Sowan Ngarsane Pangeran Kanthi Roso Ikhlas

Minggu ke-4 November 2017
Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar





Assalamu'alaikum Wr. Wb

Para warga Padhepokan
Islam tidak hanya menuntun jasad kita saja. Supaya ngabekti teng Allah tidak hanya jasad saja. Tapi Islam juga menuntun hati kita, rohani kita, tansah eling dateng Allah.
Manakala kita hanya sowan ngarsane Allah jasad saja maka hati kita kemana-mana, atine awake dewe masih men-Tuhankan yang lain masih men-Tuhankan sesuatu yang lain  diluar Allah maka kita sesungguhnya masih menyembah berhala

Para warga Padhepokan
Kalau kita semua betul-betul memahami hakekat kehidupan dan hidup itu sendiri, mari kita telaah, tidak ada satupun kecuali untuk Allah, tidak ada satupun dalam hidup kita apapun bentuknya kecuali Lillah. Mari, kalau kita mau nggalih :

“Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil alamin”
(Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam)

bahkan diujung kematian kita,  tarikan nafaspun, semuanya harus Lillah kersanig Allah. Artinya apa dulur para warga padhepokan? urip iki tanpo ikhlas ing pandume sing gae urip maka hidup ini adalah sebuah kesengsaraan bathiniah yang amat panjang. Bukan hanya sengsara sifat jasad kita sendiri tapi juga sengsara sifat-sifat ruhani kita.

Orang ikhlas itu bukan berarti orang yang tidak berusaha, jangan salah sangka, orang yang ikhlas itu adalah segala sesuatu menyandarkan kepada Allah dalam bentuk apapun termasuk dalam usaha. Contohnya : ada orang yang belajar karena Allah. Bukan berarti orang  itu tidak punya gegayuhan (cita-cita) tapi cita-cita yang dituju itupun karena Allah maka menuntut ilmu itu adalah suatu keberkahan. Beda dengan orang yang menuntut ilmu pada sebuah cita-cita tertentu saja, tidak ada berlandaskan ikhlasing marang Allah. Maka permohonan dalam bentuk belajar itu ora nusul kersaning Allah dan jika orang tersebut diberi hasil oleh Allah maka yang sering terjadi adalah muncul sebuah kesombongan. Maka inilah yg dikatakan oleh Syekh Ibnu Atha’illah :

"Sak tenane apapun kegiatanmu bahkan keberhasilanmu itu bukan karena usahamu tapi karena ridhone Gusti Allah". 

Para dulur warga padhepokan 
Niki ingkang kita padosi, ridhoning pangeran. Pangeran niku paring ridho yen kita ridho ing ngatase Pangeran, ing ngatase peparinge Pangeran. Kalau kita  tengok sejarah Sunan Tembayat, seseorang yang saat ini kita sebut Sunan Pandanarang. Awalnya adalah Adipati Semarang yang ke dua. Tidaklah kurang kehidupannya. Istri pertama meninggal di Pajang. Kalau sekarang Masjid Belukan, daerah Laweyan ke Selatan sedikit terus ke Barat ada masjid kecil paling tua se Solo, itulah Masjid Belukan yang awalnya adalah pura Hindu kepunyaan Ki Ageng Beluk yang ditundukkan oleh Ki Ageng Ngenis. Sementara itu istri yang dua dimakamkan di Jabalkat. Jadi total istrinya tiga. Pada saat itu tidak kurang kehidupannya. Akan tetapi karena tidak pernah menerima ikhlasing pandum sing gae urip, apapun yang diberikan Allah merasa kurang dan merasa itu semua adalah usahanya sendiri karena beliau masih menganggap adalah seorang adipati Semarang. Akhirnya yang menjadi Malik didalam hatinya adalah nafsu.

Ada nafsu Aluamah, nafsu ingin makan tidak peduli apapun. Nafsu amarah, marah terus, dilayani apa saja masih tetap marah. Nafsu supiah, nafsu tentang keduniawian dan dicari terus sampai dapat. Akan tetapi nafsu mutmainah (mulamah) yang berwarna putih didalam hatinya, sangat-sangat kecil peranannya karena sudah tertutup oleh nafsu-nafsu yang lain. Ketidak ikhlasaan inilah yang menjerumuskan Ki Ageng Pandanarang menjadi tidak pernah bisa mendapat petunjuk dari Allah melalui hamba-hambanya. Bahkan untuk menerima petunjuk tentang Islam yang kaffah, harus melalui proses keangkuahan dari seorang Pandanarang. Lalu muncul pertanyaan apakah sudah masuk Islam waktu itu? Jawabnya sudah! Karena setelah setelah ada pergeseran pemerintahan Majapahit semua adipati sudah banyak yang masuk Islam kecuali Bali dan Banyuwangi.

Para warga Padhepokan
Karena tidak bisa memahami Islam yang kaffah. Beliau tidak menyadari jika Rasul pernah berpesan  bahwa umat Islam suatu saat nanti akan seperti buih ombak dilautan dan hanya terapung-apung jika sudah cinta dunia dan takut mati.

Tidak berfikir bahwa ketika nanti menghadap ke Rob ku. Suatu saat aku ngadep pangeranku yang Maha Agung, Pangeran Suronatan Maharaja Al-Malik, apa yang akan saya dibawa? Kita dinaiki oleh kepentingan duniawi. Bukan duniawi menjadi alat kepentingan kita untuk agama. Namun apabila Allah menghendaki hidayah diturunkan, maka diutuslah Kanjeng Sunan Kalijogo untuk menggerakkan hatinya, menyampaikan dakwahnya, menyampaikan kebenarannya dengan akhlakul karimah. Jangan salah, Rasul dakwah juga dengan akhlakul karimah tidak mengangkat pedang atau panah sebagaimana orang barat memahaminnya tapi Rasul membela diri, membela muslim yang akan diserang orang Quraisy.

Kalau sekarang ini mungkin ada  sekelompok orang yang memaksakan kehendak dengan menggunakan kalimat Allah dan takbir tapi menggunakan senjata. Berbeda dengan Rasul, Rasul menggunakan senjata manakala diserang. Rasulullah tidak pernah menyerang terlebih dahulu.

