak Iran atau kalau dulu disebut Persia. Api ini disembah oleh pemeluk Agama Bahaqi. Arca-arca yang ada di sekeliling Mekah juga berjatuhan. Itulah tanda-tanda dari Allah ketika Rasul dilahirkan. 

Ketika Muhammad diangkat menjadi Rasul maka yang menetang adalah orang-orang Quraisy. Dimana kita ketahui kaum Quriasy adalah bangsawan dan ahli pedagang. Kenapa memusuhi Muhammad? Ada beberapa yang perlu kita catat. Pertama, orang itu takut akan kehilangan martabatnya, Padahal Islam justru mengangkat harkat martabat manuasia. Kedua, jika Islam mengajarkan kebenaran sesuai risalah Allah, Seumpamanya jika Rasul meluruskan tentang adanya zakat, sedekah, kepedulian sosial maka kaum Quraisy ini takut kekayaannya yang kemungkinan akan berkurang. Rasul baik kepada siapa saja. Tidak hanya kepada umat Islam. Tidak hanya kepada pengikutnya saja. Tapi terhadap siapa saja. Inilah akhlak para dulur Warga Padhepokan.

Ternyata Rasul mengajarkan Ukuwah Basyariah, suatu tingkat kerukunan dan kebersamaan dalam bernegara walaupun beliau dimusuhi oleh kaumnya. Sampai malaikat Jibril berkata “wahai Muhammad akan aku timpakan gunung itu kepada kaum Quraisy. Tapi beliau menjawab, “jangan wahai Jibril, mereka belum mengerti jika sebenarnya Islam itu yang benar.  Itulah salah satu akhlak Rasulullah, kebersaaan dan patembayatan. 

Para Warga Padhepokan 
Rasulullah mengajarkan, suatu kerukunan terhadap sesama orang muslim. Muslim ibarat  satu tubuh. Jika salah satu disakiti yang lain merasakan sakit. Tapi Rasulullah  juga mengajarkan ukuwah basyariah. Sehingga ketika hijrah ke Madinah Rasul tidak mendirikan Negara Islam tapi meletakkan dasar-dasar Islam dalam membuat suatu Negara. Di Madinah ada sebongkah batu disebelah pintu Great Umar, dulu dipakai oleh Rasul untuk memberikan makanan kepada fakir miskin  dan banyak diantaranya adalah orang-orang Yahudi, Nasrani dll. Patembayatan inilah yang diajarkan Rasul.

Tetapi tetap suatu saat ada yang berkhianat. Menjelang ajalnya, Siti Khadijah berbicara kepada Fatimah untuk meminta menyampaikan kepada Rasul bahwa dia meminta maaf tidak biasa memberi kebahagian kepada Muhammad. “Ya Fatimah,  mintakan juga surban nabi Muhammad yang biasa untuk menerima wahyu, untuk membungkus jasadku”. Maka Muhammad menangis mendengar itu, wahai Khadijah  sebenarnya kecintaanku kepadamu melebihi segalanya dan tidak tergantikan dihatiku dan aku sudah meminta kepada Allah lewat Jibril agar kamu dimaafkan. Maka Jibril memberikan 3 kain surban kepada Muhammad. Wahai Muhammad kain ini yang pertama untuk Khadijah, kedua untukmu dan yang terakhir untuk cucumu Hasan. Terus Husein cucuku bagaimana ya jibril? Lalu jibril menjawab, wahai Muhammad, mengetilah bahwa suatu saat ada sebuah penghianatan kebersamaan dan kerukunan ke-Islaman kepada keturunan Ali termasuk Husein yang dalam sejarah dicatat bahwa Husein dibunuh (tidak dikafani) yang lebih dikenal dengan tragedi Padang Karbala. 

Para Warga Padhepokan 
Penyebaran Islam sampai ke Indonesia maka terbentuk beda karakter. Kalau dahulu penyebaran Islam disana melalui pedagang tapi faktanya jika di Indonesia, proses penyebarannya dilakukan oleh para Wali. Karena karakter orang Indonesia adalah berbeda, tidak begitu saja menerima ajaran dari pedagang/saudagar maka dikembangkanlah dengan menumpangkan ajaran Islam dengan kebudayaan setempat.

Salah satu contoh adalah pada jaman dahulu di Padhepokan Tembayat setiap malam suro, Sunan Kalijogo selalu datang untuk mbabar kaweruh bab Islam. Salah satunya adalah pertunjukan wayang kulit dengan lakon Dewa Ruci, termasuk mbabar arti manunggaling kawulo gusti. Artinya apa para warga? Sebagai hamba Allah, jika kita diberi hidup maka kita diberi hawa nafsu tapi jika kita mengerti bahwa hawa nafsu itu harusnya ditelukake yen ora maka saktenane kita ora bakal kepanggih kaleh Gusti. Allah jangan diartikan  melihat dengan wujudnya tapi kita harus menyadari Allah ada dan satu. Allah berkehendak yang tidak mungkin bisa ditandingi. “Sepiro gedene kesakten  tanpo bakal biso murungke pepesten” itulah salah satu ajaran Sunan Tembayat. 

Para Warga Padhepokan 
Maka lakon Dewa Ruci tersebut pertama kali mengacu :

“Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu” 
(Sebaik baik dalam menjalankan Ibadah kepada Allah adalah dengan
terlebih dahulu mengenal Allah)

Artinya: Allah itu tidak berwujud tapi orang ngaweruhi. Beda kehendak Allah dengan kehendak hawa nafsu. Maka disampaikanlah melalui dakwah yang berkembang dengan kebudayaan berlandaskan patembayatan dan kerukunan. Termasuk kerukunan terhadap sak padane titah. 


