Ziarah Sunan Tembayat Padhepokan Pusaka


Tanggal 21 Oktober 2017 di siang yang cerah, sekumpulan orang-orang tua maupun muda berkumpul di Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Dandong-Srengat Blitar. Beberapa orang sibuk menyiapkan bungkusan makanan untuk bekal diperjalanan. Beberapa yang lain menunggu di mushola untuk sekedar bercengkerama atau menunaikan sholat Dhuhur. Jam menunjukkan pukul 14.00, 2 bis "Luwes" dari tulugagung tiba di komplek padhepokan. Beberapa saat setelah Pemangku Padhepoka  Pusaka Gus Hairi Musthofa memberi instruksi untuk segera memasuki bis, para warga segera menuju bis masing-masing dengan teratur sesuai dengan tempat duduk yang sudah ditentukan. 

Ziarah SunanTembayat Padhepokan Pusaka


Banner ukuran 1x1 m dipasang didepan bis dan terlihat tulisan "Ziarah Sunan Tembayat". Menurut panitia Wisata religi ini dilaksakana sebagai rangkaian acara untuk memperingati tahun baru Islam 1 sura/Muharram 1348 H. Ada beberapa tempat selain Makam Sunan Tembayat yang dikunjungi. Rencananya setelah ke Sunan Tembayat rombongan akan diajak menuju Makan Minang Langse, Keraton Solo dan terakhir Makam Ki Ageng Muhammad Besari Ponorogo. Sambil menunggu semua siap, dilakukan tahlil di dalam bis dan diakhiri dengan doa untuk keselamatan selama perjalana. Tepat pukul 15.20 kedua Bis berangkat menuju Sunan Tembayat.

Ziarah SunanTembayat Padhepokan Pusaka

Ziarah SunanTembayat Padhepokan Pusaka
Bus 1

Ziarah SunanTembayat Padhepokan Pusaka
Bus 2

Masjid besar Ponorogo

Setelah istirahat sholat Isya dan makan malam di Masjid besar Ponorogo pukul 20.00 rombongan berangkat kembali dan jam 00.10 sampai di Komplek Makam Sunan Tembayat. Rombongan tiba di Komplek Makan Sunan Tembayat ternyata sudah ditunggu oleh warga padhepokan Pusaka dari Magetan. Rombongan tidak langsung menuju makam akan tetapi istirahat di penginapan yang sudah dipersiapkan dan dijadwalkan jam 01.30 baru berangkat menuju Makam Sunan Tembayat.

Ziarah SunanTembayat Padhepokan Pusaka
Rehat di Penginapan

Ziarah SunanTembayat Padhepokan Pusaka

Sunan Bayat sendiri hidup semasa Sunan Kalijaga. Menurut beberapa versi, nama aslinya adalah Ki Ageng Pandanaran. Beliau sebenarnya adalah Pangeran Mangkubumi/Susuhunan Tembayat/Sunan Pandanaran/Wahyu Widayat, keturunan Raja Brawijaya Majapahi. Ki Ageng Pandanaran adalah seorang pejabat tinggi kerajaan di Semarang yang memiliki kekayaan yang melimpah. Tapi kemudian ia memutuskan untuk meninggalkan kehidupan duniawinya, kekayaannya, dan mengabdikan dirinya untuk syiar agama dan daerah Bayat sekitarnya.

Ziarah SunanTembayat Padhepokan Pusaka
Gerbang masuk Pukul 02.00 

Ia menjadi murid Sunan Kalijaga, dan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga diperintahkan untuk berdakwah di daerah Bayat, Klaten. Sunan Tembayat bersama Istrinya melalukan perjalanan kearah selatan sesuai perintah Sunan Kalijaga tanpa membawa bekal apapun. Diceritakan juga pertemuannya dengan 2 orang murid yaitu Syech Domba dan Syech Kewel yang mengabdi kepada beliau sampai akhir hayat. Di sinilah Sunan Bayat berdakwah hingga tutup usia. 