Para warga Padhepokan
Kembali ke  Cerita Sunan Tembayat. Sunan Kalijogo berpura-pura menjadi penjual rumput ke Ki Ageng  Pandanarang waktu itu. Berkali-kali tidak dibayar dan yang terakhir bahkan dituduh mencuri. Bagi orang yang ikhlas atas pandume Allah, dunia itu tiada abadi. Dunia itu hanya kendaraan maka Sunan Kalijogo mencangkul tanah menjadi emas. Awalnya Ki Ageng Pandanaran mengejar emas ini. Bagaimana kayanya jika bisa seperti itu, mencangkul tanah menjadi emas. Tapi akhirnya muncul suatu kesadaran dalam diri Ki Ageng Pandanaran bahwa selama ini beliau menempuh jalan yang salah.

Para warga Padhepokan
Akhirnya Ki Ageng Pandanaran bisa menerima bahwa hidup ini tidak hanya dunia. Tapi rohani ini tidak bisa diberi makanan duniawi saja. Maka dengan kesadaran, beliau menghadap kepada  Sunan Kalijogo, Duh kanjeng sunan kalijogo, panjenengan akoni kulo murid panjenengan, kulo derek dawuh lamapah panjenengan. Maka kemudian diperintahkan oleh Sunan Kalijogo untuk melakukan perjalanan, hijrah dari Semarang ke Klaten. Banyak sekali peristiwa didalam perjalan itu. Disebutkan pula beliau akhirnya bertemu dengan salah satu muridnya yaitu Syekh Kewel dan Syekh Dumbo. Kalau di Jateng disebut Mbah Kewel dan Mbah Dumbo.

Hijrah kedua adalah proses pindahnya Sunan Tembayat dari seseorang yang mempunyai harta dan kedudukan yang tinggi menjadi orang biasa. Dalam arti, urip sak madyane bahkan beliau harus mencuci kekayaannya dengan menjadi tukang merebus air untuk minuman di warung Nyai Tasik. Hijrah inilah yang terjadi, hidup apa adanya. Karena latar belakang beliau adalah seorang negarawan maka seiring waktu beliau mengajarkan kepada orang-orang disekitarnya untuk belajar ilmu ketatanegaraan, ilmu Islam dll di Padhepokan Tembayat.

Para warga Padhepokan
Apa yang kita cari didunia ini? Sudah siapkah kita ini mati? Maka Rosul berpesan, ibadah itu seperti kita hidup selama-lamanya. Ibadah itu tidak hanya sholat dan membaca Al-Quran saja. Ibadah itu semuanya untuk kebaikan. Bahkan membuang duri di jalan adalah ibadah. Bergaul dengan tetangga dengan baik itupun juga termasuk ibadah. Tersenyum kepada setiap orang juga bagian dari ibadah. Lakukan semua kebaikan kecuali yang dilarang dengan didasari keikhlasan maka Allah akan mencukupkan, akan mencukupi apa yang dibutuhkan hambanya.

Para warga Padhepokan
Semoga dengan keikhlasan inilah maka Allah akan menjawab semua permasalahan kita, apapun masalahnya, baik itu masalah ekonomi, masalah rumah tangga, apa itu permasalahan dunia dengan ikhlas kanti rosone awake dewe sowan ing ngarsane Allah.

Mari kita tauladani Rasulullah, para wali, para kekasih Allah yang lain. Lakukan kebaikan dengan ikhlas kepada semua orang tanpa melihat dan membedakan agama, partai dan lain-lainnya. Karena itu para dulur, malam ini mari kita mengheningkan pikir, ngresiki ati, kencenge ati kita , membaca Al-Fatihah umul kitab ing ngasane Allah.

Mugi kulo lan panjenengan, sak anak turun kulo lan panjenengan tansah diparingi hidayah, tansah dipun paringi kekuatan dhohir lan bathin, kekuatan iman, keselamatan dunia akhirat lan tinabulaken ingkang dados penyuwunipun, Al-Fatihah 3x

Ya Allah dzat kang maha agung, kang ngratoni segalane poro ratu, kang ngabulaken sedanten penuwunipun  makhluk-makhluk panjenengan ya Allah, nyuwun kabulaken penyuwun kulo, penyuwun jamaah kulo, penyuwun wargo padhepokan teng pundi mawon sak anak piturunipun ya Allah,  nyuwun paringan hidayah ya Allah…Al-Fatihah

Ya Robi…Panjenengan dadosaken kulo sak wargo kulo sak rirone tunggal, kados dening panyuwunipun kanjeng Sunan Kalijogo..Al-Fatihah 3x

Ya Allah…Panjenengan tuntun kulo, wargo kulo dadosaken kawulo ingkang tansah nresnani kekasih Panjenegan, Rasulullah Muhammad, Al-Fatihah 3x 

Ya Robi…Panjenengan pindahaken saking imane donya dumateng imane panjenengan, imane sedanten perintah-perintah panjenengan, dadosake kulo lan wargo padephokan sak turunipun sedoyo, dados hamba-hamba ingkang ikhlas, hamba-hamba yang Kau kasihi ya Robii, Al-Fatihah.

Wassalamualaikum Wr. Wb




Sejarah Perjalanan dan Kebesaran Sunan Tembayat


Sunan Bayat atau juga Sunan Pandanaran adalah sosok besar dalam sejarah penyebaran agama Islam terutama di kawasan Jawa Tengah. Sosok yang hidup di masa yang sama dengan Wali Sanga ini berjuang selama 25 tahun untuk menyebarkan agama bersama sahabat dan pengikutnya dari kawasan Bayat, Klaten.

Di Bayat pula Sunan dimakamkan dan di sana pula kemudian sebuah kompleks pemakaman megah dibangun untuk mengenang jasa-jasanya. Sosok besar nyaris tidak pernah luput dengan cerita-cerita besar yang muncul selama hidup mereka, termasuk di diri Sunan Pandanaran, baik selama dia hidup bahkan setelah wafatnya.