Para Warga Padhepokan 

Mari kita nenuwun kersaninipun  Allah supados kulo lan panjenengan sak anak turun kulo lan panjenegan tetep ngugemi keimanan ke-Islaman. Dadosaken kulo lan panjenenan sebagai hamba-hamba yang terkabul doanya..Al-Fatihah 3x

Mugi-mugi Allah ngabulaken penuwun kulo lan panjenegan mugi-mugi kulo lan panjenengan sak anak turun kulo lan panjenengan tansah dipun paringi padange ati teteping iman, selamat dunia akhirat, mulyo dunia akhirat, ya Karim ya Karim  Al-Fatihah…


Wassalamu'alaikum Wr. Wb




Sowan Ngarsane Pangeran Kanthi Roso Ikhlas

Minggu ke-4 November 2017
Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar





Assalamu'alaikum Wr. Wb

Para warga Padhepokan
Islam tidak hanya menuntun jasad kita saja. Supaya ngabekti teng Allah tidak hanya jasad saja. Tapi Islam juga menuntun hati kita, rohani kita, tansah eling dateng Allah.
Manakala kita hanya sowan ngarsane Allah jasad saja maka hati kita kemana-mana, atine awake dewe masih men-Tuhankan yang lain masih men-Tuhankan sesuatu yang lain  diluar Allah maka kita sesungguhnya masih menyembah berhala

Para warga Padhepokan
Kalau kita semua betul-betul memahami hakekat kehidupan dan hidup itu sendiri, mari kita telaah, tidak ada satupun kecuali untuk Allah, tidak ada satupun dalam hidup kita apapun bentuknya kecuali Lillah. Mari, kalau kita mau nggalih :

“Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil alamin”
(Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam)

bahkan diujung kematian kita,  tarikan nafaspun, semuanya harus Lillah kersanig Allah. Artinya apa dulur para warga padhepokan? urip iki tanpo ikhlas ing pandume sing gae urip maka hidup ini adalah sebuah kesengsaraan bathiniah yang amat panjang. Bukan hanya sengsara sifat jasad kita sendiri tapi juga sengsara sifat-sifat ruhani kita.

Orang ikhlas itu bukan berarti orang yang tidak berusaha, jangan salah sangka, orang yang ikhlas itu adalah segala sesuatu menyandarkan kepada Allah dalam bentuk apapun termasuk dalam usaha. Contohnya : ada orang yang belajar karena Allah. Bukan berarti orang  itu tidak punya gegayuhan (cita-cita) tapi cita-cita yang dituju itupun karena Allah maka menuntut ilmu itu adalah suatu keberkahan. Beda dengan orang yang menuntut ilmu pada sebuah cita-cita tertentu saja, tidak ada berlandaskan ikhlasing marang Allah. Maka permohonan dalam bentuk belajar itu ora nusul kersaning Allah dan jika orang tersebut diberi hasil oleh Allah maka yang sering terjadi adalah muncul sebuah kesombongan. Maka inilah yg dikatakan oleh Syekh Ibnu Atha’illah :

"Sak tenane apapun kegiatanmu bahkan keberhasilanmu itu bukan karena usahamu tapi karena ridhone Gusti Allah". 

Para dulur warga padhepokan 
Niki ingkang kita padosi, ridhoning pangeran. Pangeran niku paring ridho yen kita ridho ing ngatase Pangeran, ing ngatase peparinge Pangeran. Kalau kita  tengok sejarah Sunan Tembayat, seseorang yang saat ini kita sebut Sunan Pandanarang. Awalnya adalah Adipati Semarang yang ke dua. Tidaklah kurang kehidupannya. Istri pertama meninggal di Pajang. Kalau sekarang Masjid Belukan, daerah Laweyan ke Selatan sedikit terus ke Barat ada masjid kecil paling tua se Solo, itulah Masjid Belukan yang awalnya adalah pura Hindu kepunyaan Ki Ageng Beluk yang ditundukkan oleh Ki Ageng Ngenis. Sementara itu istri yang dua dimakamkan di Jabalkat. Jadi total istrinya tiga. Pada saat itu tidak kurang kehidupannya. Akan tetapi karena tidak pernah menerima ikhlasing pandum sing gae urip, apapun yang diberikan Allah merasa kurang dan merasa itu semua adalah usahanya sendiri karena beliau masih menganggap adalah seorang adipati Semarang. Akhirnya yang menjadi Malik didalam hatinya adalah nafsu.

Ada nafsu Aluamah, nafsu ingin makan tidak peduli apapun. Nafsu amarah, marah terus, dilayani apa saja masih tetap marah. Nafsu supiah, nafsu tentang keduniawian dan dicari terus sampai dapat. Akan tetapi nafsu mutmainah (mulamah) yang berwarna putih didalam hatinya, sangat-sangat kecil peranannya karena sudah tertutup oleh nafsu-nafsu yang lain. Ketidak ikhlasaan inilah yang menjerumuskan Ki Ageng Pandanarang menjadi tidak pernah bisa mendapat petunjuk dari Allah melalui hamba-hambanya. Bahkan untuk menerima petunjuk tentang Islam yang kaffah, harus melalui proses keangkuahan dari seorang Pandanarang. Lalu muncul pertanyaan apakah sudah masuk Islam waktu itu? Jawabnya sudah! Karena setelah setelah ada pergeseran pemerintahan Majapahit semua adipati sudah banyak yang masuk Islam kecuali Bali dan Banyuwangi.

Para warga Padhepokan
Karena tidak bisa memahami Islam yang kaffah. Beliau tidak menyadari jika Rasul pernah berpesan  bahwa umat Islam suatu saat nanti akan seperti buih ombak dilautan dan hanya terapung-apung jika sudah cinta dunia dan takut mati.

Tidak berfikir bahwa ketika nanti menghadap ke Rob ku. Suatu saat aku ngadep pangeranku yang Maha Agung, Pangeran Suronatan Maharaja Al-Malik, apa yang akan saya dibawa? Kita dinaiki oleh kepentingan duniawi. Bukan duniawi menjadi alat kepentingan kita untuk agama. Namun apabila Allah menghendaki hidayah diturunkan, maka diutuslah Kanjeng Sunan Kalijogo untuk menggerakkan hatinya, menyampaikan dakwahnya, menyampaikan kebenarannya dengan akhlakul karimah. Jangan salah, Rasul dakwah juga dengan akhlakul karimah tidak mengangkat pedang atau panah sebagaimana orang barat memahaminnya tapi Rasul membela diri, membela muslim yang akan diserang orang Quraisy.