Makam Sunan Tembayat juga membuktikan satu hal, bahwasanya Islam “ramah” terhadap budaya lokal. Proses dakwah yang asimiliatif, penuh toleransi, dan tanpa kekerasan budaya, ditunjukkan oleh makam Tembayat ini. Terbukti kehadiran Sunan Tembayat memberikan pengaruh yang luar biasa bagi masyarakat sekitarnya bahkan sampai sekarang yang sudah beratus-ratus tahun lamanya. Ketrampilan membuat tembikar/gerabah adalah salah satu hasil didikan beliau kepada masyarakat kala itu. Wilayah ini memang tersohor sebagai sentra pengrajin gerabah turun menurun, sentra pengrajinnya berada di desa Pager Jurang (Kec. Bayat) dan Melikan (Kec. Wedi). Kualitas dan desain gerabah Bayat tak perlu diragukan lagi. 

Aneka Kerajinan Gerabah Khas Bayat
Selain itu makam ini memberi pelajaran penting bahwa mengajak kepada kebaikan tidak harus melalui kekerasan, pelajaran akan pentingnya toleransi untuk keharmonisan hidup. Makam ini juga menjadi teladan seorang Sunan Bayat yang rela meninggalkan kehidupan duniawi yang penuh kemewahan demi sebuah panggilan nurani untuk kemanusiaan dan pencerahan.

Pukul 2.00 rombongan berjalan kaki menuju Makam Sunan Tembayat. Untuk mencapai lokasi makam kita harus mendaki ratusan anak tangga yang cukup melelahkan dari lokasi tempat parkir kendaraan. Namun jika tak ingin  mendaki tangga, ada jasa ojek yang akan siap mengantar sampai ke atas dengan melewati jalan melingkar di sisi timur bukit jabalkat, melewati jalan di tengah perkampungan penduduk. 

Ziarah SunanTembayat Padhepokan Pusaka
Anak Tangga Menuju Makam Sunan Tembayat
Setelah mengisi buku pendaftaran kami dipersilahkan masuk pintu gerbang dan mulai menaiki ratusan anak tangga menuju makam utama. Disekitar tangga kiri kanan dipenuhi dengan kios yang menjual berbagai produk asli bayat diantaranya : beraneka makanan oleh-oleh seperti intip (kerak nasi), gula kacang, jenang ayu, madu dan lain-lain. Dijumpai juga beraneka barang souvenir seperti, bermacam macam baju batik, gerabah, Arit, pisau, gantungan kunci. Di halaman makam di bawah ada bakul yang khas yaitu minuman Dawet Bayat yang disimpan di dalam  gerabah/tanah.

Ziarah SunanTembayat Padhepokan Pusaka
Dawet Khas Bayat Klaten
Setelah sampai dipenitipan sepatu dan sandal, barulah terlihat komplek makam yang megah. Kompleks makam Sunan Pandanaran di Bayat terletak di perubukitan Jabalkat (sekitar 860 mdpl).
Di pertengahan bukit Jabalkat terdapat kompleks pemakaman, dan sebuah masjid tua yang sampai sekarang masih berfungsi dan digunakan untuk beribadah sholat para peziarah. 

Selain makam, di tempat itu juga terdapat Masjid Golo atau Masjid Pandaranan, yang terletak di perbukitan setinggi 12 meter di tepi jalan raya. Sebagai bangunan utama berukuran 12 X 11 meter itu ditopang dua emperan susun setinggi 3,40 meter dengan lebar 3 dan 2 meter. Penyangga utama masjid ditopang 16 tiang yang terbuat dari kayu jati.

Ziarah SunanTembayat Padhepokan Pusaka
Masjid Sunan Tembayat

Berdasar catatan, masjid ini menjadi saksi peninggalan dakwah Ki Ageng Pandanaran atau Sunan Tembayat, saat menyiarkan agama Islam di daerah Bayat dan sekitarnya. Dalam pengertian bahasa Jawa kata Golo berasal dari suku kata Go yang berarti satu. Dan Lo yang berarti tujuh. Sehingga mengandung pengertian angka 17 yang mengisyaratkan banyaknya rekaat dalam shalat lima waktu.