Dari masa dia masih menjabat status sosial keduniawian hingga saat pencerahan, dari saat dia memilih jalan Islam hingga dia meninggal dunia, tidak pernah sosok besarnya lepas dari cerita-cerita kebesaran. Baik cerita “kedewaan” hingga cerita kebijaksanaannya sebagai seorang manusia telah berkembang dan diceritakan turun temurun hingga saat ini.

Dalam edisi pertama Ragam cerita Sunan Pandanaran kali ini akan diceritakan tentang Sunan Bayat yang masih menjabat sebagai Adipati Pandanaran, bupati Semarang, di saat sedang terjadi transisi dari kerajaan Hindu Buddha Majapahit ke kerajaan Islam Mataram.

Masa Menjadi Bupati Semarang
Sunan Pandanaran dahulu kala menjabat sebagai seorang bupati Semarang, dia dikenal sebagai sosok pemimpin yang kikir. Hidupnya bergelimang harta. Dia suka membeli barang dengan harga rendah dan menjualnya dengan harga yang tinggi untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.

Datangah suatu waktu Sunan Kalijaga yang ingin mengingatkan adipati akan kesalahannya. Namun Sunan tidak datang begitu saja. Sunan datang dengan menyamar sebagai seorang penjual rumput.

Sunan Kalijaga datang membawa satu karung rumput (alang-alang – bahasa Jawa) pada Sunan Pandanaran yang kala itu masih bergelar Adipati. Rumputnya pun dibeli dengan harga murah seperti biasanya. Singkat cerita, setelah cara-cara yang dipakainya menemui kegagalan. Sunan menyadari bahwa dia harus menggunakan cara keras untuk membuat bupati mengerti maksudnya.

Sunan Kalijaga kembali mendatangi Adipati dan kali ini menyamar sebagai seorang peminta-minta. Beberapa kali bupati melemparkan koin padanya namun pengemis itu tidak juga pergi. Melihat hal itu, Adipati pun murka.

Di saat itu pula pengemis tadi menjelaskan niat kedatangannya ke hadapan Adipati. Pengemis itu datang bukan untuk uang melainkan untuk mendengar suara bedug pertanda waktu sholat tiba. Setelah itu, pengemis tadi mencangkul tanah. Adipati terkaget-kaget dengan apa yang dilihatnya saat itu. Tanah yang tadi dicangkul oleh pengemis berubah menjadi sebongkah emas. Dan di saat itu pula Adipati mendapatkan pencerahan tentang kehidupan dunia yang hanya bersifat sementara.

Barulah kemudian Adipati Pandanaran mengerti apa yang dimaksudkan Sunan Kalijaga dan bersedia dibimbing Sunan. Namun sebelum lebih jauh lagi, Sunan mengajukan empat syarat pada Adipati jika dia ingin menjadi muridnya. Keempat syarat tadi adalah:

1. Bupati harus berdoa dengan rutin dan mengajarkan Islam, mengajak semua penduduk yang berada di wilayah kekuasaanya masuk ke agama Islam.

2. Adipati harus memberi makan santri dan ulama, membuat bedug di langgar-langgar.

3. Memberi dan menyumbang dengan ikhlas dan menyerahkan kekayaannya pada yang membutuhkan dalam bentuk zakat.

4. Ikut pulang ke rumah Sunan Kalijaga dan menjadi orang yang bersedia menyalakan lampu rumah Sunan.

Dan barulah setelah itu kisah Adipati Pandanaran, seorang yang baru saja berjanji untuk lepas dari keduniawian, berlanjut untuk menuntut ilmu pada Sunan Kalijaga di Jabalkat, Bayat. Dan kisah selanjutnya dari Adipati Pandanaran adalah kisah perjalannnya menuju Jabalkat bersama istrinya.

Setelah Sunan Kalijaga mengajukan empat syarat yang harus dipenuhi oleh Adipati Pandanaran, Adipati akhirnya melakukan perjalanan ke Jabalkat, Tembayat. Dalam perjalanan tersebut, Adipati tidak sendiri melainkan ditemani oleh istrinya, Nyi Ageng Kaliwungu, yang tidak mau meninggalkan suaminya.



Kisah perjalanan Adipati Pandanaran menuju Gunung Jabalkat mencari Sunan Kalijaga penuh dengan rintangan dan cerita yang membesarkan namanya hingga dikenal luas oleh masyarakat pada waktu itu. Cerita-cerita tentang kesaktian dan kebijakan Adipati akhirnya mengantarkan Adipati pada gelar Sunan Pandanaran dan diterima baik oleh masyarakat luas dan juga mereka yang masih lekat dengan kepercayaan Orang Jawa di saat itu.

Tidak hanya jasanya dalam menyebarkan agama Islam, hingga saat ini masyarakat luas percaya bahwa dalam perjalanan tersebut Sunan Pandanaran adalah sosok besar yang memberikan nama pada beberapa tempat di Jawa seperti Salatiga, Boyolali, Wedi dan Jiwo. Bahkan Sunan Pandanaran juga yang disebut-sebut-sebagai sosok yang meninggalkan jejak kesaktian seperti Sendang Kucur dan batu Kali Pepe.

Perjalanan Panjang Dari Semarang Menuju Gunung Jabalkat
Perjalanan yang penuh dengan petualangan ditempuh Sunan Bayat dengan jarak kurang lebih 120 km. Dan dalam perjalanan ini lah Adipati Pandanaran diramalkan menjadi seorang pemimpin besar umat Muslim nantinya.


Adipati tidak melakukan perjalanannya seorang diri. Karena tidak ingin meninggalkan suaminya yang memilih jalan agama dengan meninggalkan semua kekayaannya dan melakukan perjalanan panjang mencari Sunan Kalijaga di Gunung Jabalkat, Nyi Ageng Kaliwungu, memilih ikut bersama suaminya.

Namun tidak sepenuhnya Nyi Ageng Kaliwungu dapat meninggalkan segala kekayaan yang dimiliki seperti yang dilakukan Adipati. Dalam perjalanan itu, dia memasukan beberapa perhiasan dalam tongkat bambu yang dibawanya dengan maksud untuk berjaga-jaga selama di perjalanan.