Kalau sekarang ini mungkin ada  sekelompok orang yang memaksakan kehendak dengan menggunakan kalimat Allah dan takbir tapi menggunakan senjata. Berbeda dengan Rasul, Rasul menggunakan senjata manakala diserang. Rasulullah tidak pernah menyerang terlebih dahulu.

Para warga Padhepokan
Kembali ke  Cerita Sunan Tembayat. Sunan Kalijogo berpura-pura menjadi penjual rumput ke Ki Ageng  Pandanarang waktu itu. Berkali-kali tidak dibayar dan yang terakhir bahkan dituduh mencuri. Bagi orang yang ikhlas atas pandume Allah, dunia itu tiada abadi. Dunia itu hanya kendaraan maka Sunan Kalijogo mencangkul tanah menjadi emas. Awalnya Ki Ageng Pandanaran mengejar emas ini. Bagaimana kayanya jika bisa seperti itu, mencangkul tanah menjadi emas. Tapi akhirnya muncul suatu kesadaran dalam diri Ki Ageng Pandanaran bahwa selama ini beliau menempuh jalan yang salah.

Para warga Padhepokan
Akhirnya Ki Ageng Pandanaran bisa menerima bahwa hidup ini tidak hanya dunia. Tapi rohani ini tidak bisa diberi makanan duniawi saja. Maka dengan kesadaran, beliau menghadap kepada  Sunan Kalijogo, Duh kanjeng sunan kalijogo, panjenengan akoni kulo murid panjenengan, kulo derek dawuh lamapah panjenengan. Maka kemudian diperintahkan oleh Sunan Kalijogo untuk melakukan perjalanan, hijrah dari Semarang ke Klaten. Banyak sekali peristiwa didalam perjalan itu. Disebutkan pula beliau akhirnya bertemu dengan salah satu muridnya yaitu Syekh Kewel dan Syekh Dumbo. Kalau di Jateng disebut Mbah Kewel dan Mbah Dumbo.

Hijrah kedua adalah proses pindahnya Sunan Tembayat dari seseorang yang mempunyai harta dan kedudukan yang tinggi menjadi orang biasa. Dalam arti, urip sak madyane bahkan beliau harus mencuci kekayaannya dengan menjadi tukang merebus air untuk minuman di warung Nyai Tasik. Hijrah inilah yang terjadi, hidup apa adanya. Karena latar belakang beliau adalah seorang negarawan maka seiring waktu beliau mengajarkan kepada orang-orang disekitarnya untuk belajar ilmu ketatanegaraan, ilmu Islam dll di Padhepokan Tembayat.

Para warga Padhepokan
Apa yang kita cari didunia ini? Sudah siapkah kita ini mati? Maka Rosul berpesan, ibadah itu seperti kita hidup selama-lamanya. Ibadah itu tidak hanya sholat dan membaca Al-Quran saja. Ibadah itu semuanya untuk kebaikan. Bahkan membuang duri di jalan adalah ibadah. Bergaul dengan tetangga dengan baik itupun juga termasuk ibadah. Tersenyum kepada setiap orang juga bagian dari ibadah. Lakukan semua kebaikan kecuali yang dilarang dengan didasari keikhlasan maka Allah akan mencukupkan, akan mencukupi apa yang dibutuhkan hambanya.

Para warga Padhepokan
Semoga dengan keikhlasan inilah maka Allah akan menjawab semua permasalahan kita, apapun masalahnya, baik itu masalah ekonomi, masalah rumah tangga, apa itu permasalahan dunia dengan ikhlas kanti rosone awake dewe sowan ing ngarsane Allah.

Mari kita tauladani Rasulullah, para wali, para kekasih Allah yang lain. Lakukan kebaikan dengan ikhlas kepada semua orang tanpa melihat dan membedakan agama, partai dan lain-lainnya. Karena itu para dulur, malam ini mari kita mengheningkan pikir, ngresiki ati, kencenge ati kita , membaca Al-Fatihah umul kitab ing ngasane Allah.

Mugi kulo lan panjenengan, sak anak turun kulo lan panjenengan tansah diparingi hidayah, tansah dipun paringi kekuatan dhohir lan bathin, kekuatan iman, keselamatan dunia akhirat lan tinabulaken ingkang dados penyuwunipun, Al-Fatihah 3x

Ya Allah dzat kang maha agung, kang ngratoni segalane poro ratu, kang ngabulaken sedanten penuwunipun  makhluk-makhluk panjenengan ya Allah, nyuwun kabulaken penyuwun kulo, penyuwun jamaah kulo, penyuwun wargo padhepokan teng pundi mawon sak anak piturunipun ya Allah,  nyuwun paringan hidayah ya Allah…Al-Fatihah

Ya Robi…Panjenengan dadosaken kulo sak wargo kulo sak rirone tunggal, kados dening panyuwunipun kanjeng Sunan Kalijogo..Al-Fatihah 3x

Ya Allah…Panjenengan tuntun kulo, wargo kulo dadosaken kawulo ingkang tansah nresnani kekasih Panjenegan, Rasulullah Muhammad, Al-Fatihah 3x 

Ya Robi…Panjenengan pindahaken saking imane donya dumateng imane panjenengan, imane sedanten perintah-perintah panjenengan, dadosake kulo lan wargo padephokan sak turunipun sedoyo, dados hamba-hamba ingkang ikhlas, hamba-hamba yang Kau kasihi ya Robii, Al-Fatihah.