Kompleks makam Sunan Tembayat terdiri dari 6 halaman yang dipisahkan dengan tembok keliling dan dihubungkan dengan pintu masuk khusus. Tempat makam Sunan Pandanaran terletak di sebuah cungkup atau bangunan tertutup yang cukup besar, terletak pada halaman terakhir yang merupakan lokasi paling tinggi.

Pintu gerbang menuju tiap bagian makam

Bangunan-bangunan kuno monumental yang terdapat di kompleks makam ini antara lain:
  1. Gapura Segara Muncar, berbentuk candi bentar terletak di kaki bukit. Ada sebuah kalimat  sengkalan (kalimat pengingat waktu) yang tertulis di sana.
  2.  Murti Sarira jleging ratu. yang diartikan sebagai angka tahun 1448 Saka (1526 Masehi)
  3. Gapura Dhudha, berbentuk candi bentar. 
  4. Gapura Pangrantunan, berbentuk paduraksa tanpa pintu.
  5. Gapura Panemut, berbentuk candi bentar.
  6. Gapura Pamuncar, berbentuk candi bentar.
  7. Gapura Bale Kencur, berbentuk paduraksa berdaun pintu.
  8. Bangunan-bangunan makam keluarga dan pengikut Sunan Pandanaran
  9. Dua buah padasan (tempat untuk bersuci/wudlu) yang disebut kyai Naga
  10. Bangunan cungkup makam Sunan Pandanaran.

Setelah tiba di Centhongan makam utama beberapa rombongan langsung mencari tempat disekitar makam, disisi utara barat selatan dan timur nisan yang berada di cethongan. Ada beberapa peziarah sebelum rombongan kami yang sudah ada disitu.

Ziarah SunanTembayat Padhepokan Pusaka
Bpk. Hairi Musthofa bersama warga Padhepokan dan juru kunci makam

Secara bergantian beberapa rombongan padhepokan PUSAKA memasuki centhongan yang terbuat dari papan belabak (kayu lembaran) dan dipimpin doa oleh Gus Hairi Musthofa. Beberapa rombongan lain menunggu giliran duduk bersila disekitar cethongan sambil berdoa dengan cara masing-masing. Setelah semua sudah masuk cethongan, rombongan keluar menuju pintu utama dan memberi sedekah seikhlasnya ditempat yang disediakan.
Makam Minang Kabul



Pintu masuk centhongan Nisan Sunan Tembayat

Beberapa orang langsung berangkat menuju puncak bukit Jabalkat dengan berjalan kaki tapi lebih dulu mengambil Alas kaki yang dititipkan dibawah. Pukul 3.30 sekira 20 orang padhepokan pusaka berangkat menuju puncak jabalkat meniti jalan setapak tanah berbatu ditemani lampu penerangan dari HP karena kondisi masih gelap.

Ziarah SunanTembayat Padhepokan Pusaka
Perjalanan menuju Jabalkat

Setengah jam kemudian tibalah kami dipuncak jabalkat dan terdengar suara alunan ayat suci alquran dikumandangkan. Ternyata sebentar lagi waktu subuh sudah tiba. Dengan berwudlu di padasan yang terbuat dari tanah liat kami bergantian untuk segera menunaikan solat subuh berjamaah.

Warga Padhepokan Pusaka sholat Subuh berjamaah di Jabalkat


Gunung Jabalkat
Tak kalah populer dengan makam sunan Tembayat, Gunung Jabalkat atau sebenarnya secara geografis berupa sebuah bukit, dan didalam Babad Demak Pupuh Kinanti disebutkan bagaimana ketika itu Sunan Pandanarang II, Istri beserta Sambang Dalan (Syech Domba) bertemu dipuncak Jabalkat dengan Kanjeng Sunan Kalijaga, mereka menemukan sebuah bangunan kecil berupa gubug sederhana "masjid" serta padasan yang kosong. Ditempat itu pula Kanjeng Sunan Kalijaga menyuruh Sambang Dalan untuk bertobat kepada Tuhan Yang Maha Esa agar kutukan "Domba/kambing" hilang dan berubah menjadi sediakala. Digambarkan juga semenjak kedatangan Sunan Kalijaga, di Jabalkat muncul mata air yang airnya mengalir sampai ke kaki gunung.