Apa yang dilakukan istrinya ternyata menuntun pada sebuah perkenalan dengan dua perampok yang nantinya menjadi pengikut setia Sunan Bayat. Hal itu berawal ketika mereka sampai pada suatu daerah (kini Salatiga) dan di sana mereka dihentikan oleh dua orang perampok bernama Sambang Dalan dan seorang rekannya.

Saat mereka meminta harta benda, Adipati yang tidak membawa apa-apa menyuruh dua perampok tadi mengambil bambu yang dibawa istrinya. Adipati juga mengatakan bahwa isi dalam bambu itu cukup untuk memenuhi kebutuhan seumur hidup mereka. Adipati juga berpesan agar mereka tidak melukai istrinya.

Namun sifat serakah para perampok makin menjadi karena mengira istrinya pasti membawa barang berharga lainnya. Kedua perampok tadi pun mulai menggeledah istri Adipati untuk menemukan benda berharga lainnya. Seketika pula istri Adipati berteriak minta pertolongan.

Dari kejadian ini dipercaya nama kota Salatiga berasal. Saat itu Adipati berujar, “Wong salah kok isih tega temen” (Sudah berbuat salah tetap saja tega). Dan dia juga menyebut bahwa mereka bertiga telah berbuat salah. Dan kemudian lokasi perampokan itu disebut Salatiga yang berasal dari kata “salah” dan “tiga”, Salahtiga (Salatiga).

Dari kejadian itu juga dua perampok yang menghentikan perjalanan mereka mendapatkan pelajaran. Sambang Dalan disebut oleh Adipati telah berbuat keterlaluan seperti domba (hewan). Rekan dari Sambang Dalan ketakutan melihat kejadian itu hingga tubuhnya gemetaran.

Mereka berdua akhirnya menyesali perbuatan mereka dan memohon ampun kepada Adipati. Mereka juga berjanji untuk mengabdi dan setia kepada Adipati dan akan ikut dalam perjalanan menuju Jabalkat. Dua perampok tadi akhirnya menjadi pengikut pertama Adipati setelah sang istri dan dijuluki sebagai Syeh Domba (Sambang Dalan) dan Syeh Kewel.

Cerita perjalanan Adipati berlanjut saat mereka sampai ke daerah yang sekarang dikenal dengan nama Boyolali. Di daerah itu Adipati yang berjalan di depan meninggalkan jauh istri yang menggendong anaknya. Hingga pada akhirnya karena kelelahan di tengah terik matahari Adipati duduk beristirahat di atas batu besar menunggu rombongannya yang tertinggal.

Dari kejadian ini Nyi Ageng Kaliwungu kemudian berujar, “Karo bojo mbok ojo lali” (Jangan lupa dengan istri). Dan setelah kejadian tersebut nama Boyolali yang dipercaya berasal dari frase “mbok ojo lali” mulai digunakan untuk menyebut daerah itu.

Jejak kisah perjalanan juga terdengar di kawasan Wedi (kecamatan di sebelah utara Bayat). Nama Wedi dipercaya juga berasal dari kisah perjalanan Sunan, tidak berbeda dengan nama Salatiga dan Boyolali. Di tempat ini Adipati memilih untuk menetap dan bekerja sementara sebelum kembali melanjutkan perjalananannya.

Dua pengikut setianya, Syeh Domba dan Syeh Kewel, diminta untuk menetap di gunung untuk menjalankan meditasi hingga Adipati kembali akan melanjutkan perjalanan. Di daerah ini Adipati bekerja pada seorang juragan beras bernama Gus Slamet. Konon di Wedi inilah nama besar Sunan kian dikenal di kalangan masyarakat.

Saat menetap di Wedi terdapat tiga kisah tentang kesaktian yang ditunjukan oleh Sunan. Kejadian pertama adalah kejadian asal mula nama Wedi. Kejadian yang melibatkan seorang penjual beras dan Adipati.

Suatu hari saat Adipati diminta untuk mencari beras oleh majikannya dia bertemu dengan seorang penjual di jalan. Penjual itu membawa gerobak dan akan menuju pasar. Ketika ditanya apakah dia membawa beras (karena berniat untuk membelinya), penjual tadi mengatakan tidak. Dia berbohong pada Adipati karena tidak mau menjual beras kepada Adipati dan justru mengatakan dia sedang membawa wedi (pasir).

Penjual itu kemudian melanjutkan perjalannya ke pasar untuk menjual berasnya. Namun dia sangat terkejut ketika sampai di pasar dan membongkar muatannya. Dia mendapati semua beras yang dibawanya telah berubah menjadi wedi, persis seperti apa yang dikatakannya pada Adipati.

Kejadian berikutnya adalah saat Adipati membantu istri majikannya, Nyi Tasik, untuk berjualan makanan di pasar. Suatu hari, setibanya di pasar untuk berjualan sama seperti setiap harinya, Nyi Tasik lupa membawa kayu bakar. Nyi Tasik kemudian memarahi Adipati karena hal itu dan saat menghadapi hal itu dia justru menawarkan tangannya sebagai pengganti kayu bakar.

Sesaat kemudian Adipati meletakan tangan di tungku masak dan seketika itu pula api menyembur dari tangannya seperti kayu yang terbakar api. Hal itu tentu tidak hanya menakjubkan bagi Nyi Tasik tetapi juga bagi masyarakat yang kemudian banyak mengenal nama Adipati Pandanaran. Dan konon setelah kejadian itu, Nyi Tasik menjadi salah satu pengikut Sunan dan turut dalam perjalanan ke Gunung Jabalkat.

Kisah terakhir Adipati di Wedi adalah saat Adipati menjadi tukang pengisi air wudhu. Suatu hari saat menjalankan tugasnya dia menggunakan keranjang bambu untuk mengisi air dalam padasan (gentong tempat menyimpan air wudhu). Tentu saja semua orang terkejut melihat kejadian itu karena mereka mendapati tidak setetes air pun keluar melalui sela rajutan bamboo yang digunakan Adipati untuk mengisi padasan.