Wassalamualaikum Wr. Wb




Sejarah Perjalanan dan Kebesaran Sunan Tembayat


Sunan Bayat atau juga Sunan Pandanaran adalah sosok besar dalam sejarah penyebaran agama Islam terutama di kawasan Jawa Tengah. Sosok yang hidup di masa yang sama dengan Wali Sanga ini berjuang selama 25 tahun untuk menyebarkan agama bersama sahabat dan pengikutnya dari kawasan Bayat, Klaten.

Di Bayat pula Sunan dimakamkan dan di sana pula kemudian sebuah kompleks pemakaman megah dibangun untuk mengenang jasa-jasanya. Sosok besar nyaris tidak pernah luput dengan cerita-cerita besar yang muncul selama hidup mereka, termasuk di diri Sunan Pandanaran, baik selama dia hidup bahkan setelah wafatnya.

Dari masa dia masih menjabat status sosial keduniawian hingga saat pencerahan, dari saat dia memilih jalan Islam hingga dia meninggal dunia, tidak pernah sosok besarnya lepas dari cerita-cerita kebesaran. Baik cerita “kedewaan” hingga cerita kebijaksanaannya sebagai seorang manusia telah berkembang dan diceritakan turun temurun hingga saat ini.

Dalam edisi pertama Ragam cerita Sunan Pandanaran kali ini akan diceritakan tentang Sunan Bayat yang masih menjabat sebagai Adipati Pandanaran, bupati Semarang, di saat sedang terjadi transisi dari kerajaan Hindu Buddha Majapahit ke kerajaan Islam Mataram.

Masa Menjadi Bupati Semarang
Sunan Pandanaran dahulu kala menjabat sebagai seorang bupati Semarang, dia dikenal sebagai sosok pemimpin yang kikir. Hidupnya bergelimang harta. Dia suka membeli barang dengan harga rendah dan menjualnya dengan harga yang tinggi untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.

Datangah suatu waktu Sunan Kalijaga yang ingin mengingatkan adipati akan kesalahannya. Namun Sunan tidak datang begitu saja. Sunan datang dengan menyamar sebagai seorang penjual rumput.

Sunan Kalijaga datang membawa satu karung rumput (alang-alang – bahasa Jawa) pada Sunan Pandanaran yang kala itu masih bergelar Adipati. Rumputnya pun dibeli dengan harga murah seperti biasanya. Singkat cerita, setelah cara-cara yang dipakainya menemui kegagalan. Sunan menyadari bahwa dia harus menggunakan cara keras untuk membuat bupati mengerti maksudnya.

Sunan Kalijaga kembali mendatangi Adipati dan kali ini menyamar sebagai seorang peminta-minta. Beberapa kali bupati melemparkan koin padanya namun pengemis itu tidak juga pergi. Melihat hal itu, Adipati pun murka.

Di saat itu pula pengemis tadi menjelaskan niat kedatangannya ke hadapan Adipati. Pengemis itu datang bukan untuk uang melainkan untuk mendengar suara bedug pertanda waktu sholat tiba. Setelah itu, pengemis tadi mencangkul tanah. Adipati terkaget-kaget dengan apa yang dilihatnya saat itu. Tanah yang tadi dicangkul oleh pengemis berubah menjadi sebongkah emas. Dan di saat itu pula Adipati mendapatkan pencerahan tentang kehidupan dunia yang hanya bersifat sementara.

Barulah kemudian Adipati Pandanaran mengerti apa yang dimaksudkan Sunan Kalijaga dan bersedia dibimbing Sunan. Namun sebelum lebih jauh lagi, Sunan mengajukan empat syarat pada Adipati jika dia ingin menjadi muridnya. Keempat syarat tadi adalah:

1. Bupati harus berdoa dengan rutin dan mengajarkan Islam, mengajak semua penduduk yang berada di wilayah kekuasaanya masuk ke agama Islam.

2. Adipati harus memberi makan santri dan ulama, membuat bedug di langgar-langgar.

3. Memberi dan menyumbang dengan ikhlas dan menyerahkan kekayaannya pada yang membutuhkan dalam bentuk zakat.

4. Ikut pulang ke rumah Sunan Kalijaga dan menjadi orang yang bersedia menyalakan lampu rumah Sunan.

Dan barulah setelah itu kisah Adipati Pandanaran, seorang yang baru saja berjanji untuk lepas dari keduniawian, berlanjut untuk menuntut ilmu pada Sunan Kalijaga di Jabalkat, Bayat. Dan kisah selanjutnya dari Adipati Pandanaran adalah kisah perjalannnya menuju Jabalkat bersama istrinya.

Setelah Sunan Kalijaga mengajukan empat syarat yang harus dipenuhi oleh Adipati Pandanaran, Adipati akhirnya melakukan perjalanan ke Jabalkat, Tembayat. Dalam perjalanan tersebut, Adipati tidak sendiri melainkan ditemani oleh istrinya, Nyi Ageng Kaliwungu, yang tidak mau meninggalkan suaminya.



Kisah perjalanan Adipati Pandanaran menuju Gunung Jabalkat mencari Sunan Kalijaga penuh dengan rintangan dan cerita yang membesarkan namanya hingga dikenal luas oleh masyarakat pada waktu itu. Cerita-cerita tentang kesaktian dan kebijakan Adipati akhirnya mengantarkan Adipati pada gelar Sunan Pandanaran dan diterima baik oleh masyarakat luas dan juga mereka yang masih lekat dengan kepercayaan Orang Jawa di saat itu.

Tidak hanya jasanya dalam menyebarkan agama Islam, hingga saat ini masyarakat luas percaya bahwa dalam perjalanan tersebut Sunan Pandanaran adalah sosok besar yang memberikan nama pada beberapa tempat di Jawa seperti Salatiga, Boyolali, Wedi dan Jiwo. Bahkan Sunan Pandanaran juga yang disebut-sebut-sebagai sosok yang meninggalkan jejak kesaktian seperti Sendang Kucur dan batu Kali Pepe.