Salah satu sudut gubug di Jabalkat

Pada kesempatan itu pula Ki Ageng Pandanarang memohon untuk mendapatkan penjelasan tentang “hakikat manusia yang sesungguhnya”serta ingin tahu tentang asal–tujuan-akhir hidup manusia ini. Sehubungan dengan itu dalam Babad Demak  pada pupuh Kinanti disebutkan pula bahwa  Sunan Kalijaga kemudian mewariskan apa yang dinamakan  “ilmu hakiki”  kepada  Ki Ageng Pandanarang II.

Pagar dipuncak Jabalkat

Dalam masyarakat Jawa yang disebut ilmu hakiki adalah ajaran yang berkaitan dengan asal dan tujuan ciptaan Tuhan yang lebih populer dengan istilah ajaran mengenai perpaduan antara hamba dan Tuhannya. Ilmu tersebut diberikan Sunan Kalijaga kepada Ki Ageng Pandanarang sehubungan tugas khusus yang diberikan untuk mengislamkan penduduk di daerah Tembayat dan sekitarnya.



Demikian, setelah5 berhasil mewarisi ilmu dari Sunan Kalijaga, sebelum meninggalkan Jabalkat Sunan Kalijaga memberikan nama kepada kepada Ki Ageng Pandanarang II sebagai Sunan Bayat atau Tembayat.

Baca Juga :
Hasil Aurotan Kamis Malam Jum'at minggu ke-4 Oktober 2017


***
Minang Langse
Tepat pukul 07.00 rombongan berangkat menuju Makam Minang Langse/Panembahan Pase. Makam ini lokasinya sangat dekat dengan makam Sunan Tembayat. Masih dalam satu Kecamatan Bayat. Kurang Lebih 15 menit sampailah di komplek makam Minang Langse yang berada di sisi tebing bukit yang dipenuhi dengan pepohonan disekitarnya.

Pintu gerbang berupa bangunan tembok batu yang di cat merah putih  dengan pintu masuk berupa gapura putih, disisi kiri gapura ada papan tulisan "Menang Langseh".

Minang langse/Panembahan Pase merupakan cucu Sunan Tembayat dari Panembahan Djiwo.



Pintu gerbang Makam Minang langse

Anak tangga menuju Makam

Antri memasuki centhongan makam


Bapak Hairi Musthofa

menunggu giliran masuk centhongan






Srikandi Padhepokan

Setelah makan pagi pukul 8.30  rombongan berangkat menuju Keraton Surakarta dan perjalanan ditempuh dalam waktu 1,5 jam. Di Solo merupakan tempat transit untuk para warga padhepokan yang ingin sekedar jalan-jalan, belanja ataupuh hanya sekedar beristirahat di sekitar parkir bis yang merupakan pusat kerajinan keris dan barang-barang antik lainnya.
Suasana di Pasar Antik Sukoharjo


Salah satu kios di Alun-alun Solo

Tepat pukul 13.00 bis melanjutkan perjalanan ke Ponorogo mengunjungi makam Kyai Ageng Besari.

Rehat dan Sholat Ashar di Masjid Al-Hidayah Wonogiri


Kyai Ageng Mohammad Besari
Pada abad 18 Gebang Tinatar-Tegalsari adalah pondok pesantren pertama di Ponorogo. Sejauh ini belum diketahui secara pasti kapan persisnya Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari didirikan. Kyai Ageng Muhammad Besari, pendiri sekaligus pengasuh pertama pesantren ini dikenal sebagai seorang pertapa yang mengasingkan diri. Hidupnya hanya diabdikan untuk beribadah kepada Tuhan. Setiap harinya ia hanya makan dari akar-akaran. Banyak orang yang berdatangan kesana untuk belajar Al-qur’an. Lambat laun pengikutnya semakin banyak dan kemudian menetap di desa yang dikenal dengan nama Tegalsari. Kelak keturunannya mendirikan berbagai pesantren diseluruh nusantara dan salah satunya adalah  Pesantren terbesar yaitu Pesantren Gontor.