Kemudian tiba waktu saat Adipati Pandanaran melanjutkan perjalanan menuju Gunung Jabalkat. Kini dia bersiap menerima petunjuk dan arahan yang lebih dari Sunan Kalijaga. Dalam perjalanan itu dia tak lupa menjemput kedua pengikut setianya, Syeh Domba dan Syeh Kewel, dari tempat meditasi mereka.

Dalam perjalanan menuju Jabalkat ini kembali lagi ada satu cerita tentang kesaktian Adipati. Cerita itu diawali dengan anak Adipati yang menangis karena kehausan. Adipati tidak dapat menemukan sumber mata air di kawasan itu, dan kemudian sebuah peristiwa magis terjadi. Terdapat dua versi cerita tentang bagaimana kejadian ini berlangsung, yaitu:

Ada yang percaya bahwa Adipati menggunakan tongkatnya untuk memunculkan sumber mata air di lokasi tadi. Dia menghujamkan tongkatnya hingga air mengucur dan tidak berhenti keluar dari lubang itu hingga membentuk sumur.

Cerita lain yang juga dipercaya warga di sana saat ini adalah Adipati menggunakan kukunya untuk memunculkan sumber air. Dia menggoreskan kukunya ke tanah. Dan seketika itu juga dari bekas goresan kuku Adipati menyembur air hingga membentuk genangan air.

Dari genangan itu kemudian anak dan istri Adipati dapat mengobati rasa haus mereka tadi. Konon genangan air jejak dari kesaktian Adipati itu adalah Sendang Kucur yang terdapat di dalam hutan angker Kucur yang terletak di Paseban, Bayat, Klaten.

Kelanjutan kisah dari perjalanan ini adalah sampainya Adipati dan rombongan di Gunung Jabalkat dan di sana dia mendapatkan nama Sunan Pandanaran atau Sunan Bayat atau Sunan Tembayat. Di sana pula dengan segala ketenaran yang telah dimilikinya selama perjalanan dia menjalankan tugas syiar Islam ke seluruh penjuru Jawa khususnya Jawa Tengah dengan mendirikan masjid yang sekaligus menjadi pesantren pertama.

Kisah terakhir dari Sunan Pandanaran adalah masa ketika dirinya sampai di Tembayat. Di Tembayat Sunan menderikan sebuah masjid di atas Gunung Jabalkat yang sekaligus difungsikan sebagai tempat pendidikan agama. Tempat itu pun akhirnya menjadi pesantren pertama atau sekolah asrama pertama di Jawa Tengah.

Namun usaha yang dilakukan Sunan tidaklah semudah itu. Setelah memilih jalan agama dan melakoni perjalanan yang penuh petualangan ternyata mambatan masih saja ada saat dia berada di Tembayat. Salah satunya adalah perlawanan dari para pemimpin mistis Jawa. Disebutkan dalam kisah ini adalah seorang pemimpin di Jawa harus memiliki kekuatan sakti di luar kekuatan pengetahuan dan wibawa. Dan di saat seseorang memiliki itu semua, barulah semua kalangan di Jawa percaya dengan maksud keberadaanya.

Selain meninggalkan jejak cerita pada saat dirinya menyebarkan agama Islam dari Tembayat. Ternyata kekuatan kebesaran Sunan masih terasa hingga pada masa Sultan Agung, yang hidup di masa setelah Sunan. Beberapa kisah pertemuan Sultan dan Sunan juga beredar dan menjadi salah satu cerita tentang awal mula berdirinya kompleks pemakaman Sunan Bayat yang megah dan elok.

Masa Kebesaran Sunan di Tembayat
Di awal tugas di Tembayat inilah saat Sunan Pandanaran mendapat perlawanan dari pemimpin mistis Jawa. Mereka adalah orang-orang yang mempertanyakan kekuatan sakti yang dimiliki oleh Sunan. Salah satunya adalah perlawanan dari Prawira Sakti, seorang penganut ilmu kebatinan.

Sunan menerima tantangan Prawira Sakti untuk melakukan uji kewibawaan. Beberapa tantangan dilakoni oleh Sunan dan yang pertama adalah tantangan untuk menangkap merpati yang dilepas ke udara oleh Prawira. Yang dilakukan Sunan untuk menangkap merpati itu adalah dengan hanya melemparkan sandal kayunya. Dan dengan sekali lempar burung itu berhasil dijatuhkan.

Tantangan kedua adalah menangkap topi yang oleh Prawira dilempar ke langit jauh hingga tak terlihat oleh mata. Dengan sebelah sandal kayu yang masih ada Sunan berhasil dengan sangat mudah mengenai topi itu dan lolos tantangan kedua.

Pada tantangan ketiga Sunan ditantang untuk mencari keberadaan Prawira yang bersembunyi. Keberadaan Prawira tidak tampak karena dia bersembunyi dengan cara yang tidak biasa. Namun dengan mudah Sunan berhasil menemukan keberadaan Prawira yang bersembunyi di bawah sebongkah batu besar.

Setelah tiga tantangan berhasil dilalui dengan mudah oleh Sunan. Kini giliran Sunan memberikan satu tantangan pada Prawira. Dan sekarang menjadi giliran Prawira untuk mencari keberadaan Sunan yang bersembunyi. Dan Prawira yang sakti gagal menjalankan tantangan Sunan karena tidak dapat menemukan Sunan yang bersembunyi di antara kedua alisnya.

Selain cerita tentang kesaktian yang dimiliki Sunan untuk menghadapi perlawanan para pemimpin mistis Jawa beredar juga cerita tentang kebesaran yang lainnya. Dikisahkan adalah suara adzan yang terlalu kuat dan keras yang didengar oleh salah satu Wali yang berada di Demak.

Suara adzan tadi ternyata adalah suara dari panggilan sholat Sunan Pandanaran dari Tembayat, ratusan kilometer jaraknya. Tentu saja suara yang terlalu keras itu mengganggu Wali tadi hingga kemudian dia meminta Sunan untuk menurunkan suara adzan yang dibuatnya. Menyaguhi permintaan Wali tadi, Sunan kemudian memindahkan masjid yang berada di puncak Jabalkat. Dan dengan kesaktiannya Sunan menarik masjid tadi hingga sampai di lereng gunung.