Perjalanan Panjang Dari Semarang Menuju Gunung Jabalkat
Perjalanan yang penuh dengan petualangan ditempuh Sunan Bayat dengan jarak kurang lebih 120 km. Dan dalam perjalanan ini lah Adipati Pandanaran diramalkan menjadi seorang pemimpin besar umat Muslim nantinya.


Adipati tidak melakukan perjalanannya seorang diri. Karena tidak ingin meninggalkan suaminya yang memilih jalan agama dengan meninggalkan semua kekayaannya dan melakukan perjalanan panjang mencari Sunan Kalijaga di Gunung Jabalkat, Nyi Ageng Kaliwungu, memilih ikut bersama suaminya.

Namun tidak sepenuhnya Nyi Ageng Kaliwungu dapat meninggalkan segala kekayaan yang dimiliki seperti yang dilakukan Adipati. Dalam perjalanan itu, dia memasukan beberapa perhiasan dalam tongkat bambu yang dibawanya dengan maksud untuk berjaga-jaga selama di perjalanan.

Apa yang dilakukan istrinya ternyata menuntun pada sebuah perkenalan dengan dua perampok yang nantinya menjadi pengikut setia Sunan Bayat. Hal itu berawal ketika mereka sampai pada suatu daerah (kini Salatiga) dan di sana mereka dihentikan oleh dua orang perampok bernama Sambang Dalan dan seorang rekannya.

Saat mereka meminta harta benda, Adipati yang tidak membawa apa-apa menyuruh dua perampok tadi mengambil bambu yang dibawa istrinya. Adipati juga mengatakan bahwa isi dalam bambu itu cukup untuk memenuhi kebutuhan seumur hidup mereka. Adipati juga berpesan agar mereka tidak melukai istrinya.

Namun sifat serakah para perampok makin menjadi karena mengira istrinya pasti membawa barang berharga lainnya. Kedua perampok tadi pun mulai menggeledah istri Adipati untuk menemukan benda berharga lainnya. Seketika pula istri Adipati berteriak minta pertolongan.

Dari kejadian ini dipercaya nama kota Salatiga berasal. Saat itu Adipati berujar, “Wong salah kok isih tega temen” (Sudah berbuat salah tetap saja tega). Dan dia juga menyebut bahwa mereka bertiga telah berbuat salah. Dan kemudian lokasi perampokan itu disebut Salatiga yang berasal dari kata “salah” dan “tiga”, Salahtiga (Salatiga).

Dari kejadian itu juga dua perampok yang menghentikan perjalanan mereka mendapatkan pelajaran. Sambang Dalan disebut oleh Adipati telah berbuat keterlaluan seperti domba (hewan). Rekan dari Sambang Dalan ketakutan melihat kejadian itu hingga tubuhnya gemetaran.

Mereka berdua akhirnya menyesali perbuatan mereka dan memohon ampun kepada Adipati. Mereka juga berjanji untuk mengabdi dan setia kepada Adipati dan akan ikut dalam perjalanan menuju Jabalkat. Dua perampok tadi akhirnya menjadi pengikut pertama Adipati setelah sang istri dan dijuluki sebagai Syeh Domba (Sambang Dalan) dan Syeh Kewel.

Cerita perjalanan Adipati berlanjut saat mereka sampai ke daerah yang sekarang dikenal dengan nama Boyolali. Di daerah itu Adipati yang berjalan di depan meninggalkan jauh istri yang menggendong anaknya. Hingga pada akhirnya karena kelelahan di tengah terik matahari Adipati duduk beristirahat di atas batu besar menunggu rombongannya yang tertinggal.

Dari kejadian ini Nyi Ageng Kaliwungu kemudian berujar, “Karo bojo mbok ojo lali” (Jangan lupa dengan istri). Dan setelah kejadian tersebut nama Boyolali yang dipercaya berasal dari frase “mbok ojo lali” mulai digunakan untuk menyebut daerah itu.

Jejak kisah perjalanan juga terdengar di kawasan Wedi (kecamatan di sebelah utara Bayat). Nama Wedi dipercaya juga berasal dari kisah perjalanan Sunan, tidak berbeda dengan nama Salatiga dan Boyolali. Di tempat ini Adipati memilih untuk menetap dan bekerja sementara sebelum kembali melanjutkan perjalananannya.

Dua pengikut setianya, Syeh Domba dan Syeh Kewel, diminta untuk menetap di gunung untuk menjalankan meditasi hingga Adipati kembali akan melanjutkan perjalanan. Di daerah ini Adipati bekerja pada seorang juragan beras bernama Gus Slamet. Konon di Wedi inilah nama besar Sunan kian dikenal di kalangan masyarakat.

Saat menetap di Wedi terdapat tiga kisah tentang kesaktian yang ditunjukan oleh Sunan. Kejadian pertama adalah kejadian asal mula nama Wedi. Kejadian yang melibatkan seorang penjual beras dan Adipati.

Suatu hari saat Adipati diminta untuk mencari beras oleh majikannya dia bertemu dengan seorang penjual di jalan. Penjual itu membawa gerobak dan akan menuju pasar. Ketika ditanya apakah dia membawa beras (karena berniat untuk membelinya), penjual tadi mengatakan tidak. Dia berbohong pada Adipati karena tidak mau menjual beras kepada Adipati dan justru mengatakan dia sedang membawa wedi (pasir).

Penjual itu kemudian melanjutkan perjalannya ke pasar untuk menjual berasnya. Namun dia sangat terkejut ketika sampai di pasar dan membongkar muatannya. Dia mendapati semua beras yang dibawanya telah berubah menjadi wedi, persis seperti apa yang dikatakannya pada Adipati.

Kejadian berikutnya adalah saat Adipati membantu istri majikannya, Nyi Tasik, untuk berjualan makanan di pasar. Suatu hari, setibanya di pasar untuk berjualan sama seperti setiap harinya, Nyi Tasik lupa membawa kayu bakar. Nyi Tasik kemudian memarahi Adipati karena hal itu dan saat menghadapi hal itu dia justru menawarkan tangannya sebagai pengganti kayu bakar.