Dalam perkembangannya, pesantren ini telah melahirkan tokoh-tokoh ternama. Diantaranya adalah Pakubuwono II, raja Kasunanan Kartasurya. Dia mengenyam pendidikan di Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari ketika Kerajaan Kartasura sedang menghadapi ‘Geger Pecinan’. Pemberontakan kelompok Tionghoa tersebut dipimpin oleh cucu Sunan Mas yang bernama Raden Mas Garendi atau Sunan Kuning. Karena kualahan, Pakubuwono II terpaksa menyingkir kearah timur dan kemudian berlindung dipesantren yang diasuh oleh Kyai Ageng Mohammad Besari ini. Setelah ‘nyantri’ disana beberapa lama, Pakubuwono II akhirnya dapat menduduki tahta kembali pada tahun 1743 M. Kemampuannya mengalahkan kelompok Mas Garendi tersebut tidak lepas dari bantuan Kyai Ageng Muhammad Besari beserta murid-muridnya. Atas jasa Kyai Ageng Besari mengembalikan kedudukan Pakubuwono II inilah, maka Tegalsari dibebaskan dari pembayaran pajak kepada kerajaan Kartasura atau disebut sebagai ‘Tanah Perdikan’.

Baca Juga :
Hasil Aurotan Kamis Malam Jum'at minggu ke-4 Oktober 2017 


Berdoa bersama di makam Kyai Ageng Besari

Pintu Gerbang Makam yang sudah direnovasi

Menunggu Sholat Magrib di Makam Kayi Ageng Besari




Memperingati Tahun Baru Hijriyah Padepokan PUSAKA Sunan Tembayat

Memperingati Tahun Baru Hijriyah Padepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Bapak Bupati Blitar Memperingati Tahun Baru Hijriyah di Padepokan PUSAKA Sunan Tembayat

Padepokan PUSAKA Sunan Tembayat sebagai salah satu elemen masyarakat di Kabupaten Blitar sejak pertama didirikan sudah mengemban misi, salah satunya untuk melestarikan nilai-nilai sosial (Sosial Value) yang diwariskan para leluhur Bangsa Indonesia untuk ikut memberikan dan membimbing kehidupan dalam pergaulan masyarakat (interaksi sosial) sesuai kearifan lokal (Local Genius). Hal ini terbukti nyata selama ini mampu berfungsisebagai alat pengendali masyarakat (Social Controller) yang sangat efektif dalam masyarakat Bhineka Tunggal Ika ini.

Hal tersebut tercermin dari karakter khas para Santri Padepokan Pusaka yang tidak suka menonjolkan diri bahkan secara aktif ikut dalam berbagai kegiatan sosial untuk kemaslahatan ummat, khususnya untuik mewujudkan kebahagiaan lahir dan batin.

Memperingati Tahun Baru Hijriyah Padepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Bapak Bupati Blitar Drs. H. Rijanto, MM dan Gus Hairi Musthofa
 Dengan harapan, hal tersebut menstimulasi elemen masyarakat yang lain untuk ikut bersama-sama, berkolaborasi membentuk wadah bersama yang bergabung dalam Paguyuban Pencinta dan Pelestari Budaya Bangsa yang bersifat temporer tidak diformalkan.

Memperingati Tahun Baru Hijriyah Padepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Peserta Kirab Budaya dari Perguruan Pencak Silat Cempaka Putih
Kegiatan yang riil sebagai bentuk personifikasi semangat untuk tetap mencintai dan melestarikan budaya bangsa adalah pada saat momentum menyambut Tahun Baru Hjriyah/Jawa yang waktunya bersamaan. Saat itu disebut dengan "Galengan Tahun", yakni perpindahan "Titi mangsa" dari tahun lama ke tahun baru atau lebih dikenal dengan "Suroan". Suatu kegiatan rutin konstuktif sebagai alternatif terbaik untuk aktivitas masyarakat dalam mengisi agenda libur menurut  kalender nasional Indonesia pada semester kedua tahun 2017.

Memperingati Tahun Baru Hijriyah Padepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Atraksi Silat Cempaka Putih

Postingan Populer