Kebesaran Sunan Setelah Meninggal
Kebesaran nama Sunan sebagai seorang pemimpin agama tetap terjaga hingga dirinya meninggal setelah menjalankan syiar selama 25 tahun di Tembayat. Salah satu yang membuktikan kebesaran nama Sunan adalah Sultan Agung, pemimpin besar kerajaan Mataram, yang merubah makam Sunan hingga menjadi salah satu kompleks pemakaman termegah di Jawa.

Bukti bahwa Sultan pernah berada di Tembayat ditemukan dalam catatan seorang pemimpin kolonial Belanda (1631 – 1634) yang menyebutkan bahwa penguasa Mataram pergi ke suatu tempat yang bernama Tembaijat untuk melakukan pengorbanan.




Keberadaan Sultan di Tembayat dianggap lazim karena dalam hirarki kekuatan Jawa seorang penguasa “diwajibkan” untuk mencari saran dan petunjuk kepada mereka yang disucikan atau diagungkan. Dan orang suci yang ada di wilayah Mataram adalah Sunan Bayat yang berada di Tembayat.

Pembangunan akhirnya dilaksanakan dan menggunakan cara yang luar biasa. Semua itu dilakukan karena Sunan dianggap sebagai sosok suci dan luar biasa. Seluruh kebutuhan dipilih dengan teliti termasuk para pekerja bangunan. Para pekerja itu harus memiliki perilaku yang santun dengan rohani yang mendukung.

Terpilihlah 300.000 orang sebagai pekerja kompleks pemakaman Sunan Bayat. Ratusan ribu pekerja tadi dikisahkan duduk berderet dari lokasi tambang batu hingga makam. Mereka duduk dengan posisi bersila dan dengan kedua tangannya mereka memindahkan satu per satu batu-batu dari tambang hingga ke makam.

Kisah tentang apa yang dilakukan ratusan ribu pekerja ini kemudian memunculkan gambaran tentang besarnya pengorbanan yang dilakukan untuk membangun kompleks pemakaman Sunan. Dan dengan pengorbanan yang besar itu, kompleks pemakaman Sunan dianggap sebagai salah satu makam tercantik yang pernah ada di Jawa.

Dari berbagai sumber :
chic.id
The Pilgrimage to Tembayat : Tradition and Revival in Indonesia islam,  Tulisan Nellyvan Doorn-Harder (Valparaiso University)

Mensyukuri Nikmat Allah dengan Patembayatan (Kerukunan)

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar



Padepokan Pusaka Sunan Tembayat

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Para warga Padhepokan
Marilah kita semua pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya untuk mensyukuri nikmat sebagai bangsa Indonesia. Karena apa ?

Seandainya bisa diumpamakan ada sekeping surga yang jatuh dibumi, itulah Indonesia.
Masyarakat Indonesia sangat-sangat kreatif termasuk toto rakiting bathin

Coba anda galih, Indonesia ini jika kita pikir. Semua apa yang ada ini mencerminkan :

"Robbana ma kholaqta hadza bathila subkhanaka wakina adzabannar"
(Sungguh tidak ada yang sia-sia segala yang diciptakan Allah)

Atau bahasa yang mudah dipahami aku membuat sesuatu pasti ada manfaatnya.

Obat segala obat ada di Indonesia.
Kalau dulu disebutkan AIDS tidak ada obatnya ternyata Buah Merah (Nongko Celeng) di Jawa  itu sebagai obatnya.
Disebutkan pula ada penyakit yang tidak menular tapi membunuh, seumpanya kencing manis ternyata banyak obatnya disini ada okra, pohon insulin, waluh dll.
Ada kanker, ternyata dedaunan disekitar kita bisa jadi obat.

Masyarakatnya kreatif. Bisa dibanyangkan, bermodal mesin diesel bisa jadi ‘ledhok’ (jawa), bisa dinaiki, bisa dibuat untuk mengupas biji padi akhirnya bisa dibuat bahan makanan.
Ini Indonesia para warga padhepokan.
Masya Allah, harusnya kita syukur.


Para warga Padhepokan
Tapi ada juga yang tidak suka dengan ke-Indonesiaan ini.
Banyak yang tidak suka dengan patembayatan ini (kerukunan ini)
Kalau kita mau berfikir secara benar, kita ini dipaksa menjadi orang lain tidak menjadi diri kita pribadi. Bahkan mohon maaf, kitalah justru yang seolah-olah menjaga ajaran Islam ini.
Buktinya apa para warga Padhepokan? Islam mengajarkan perdamaian tidak mengajarkan peperangan.

Masya Allah…orang islam Jawa ini kalau dilarani orang, bilangnya apa?
"wis to bene, becik ketitik alo ketoro". Tidak mengedepankan perang. Tanah Jawa yang subur ini didatangi berbagai macam suku, tapi tetap rukun, karena kita mampu menjaga patembayatan ini. Inilah bentuk-bentuk rasa paseduluran. Islam mengajarkan perdamaian.

Di tanah Jawa ini  salah satu wali yang ajaran dari Syaidina Ali, dari Rasullulah diantaranya Sunan Tembayat, mengajarkan kerukunan. Bahkan banyak ajaran patembayatan ini yang tidak kita sadari, seperti ajaran Rasullulah bahkan mengacu hadist-hadist, sejarah-sejarah namun tidak semua dijelaskan, tidak sedikit-sedikit berdalil.

Kerono islam itu sejatine software, hardwarenya apa? Ya tingkah laku kita, kepribadian kita. Tingkah laku kita terhadap Allah, Tingkah laku kita terhadap diri kita sendiri dan sesama manusia atau semua makhluk Allah.