Sesaat kemudian Adipati meletakan tangan di tungku masak dan seketika itu pula api menyembur dari tangannya seperti kayu yang terbakar api. Hal itu tentu tidak hanya menakjubkan bagi Nyi Tasik tetapi juga bagi masyarakat yang kemudian banyak mengenal nama Adipati Pandanaran. Dan konon setelah kejadian itu, Nyi Tasik menjadi salah satu pengikut Sunan dan turut dalam perjalanan ke Gunung Jabalkat.

Kisah terakhir Adipati di Wedi adalah saat Adipati menjadi tukang pengisi air wudhu. Suatu hari saat menjalankan tugasnya dia menggunakan keranjang bambu untuk mengisi air dalam padasan (gentong tempat menyimpan air wudhu). Tentu saja semua orang terkejut melihat kejadian itu karena mereka mendapati tidak setetes air pun keluar melalui sela rajutan bamboo yang digunakan Adipati untuk mengisi padasan.

Kemudian tiba waktu saat Adipati Pandanaran melanjutkan perjalanan menuju Gunung Jabalkat. Kini dia bersiap menerima petunjuk dan arahan yang lebih dari Sunan Kalijaga. Dalam perjalanan itu dia tak lupa menjemput kedua pengikut setianya, Syeh Domba dan Syeh Kewel, dari tempat meditasi mereka.

Dalam perjalanan menuju Jabalkat ini kembali lagi ada satu cerita tentang kesaktian Adipati. Cerita itu diawali dengan anak Adipati yang menangis karena kehausan. Adipati tidak dapat menemukan sumber mata air di kawasan itu, dan kemudian sebuah peristiwa magis terjadi. Terdapat dua versi cerita tentang bagaimana kejadian ini berlangsung, yaitu:

Ada yang percaya bahwa Adipati menggunakan tongkatnya untuk memunculkan sumber mata air di lokasi tadi. Dia menghujamkan tongkatnya hingga air mengucur dan tidak berhenti keluar dari lubang itu hingga membentuk sumur.

Cerita lain yang juga dipercaya warga di sana saat ini adalah Adipati menggunakan kukunya untuk memunculkan sumber air. Dia menggoreskan kukunya ke tanah. Dan seketika itu juga dari bekas goresan kuku Adipati menyembur air hingga membentuk genangan air.

Dari genangan itu kemudian anak dan istri Adipati dapat mengobati rasa haus mereka tadi. Konon genangan air jejak dari kesaktian Adipati itu adalah Sendang Kucur yang terdapat di dalam hutan angker Kucur yang terletak di Paseban, Bayat, Klaten.

Kelanjutan kisah dari perjalanan ini adalah sampainya Adipati dan rombongan di Gunung Jabalkat dan di sana dia mendapatkan nama Sunan Pandanaran atau Sunan Bayat atau Sunan Tembayat. Di sana pula dengan segala ketenaran yang telah dimilikinya selama perjalanan dia menjalankan tugas syiar Islam ke seluruh penjuru Jawa khususnya Jawa Tengah dengan mendirikan masjid yang sekaligus menjadi pesantren pertama.

Kisah terakhir dari Sunan Pandanaran adalah masa ketika dirinya sampai di Tembayat. Di Tembayat Sunan menderikan sebuah masjid di atas Gunung Jabalkat yang sekaligus difungsikan sebagai tempat pendidikan agama. Tempat itu pun akhirnya menjadi pesantren pertama atau sekolah asrama pertama di Jawa Tengah.

Namun usaha yang dilakukan Sunan tidaklah semudah itu. Setelah memilih jalan agama dan melakoni perjalanan yang penuh petualangan ternyata mambatan masih saja ada saat dia berada di Tembayat. Salah satunya adalah perlawanan dari para pemimpin mistis Jawa. Disebutkan dalam kisah ini adalah seorang pemimpin di Jawa harus memiliki kekuatan sakti di luar kekuatan pengetahuan dan wibawa. Dan di saat seseorang memiliki itu semua, barulah semua kalangan di Jawa percaya dengan maksud keberadaanya.

Selain meninggalkan jejak cerita pada saat dirinya menyebarkan agama Islam dari Tembayat. Ternyata kekuatan kebesaran Sunan masih terasa hingga pada masa Sultan Agung, yang hidup di masa setelah Sunan. Beberapa kisah pertemuan Sultan dan Sunan juga beredar dan menjadi salah satu cerita tentang awal mula berdirinya kompleks pemakaman Sunan Bayat yang megah dan elok.

Masa Kebesaran Sunan di Tembayat
Di awal tugas di Tembayat inilah saat Sunan Pandanaran mendapat perlawanan dari pemimpin mistis Jawa. Mereka adalah orang-orang yang mempertanyakan kekuatan sakti yang dimiliki oleh Sunan. Salah satunya adalah perlawanan dari Prawira Sakti, seorang penganut ilmu kebatinan.

Sunan menerima tantangan Prawira Sakti untuk melakukan uji kewibawaan. Beberapa tantangan dilakoni oleh Sunan dan yang pertama adalah tantangan untuk menangkap merpati yang dilepas ke udara oleh Prawira. Yang dilakukan Sunan untuk menangkap merpati itu adalah dengan hanya melemparkan sandal kayunya. Dan dengan sekali lempar burung itu berhasil dijatuhkan.

Tantangan kedua adalah menangkap topi yang oleh Prawira dilempar ke langit jauh hingga tak terlihat oleh mata. Dengan sebelah sandal kayu yang masih ada Sunan berhasil dengan sangat mudah mengenai topi itu dan lolos tantangan kedua.