Maka  Rasullulah berpesan :

"Tidakkah aku diturunkan ke dunia kecuali untuk memperbaiki akhlak"

Jadi jangan dianggap akhlak itu hanya itu. Akhlak itu ada tiga :
1. Akhlak terhadap Allah
2. Akhlak terhadap sesama
3. Akhlak terhadap diri kita sendiri

Kita diajarkan patembayatan, termasuk patembayatan terhadap diri kita sendiri. Bagaimana rukun dengan diri kita? Contohnya, kalau kita misalnya lelah, harus istirahat. Jangan dipaksa melakukan sesuatu diluar kemampuan diri kita sendiri. Inilah salah satu contoh rukun….tidak mendholimi diri sendiri, ini akhlak. Puasa ya.. sahur ketika imsak dan buka Magrib jangan diteruskan lagi. Agar hak-hak badan, hak-hak perut, hak-hak ragawi terpenuhi.

Patembayatan sesama ummat, Sunan Tembayat tidak pernah mengusik apapun keyakinanmu yang berdiri dan berada dilingkunganmu. Namun kowe ojo ngusik anggenaku mbabarne kaweruh tentang ke-Islaman. Makanya tugas kita hanya menyampaikan saja, mengajak menuju islam dengan ma’kruf.

Tidak membawa senjata, tidak menggunakan kalimat Allah, tidak menggunakan takbir yang dipakai menipu, apa saja yang tidak sejalan dengan kita. Rasulullah meletakkan dasar-dasar di Madinah tapi tidak serta merta mengusir orang Yahudi.

Sofware itu ditanamkan oleh para wali, oleh para auliya di bumi Indonesia ini supaya kita ini rukun kepada pemeluk agama apapun, kepada siapa saja. Kita tebarkan Islam dengan tingkah laku yang baik. Tidak membawa senjata untuk menyakiti. Jangan meniru menyebarkan islam dengan cara kekerasan yang justru menimbulkan anti Islam karena cara penyebarannya yang salah.

Para warga Padhepokan
Itulah software yang ditanamkan mereka. Jangan dianggap orang Jawa tidak Islam, justru sangat Islami para warga. Contohnya : Genduren (selamatan) jangan dianggap tidak ada dalam ajaran Islam. Itu kan cuma gambar. Hakekatnya selamatan itu apa? Ngaturi sodaqah, weweh..dipanjatkan, mari kita nikmati rejeki Allah yang diberikan kepada kita semua untuk orang-orang disekitar kita.

Kalau ada yang bertanya, kenapa ada selamatan 7 hari, 40 hari dst?. maka dijawab, momen-momen yang ada hubungannya dengan budaya, kita manfaatkan untuk berdakwah, untuk bersodaqah untuk menambah silaturahmi kerukunan antar sesama. Bukti syukur kepada Allah untuk berbagi kepada sak padane titah. Itulah hakekat patembayatan para warga.

Dan kalau kita bersyukur, nikmat Allah akan ditambah. Software itu sebenarnya sudah dimasukkan ke hati kita semua oleh para auliya. Kita tidak pernah bertemu dengan Sunan Tembayat apalagi Rasul, tapi ajaran Islam sudah dimasukkan ke hati kita semua.

Para warga Padhepokan
Mari kita mensyukuri nikmat Allah. Dalam bidang mu’amalah dalam bidang toto srawung mari kita rukun kepada siapa saja, kepada pemeluk ajaran apa saja karena apada dasarnya agama sejak nabi Adam itu adalah Islam hanya karena manusianya saja menamakan yang lain.

Mari kita rukun terhadap kita sendiri terhadap ragane awake dewe. Rukun terhadap alam sekitar dan yang utama rukun terhadap Allah. Karena Allah maha segalanya.

Segala sesuatunya itu adalah keikhlasan saja dan semuanya dimulai dari hati kita.
Patembayatan dimulai dari hati kita.
Jika hati kita tidak rukun tapi berpura-pura rukun pasti suatu saat terlihat. Karena itu tidak dimulai dari hatinya. Tapi jika dimulai dari hati kecil kita yang sudah dimasukkan oleh para auliya dihati kita maka akan tercipta kerukunan.

Software tentang keimanan sebenarnya sudah diajarkan kepada kita. Termasuk rukun iman. Maka sekali lagi, marilah kita rukun terhadap kita sendiri. Rukun terhadap sak padane titah dan yang utama rukun terhadap Gusti Allah.

Mugi-mugi kita tansah pinaringan rejeki ngantos benjang teng turun-turun kita sedoyo krono Allah, dipun paringi panjang umur, diparingi hati kang lemah lembut krono Allah
Al-Fatiha….3X


Wassalamualaikum Wr. Wb







Cokro Manggilingan - Urip Niku Ibarat Rudho Kang Tansah Mubeng

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar


Assalamu'alaikum Wr. Wb

Warga Padhepokan

Urip niku ibarate Cokro Manggilingan, baik itu micro cosmos maupun macro cosmos.
Apakah itu jagad agung ataukah jagad alit.

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Contoh didalam hidup pribadi kita :
Ketika kita semua masih kecil/bayi, kita tidak bisa apa-apa, bisanya hanya menangis, kalau senang hanya senyum saja, hanya bisa tidur, mau makan nangis, mau buang air kecil nagis.
Seiring waktu-lama-lama bisa merangkak, berdiri, berjalan, berbicara, berlari, mulailah proses menjadi anak, menjadi remaja, dewasa, semakin tua, akhirnya bungkuk lagi-menggunakan tongkat, hanya bisa tidur, cuma terlentang, mau bicara susah, mau buang air hanya bisa berbicara, akhirnya meninggal.
Inilah yang disebut urip cokro mangilingan ning jagad alit.

Dalam kehidupan keseharian kalau kita perhatikan hidup ya...seperti itu.
Yang dulu kaya sekarang diuji dengan kemiskinan.
Yang dulu sehat diuji dengan sedikit sakit.
Dahulu sering merongrong minta warisan tanah saudaranya, merebut tanah yang bukan haknya, akhirnya diuji oleh Allah dengan sakit akhirnya meninggal.
Akhirnya yang dibawa pulang juga bukan tanah yang direbutkan tadi  juga bukan uang yang dikumpulkan selama ini  ya... cuma tanah ukuran 1x2 m.
Masya Allah para warga Padhepokan...

Ada sebuah cerita lagi :
Dahulu sepertinya tidak bisa miskin.
Punya toko yang laris, punya showroom sepeda motor.
Seakan-akan dipandang tidak bisa miskin.
Tapi ini dunia. Tidak ada kekekalan apapun, kecuali Allah!
Maka ketika Allah menurunkan sedikit saja coban berupa sebuah penyakit (kanker servik) maka, habislah semua kekayaannya.
Ya Allah...seperti itulah kalau Allah sudah berkehendak.

Warga Padhepokan :

Lainsyakartum laaziidannakum walainkarfartum inna ‘adzaabii lasyadid” 
Jika kalian bersyukur pasti akan Aku tambah ni’mat-Ku padamu tetapi jika kalian kufur sesungguhnya adzab-Ku amat pedih”.
(QS 14:7)

Makanya syukur....para warga Padhepokan.
Syukur itu dalam banyak hal. Jangan dianggap rejeki itu hanya berupa uang.
Rejeki itu banyak sekali macamnya, contohnya paling mudah adalah kesehatan kita.
Syukur itu tidak hanya  mengucap Alhamdulillah ya Allah, tidak hanya itu, tapi syukur itu bisa berupa sebuah tindakan.
Jika diberi kesehatan maka kita tingkatkan ibadah kita, bisa ibadah mahdhah, ya bisa ibadah muamalah.
Bisa ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia atau ibadah yang berhubungan dengan Pangeran tapi...semua harus dilandasi dengan rasa ikhlas.

Kelihatannya hanya dua lubang yaitu hidung untuk menghirup Oksigen sumber tenaga, tapi sudahkah tenaga ini dipakai untuk kebaikan sesama?
Ini yang harus kita pikirkan.
Sudahkah tenaga ini, kita  lakukan segala sesuatunya untuk Lillahi Ta’ala?
Kita diberi kekayaan.
Kekayaan kita, sejatine adalah yang kita amalkan bukan yang kita simpan itu.

Para warga Padhepokan
Didalam hidup ini bisakah kita zuhud. Hanya meng-Imani Pangeran.
Mengosongkan hati kita dari urusan duniawi karena urusan duniawi itu sebetulnya menjadi hijab (pembatas) untuk kita ma'rifat kepada Allah. Hakikat kepada Allah.
Maka hati itu penuh dengan urusan.
Tidakkah kita kosongkan sebagian hati kita untuk ditempati Allah?
Kalau ibarat orang alim itu menempatkan ilmunya didalam hatinya sehingga lupa dengan Allah maka yang di-Tuhankan ilmunya bukan Allah.

Para warga Padhepokan
Terkait itu, perputaran jagad cokro manggilingan, sak bejo bejoning wong kang lali isih luwih bejo wong kang eling lan waspodo. Eling marang Allah. Eling marang kabecikan sapadane titah. Waspada terhadap bahaya, baik itu bahaya dari lingkungan dan bahaya dari diri sendiri, maka bentuk dari waspada ini adalah dedongo (berdoa).

Dongo niku tan bakal kabul lamun to ora kairing roso yakin/roso tasdiq.

Jadi jika Allah mengabulkan permohonan sesuai  kehendak Allah tapi doa itu kudu lelandasan kanthi roso yakin.
Ini yang pertama kali, resike ati kencenge pikir, yakine segolo roso.

Kalau sudah yakin seperti itu Allah akan menjawab permasalahan  itu.
Yang kita hadirkan kepada Allah tidak hanya raga kita tapi juga rosone awake dewe.
Makanya seorang auliya ketika berdo'a dan menyebut nama Allah maka ia akan terharu dan menangis.

Ada suatu pemikiran kalau Allah dengan kita itu terpisah.
Padahal Allah itu masuk didalam rosone awake dewe.
Semua milik Allah, tidak ada yang terpisah.
Akhirnya muncul suatu pemahaman kalau yang baik dari Allah dan kalau yang tidak baik bukan dari Allah. Padahal Allah itu kuasa terhadap segala sesuatu.
Makanya hidup itu harus bisa milah dan milih.
Inilah Shirathal Mustaqim.
Inilah jalan bagi kita untuk mencari lurusnya laku.

Makanya didalam cokro manggilingan kita diberi segala urusan yang menjerat dan berputar.
Kita sekarang bisa tertawa tapi kita tidak tahu besok atau lusa bakal menangis.
Kita tidak tahu apakah yang akan terjadi besok bahkan nanti.
Sekarang sudah kaya, tapi jika sombong dan lupa bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu, besok bisa jadi miskin karena jika Allah berkehendak, apapun bisa terjadi.
Oleh karena itu kalau sudah menyadari hidup itu seperti cokro manggilingan jangan sekali-kali adigang adigung, kudu seleh-seleh.
Harus bisa milah-milih dan wajib berbuat baik kepada siapa saja.

Para warga Padhepokan
Kita heningkan pikir kita, kita heningkan hati kita.
Jangan sampai bersifat duniawi.
Jangan sampai nafsu-nafsu, ilmu-ilmu menjadi hijab untuk kita sowan ning ngarsane Allah.
Didalam hidup yang berputar dari waktu ke waktu jangan sampai putus pengarep-arep dari rahmad kepada Allah.

Semoga apa yang jadi gegayuhan kita sak anak turune awake dewe kabeh, tumataning ati, tumataning iman, padange ati padange pikir kabule gegayuhan tansah kaijabah dening Allah
Al-Fatihah...

Begitu juga kepada orang-orang yang reridu ning lelaku ne kita, reridu ning iman kita mugi-mugi  Allah dzat sing paling adil yang tidak ada keadilan lagi. Sing tan ono keadilan yang tidak dapat dijangkau oleh siapapun. Nyuwun keadilan yang seadil-adilnya
Al-Fatihah....

Semoga Allah dzat Rohman Rohim menjadikan kita semua kekasihnya, Al-Fatihah....
Semoga sedikit yang disampaikan semua itu menambahi iman kita kepada Allah.
Aamiin....

Wassalamualaikum Wr. Wb





Postingan Populer