Pada tantangan ketiga Sunan ditantang untuk mencari keberadaan Prawira yang bersembunyi. Keberadaan Prawira tidak tampak karena dia bersembunyi dengan cara yang tidak biasa. Namun dengan mudah Sunan berhasil menemukan keberadaan Prawira yang bersembunyi di bawah sebongkah batu besar.

Setelah tiga tantangan berhasil dilalui dengan mudah oleh Sunan. Kini giliran Sunan memberikan satu tantangan pada Prawira. Dan sekarang menjadi giliran Prawira untuk mencari keberadaan Sunan yang bersembunyi. Dan Prawira yang sakti gagal menjalankan tantangan Sunan karena tidak dapat menemukan Sunan yang bersembunyi di antara kedua alisnya.

Selain cerita tentang kesaktian yang dimiliki Sunan untuk menghadapi perlawanan para pemimpin mistis Jawa beredar juga cerita tentang kebesaran yang lainnya. Dikisahkan adalah suara adzan yang terlalu kuat dan keras yang didengar oleh salah satu Wali yang berada di Demak.

Suara adzan tadi ternyata adalah suara dari panggilan sholat Sunan Pandanaran dari Tembayat, ratusan kilometer jaraknya. Tentu saja suara yang terlalu keras itu mengganggu Wali tadi hingga kemudian dia meminta Sunan untuk menurunkan suara adzan yang dibuatnya. Menyaguhi permintaan Wali tadi, Sunan kemudian memindahkan masjid yang berada di puncak Jabalkat. Dan dengan kesaktiannya Sunan menarik masjid tadi hingga sampai di lereng gunung.

Kebesaran Sunan Setelah Meninggal
Kebesaran nama Sunan sebagai seorang pemimpin agama tetap terjaga hingga dirinya meninggal setelah menjalankan syiar selama 25 tahun di Tembayat. Salah satu yang membuktikan kebesaran nama Sunan adalah Sultan Agung, pemimpin besar kerajaan Mataram, yang merubah makam Sunan hingga menjadi salah satu kompleks pemakaman termegah di Jawa.

Bukti bahwa Sultan pernah berada di Tembayat ditemukan dalam catatan seorang pemimpin kolonial Belanda (1631 – 1634) yang menyebutkan bahwa penguasa Mataram pergi ke suatu tempat yang bernama Tembaijat untuk melakukan pengorbanan.




Keberadaan Sultan di Tembayat dianggap lazim karena dalam hirarki kekuatan Jawa seorang penguasa “diwajibkan” untuk mencari saran dan petunjuk kepada mereka yang disucikan atau diagungkan. Dan orang suci yang ada di wilayah Mataram adalah Sunan Bayat yang berada di Tembayat.

Pembangunan akhirnya dilaksanakan dan menggunakan cara yang luar biasa. Semua itu dilakukan karena Sunan dianggap sebagai sosok suci dan luar biasa. Seluruh kebutuhan dipilih dengan teliti termasuk para pekerja bangunan. Para pekerja itu harus memiliki perilaku yang santun dengan rohani yang mendukung.

Terpilihlah 300.000 orang sebagai pekerja kompleks pemakaman Sunan Bayat. Ratusan ribu pekerja tadi dikisahkan duduk berderet dari lokasi tambang batu hingga makam. Mereka duduk dengan posisi bersila dan dengan kedua tangannya mereka memindahkan satu per satu batu-batu dari tambang hingga ke makam.

Kisah tentang apa yang dilakukan ratusan ribu pekerja ini kemudian memunculkan gambaran tentang besarnya pengorbanan yang dilakukan untuk membangun kompleks pemakaman Sunan. Dan dengan pengorbanan yang besar itu, kompleks pemakaman Sunan dianggap sebagai salah satu makam tercantik yang pernah ada di Jawa.

Dari berbagai sumber :
chic.id
The Pilgrimage to Tembayat : Tradition and Revival in Indonesia islam,  Tulisan Nellyvan Doorn-Harder (Valparaiso University)

Mensyukuri Nikmat Allah dengan Patembayatan (Kerukunan)

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar



Padepokan Pusaka Sunan Tembayat

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Para warga Padhepokan
Marilah kita semua pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya untuk mensyukuri nikmat sebagai bangsa Indonesia. Karena apa ?

Seandainya bisa diumpamakan ada sekeping surga yang jatuh dibumi, itulah Indonesia.
Masyarakat Indonesia sangat-sangat kreatif termasuk toto rakiting bathin

Coba anda galih, Indonesia ini jika kita pikir. Semua apa yang ada ini mencerminkan :

"Robbana ma kholaqta hadza bathila subkhanaka wakina adzabannar"
(Sungguh tidak ada yang sia-sia segala yang diciptakan Allah)

Atau bahasa yang mudah dipahami aku membuat sesuatu pasti ada manfaatnya.

Obat segala obat ada di Indonesia.
Kalau dulu disebutkan AIDS tidak ada obatnya ternyata Buah Merah (Nongko Celeng) di Jawa  itu sebagai obatnya.
Disebutkan pula ada penyakit yang tidak menular tapi membunuh, seumpanya kencing manis ternyata banyak obatnya disini ada okra, pohon insulin, waluh dll.
Ada kanker, ternyata dedaunan disekitar kita bisa jadi obat.

Masyarakatnya kreatif. Bisa dibanyangkan, bermodal mesin diesel bisa jadi ‘ledhok’ (jawa), bisa dinaiki, bisa dibuat untuk mengupas biji padi akhirnya bisa dibuat bahan makanan.
Ini Indonesia para warga padhepokan.
Masya Allah, harusnya kita syukur.


Para warga Padhepokan
Tapi ada juga yang tidak suka dengan ke-Indonesiaan ini.
Banyak yang tidak suka dengan patembayatan ini (kerukunan ini)
Kalau kita mau berfikir secara benar, kita ini dipaksa menjadi orang lain tidak menjadi diri kita pribadi. Bahkan mohon maaf, kitalah justru yang seolah-olah menjaga ajaran Islam ini.
Buktinya apa para warga Padhepokan? Islam mengajarkan perdamaian tidak mengajarkan peperangan.

Masya Allah…orang islam Jawa ini kalau dilarani orang, bilangnya apa?
"wis to bene, becik ketitik alo ketoro". Tidak mengedepankan perang. Tanah Jawa yang subur ini didatangi berbagai macam suku, tapi tetap rukun, karena kita mampu menjaga patembayatan ini. Inilah bentuk-bentuk rasa paseduluran. Islam mengajarkan perdamaian.

Di tanah Jawa ini  salah satu wali yang ajaran dari Syaidina Ali, dari Rasullulah diantaranya Sunan Tembayat, mengajarkan kerukunan. Bahkan banyak ajaran patembayatan ini yang tidak kita sadari, seperti ajaran Rasullulah bahkan mengacu hadist-hadist, sejarah-sejarah namun tidak semua dijelaskan, tidak sedikit-sedikit berdalil.

Kerono islam itu sejatine software, hardwarenya apa? Ya tingkah laku kita, kepribadian kita. Tingkah laku kita terhadap Allah, Tingkah laku kita terhadap diri kita sendiri dan sesama manusia atau semua makhluk Allah.

Maka  Rasullulah berpesan :

"Tidakkah aku diturunkan ke dunia kecuali untuk memperbaiki akhlak"

Jadi jangan dianggap akhlak itu hanya itu. Akhlak itu ada tiga :
1. Akhlak terhadap Allah
2. Akhlak terhadap sesama
3. Akhlak terhadap diri kita sendiri

Kita diajarkan patembayatan, termasuk patembayatan terhadap diri kita sendiri. Bagaimana rukun dengan diri kita? Contohnya, kalau kita misalnya lelah, harus istirahat. Jangan dipaksa melakukan sesuatu diluar kemampuan diri kita sendiri. Inilah salah satu contoh rukun….tidak mendholimi diri sendiri, ini akhlak. Puasa ya.. sahur ketika imsak dan buka Magrib jangan diteruskan lagi. Agar hak-hak badan, hak-hak perut, hak-hak ragawi terpenuhi.

Patembayatan sesama ummat, Sunan Tembayat tidak pernah mengusik apapun keyakinanmu yang berdiri dan berada dilingkunganmu. Namun kowe ojo ngusik anggenaku mbabarne kaweruh tentang ke-Islaman. Makanya tugas kita hanya menyampaikan saja, mengajak menuju islam dengan ma’kruf.

Tidak membawa senjata, tidak menggunakan kalimat Allah, tidak menggunakan takbir yang dipakai menipu, apa saja yang tidak sejalan dengan kita. Rasulullah meletakkan dasar-dasar di Madinah tapi tidak serta merta mengusir orang Yahudi.

Sofware itu ditanamkan oleh para wali, oleh para auliya di bumi Indonesia ini supaya kita ini rukun kepada pemeluk agama apapun, kepada siapa saja. Kita tebarkan Islam dengan tingkah laku yang baik. Tidak membawa senjata untuk menyakiti. Jangan meniru menyebarkan islam dengan cara kekerasan yang justru menimbulkan anti Islam karena cara penyebarannya yang salah.

Para warga Padhepokan
Itulah software yang ditanamkan mereka. Jangan dianggap orang Jawa tidak Islam, justru sangat Islami para warga. Contohnya : Genduren (selamatan) jangan dianggap tidak ada dalam ajaran Islam. Itu kan cuma gambar. Hakekatnya selamatan itu apa? Ngaturi sodaqah, weweh..dipanjatkan, mari kita nikmati rejeki Allah yang diberikan kepada kita semua untuk orang-orang disekitar kita.

Kalau ada yang bertanya, kenapa ada selamatan 7 hari, 40 hari dst?. maka dijawab, momen-momen yang ada hubungannya dengan budaya, kita manfaatkan untuk berdakwah, untuk bersodaqah untuk menambah silaturahmi kerukunan antar sesama. Bukti syukur kepada Allah untuk berbagi kepada sak padane titah. Itulah hakekat patembayatan para warga.

Dan kalau kita bersyukur, nikmat Allah akan ditambah. Software itu sebenarnya sudah dimasukkan ke hati kita semua oleh para auliya. Kita tidak pernah bertemu dengan Sunan Tembayat apalagi Rasul, tapi ajaran Islam sudah dimasukkan ke hati kita semua.

Para warga Padhepokan
Mari kita mensyukuri nikmat Allah. Dalam bidang mu’amalah dalam bidang toto srawung mari kita rukun kepada siapa saja, kepada pemeluk ajaran apa saja karena apada dasarnya agama sejak nabi Adam itu adalah Islam hanya karena manusianya saja menamakan yang lain.

Mari kita rukun terhadap kita sendiri terhadap ragane awake dewe. Rukun terhadap alam sekitar dan yang utama rukun terhadap Allah. Karena Allah maha segalanya.

Segala sesuatunya itu adalah keikhlasan saja dan semuanya dimulai dari hati kita.
Patembayatan dimulai dari hati kita.
Jika hati kita tidak rukun tapi berpura-pura rukun pasti suatu saat terlihat. Karena itu tidak dimulai dari hatinya. Tapi jika dimulai dari hati kecil kita yang sudah dimasukkan oleh para auliya dihati kita maka akan tercipta kerukunan.

Software tentang keimanan sebenarnya sudah diajarkan kepada kita. Termasuk rukun iman. Maka sekali lagi, marilah kita rukun terhadap kita sendiri. Rukun terhadap sak padane titah dan yang utama rukun terhadap Gusti Allah.

Mugi-mugi kita tansah pinaringan rejeki ngantos benjang teng turun-turun kita sedoyo krono Allah, dipun paringi panjang umur, diparingi hati kang lemah lembut krono Allah
Al-Fatiha….3X


Wassalamualaikum Wr. Wb







Postingan Populer