Sak Bejo-bejone Wong Kang Lali, Isih Luwih Bejo Wong Kang Eling Lan Waspodo

Minggu ke-4, 28 Desember 2017

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar


Assalamu'alaikum Wr. Wb

Para Warga Padhepokan
Pemahaman tentang sebuah ilmu, pemahaman-pemahaman tentang llmu agama ataupun ilmu ke-Islaman sampai tingkat  hakekat maka akan muncul suatu kebijakan suatu kedamaian. Dahulu  Buya Hamka, Kyai Hamka, kalau di Sumatera Kyai itu dipanggil Buya, Haji Abdul Malik Karim Amrullah pernah berkata, “Awalnya aku menganggap bid’ah apa yag dilakukan oleh saudara-saudaraku Islam yang lain seperti  ke kubur, seperti membaca sholawat-berjanji, namun setelah aku memahami semuanya dan telah membaca lebih dari 1000 buku maka aku memahami itulah yang benar”. Itulah kehakekatan seseorang. Kalau kita ketahui beliau adalah salah satu tokoh organisasi besar dari Muhammadiyah dan seorang tokoh yang sangat disegani didunia.

Adalah seseorang, beliau adalah putra mahkota raja Ar-Rum, kalau sekarang Turki. Beliau mendapat tugas untuk dakwah ke tanah Jawa. Karena tanah Jawa sudah menjadi pembicaaraaan dikalangan penguasa Islam di Timur Tengah. Ada sebuah pertanyaaan, Kenapa penyebaran Islam di pulau Jawa tidak begitu cepat? Setelah dipelajari ternyata kultur masyrakat Jawa itu tidak sama dengan yang lain. Orang Jawa jika disebari agama Islam dengan orang-orang yang berdagang atau saudagar maka orang Jawa akan mengatakan, “Aku tidak, aku sudah punya keyakinan, aku sudah punya agama”. Kenapa seperti itu? Karena saudagar/pedagang mereka anggap masih berburu tentang duniawi. Padahal Al-Quran menyebut bahwa memperbolehlan berdagang asal tidak riba. Bahkan Rasulullah adalah seorang pedagang yang jujur.  Masyarakat Jawa saat itu menganggap kejujuran pedagang yang datang ke Indonesia masih kurang. Mereka belum begitu menerima. Tetapi jika dilakukan oleh seorang Kyai, Resi atau Wali maka akan jauh lebih cepat.

Para Warga Padhepokan
Tersebutlah seorang yang bernama Syekh Samsu Zein seorang guru yang datang dari Turki ke Indonesia. Beliau datang ke Indonesia menemui Raja Kaweswara I pada saat itu. Beliau mendekati pertama kali seorang penguasa, bukan karena kekuasaan dan kekayaannya tapi karena pengaruhnya dimasyarakat. Karena berkulit bersih dan kuning serta hidungnya yang panjang dan melengkung maka pada saat itu orang jawa menyebut beliau dengan Resi Mayangkara dan kelak disebut Syekh Subakir. Beliau adalah seorang ahli Ekologi dalam Islam dan membawa beberapa ajaran serta buku-buku terjemahan tentang Ilmu Falaq/ilmu perbintangan (Tulisan Abu Mansyur Al-Falaqi) yang mengajarkan dan melihat  bahwa kedepan akan terjadi sesuatu berdasarkan kondisi saat ini  tapi bukan ramalan.

Para Warga Padhepokan
Disebutkan bahwa Syekh Subakir memberi pesan kepada Raja Kameswara I bahwa “Orang jika ingin selamat harusnya akan selamat tidak hari ini saja tetapi selamat untuk semua dan seterusnya”. Slamet rikolo enek beboyo. Kapan marabahaya itu ada? Ya, selama kita hidup di alam dunia ini. Kalau kita pelajari lebih jauh kata slamet/selamat berasal dari kata aslama/Islam. Oleh karena itu sebagai umat Islam haruslah selamat baik selamat lahir dan selamat batin. Selamat dunia juga selamat akhirat. Maka oleh Syech Subakir, Kameswara I diberi nama Jayabaya.

Jika kita lihat sejarah masa lalu Syekh Siti Djenar, Syekh Al-Hallaj bahkan Jalaludin Ar-Rumi mengatakan bahwa dunia ini adalah tempat bertanam. Kadang bisa tumbuh kadang tidak bisa menghasilkan. Mereka menyebut hidup di alam dunia ini ibarat neraka. Kenapa seperti itu? Coba kita lihat, semua yang ada didunia ini adalah penuh godaan. Makanya di alam dunia ini bagaikan berjalan diatas rambut dibelah tujuh atau jika ingin selamat harus bisa melewati Sirathal Mustaqim. Sangat sulit para warga. Mohon maaf jika berbeda dengan pandangan syariat tentang Sirathal Mustaqim. Untuk mencapai hakekat Allah, mencapai seorang yang mencintai Allah dan betul-betul karena Allah itu sangat–sangat susah. Banyak contoh kyai yang notabene adalah seorang abdi Tuhan, pekerjanya Allah atau PNS didunia agama, banyak  yang sekedar menjual ayat-ayat Allah dan hanya mementingkan kepentingannya sendiri untuk hanya mengejar ambisi duniawi. Oleh karena itu makanya dunia ini penuh dengan godaan, penuh jebakan baik dari diri sendiri maupun dari luar diri.

Para Warga Padhepokan
Maka diajarkanlah seorang Jayabaya oleh Syekh Subakir tentang kitab Al-Falaq dan oleh Jayabaya diterjemahkan kedalam bahasa Jawa yang kelak diberi nama Al-Musaror yang dibawa oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Jayabaya mengeluarkan  jangka. Jangka itu waktu, masa, panjongko panemu. Jayabaya mengeluarkan panemuning ati dalam menghadapi masalah-masalah duniawi bahwa kita akan selamat manakala kita berpegang teguh pada keislaman. Ya Allah…begitu indah Syekh  Subakir dalam mengajarkan ke-Islaman, menjajarkan dengan hakekatnya, mengandengkan budaya Jawa dan tidak menimbulkan gesekan dengan pihak lain.

Jika seseorang mempelajari ilmu hakekat secara benar seperti Syekh Subakir, mereka akan berprinsip bahwa manusia adalah keturunan Nabi Adam dan Nabi Adam berasal dari tanah maka jika kita memandang keatas akan selalu muncul hawa nafsu  dan ketika memandang kebawah akan mensyukuri nikmat. Ini juga adalah bagian dari sirathal mustaqim ingatase urip ning donya.
Maka orang jawa mempercayai jongko/jangka ini dan panemune Jayabaya ini terjadi dan dilakukan/dijalankan sendiri oleh Jayabaya. Maka jayabaya meninggalkan atribut keduniawiannya. Orang menyebut Jayabaya itu mokhsa padahal beliau menjalankan kehidupan kerakyatan yang sederhana dan makamnya di Botoputih dekat Klanderan.

Kalau kita sudah memahami seperti ini bahwa didunia ini betapa sulitnya. Kita berbuat baik dan menolong orangpun juga belum tentu benar. Mempunyai niat baik menolong juga belum tentu benar. Ada orang sholat itupun belum tentu sholat yang sebenarnya. Ada yang sholatnya  karena berharap pahala dan takut pada neraka. Ada yang sholatnya karena sebatas perintah saja. Ada yang memang membutuhkan sholat untuk lebih dekat kepada Allah.

Sak Bejo-bejone Wong Kang Lali, Isih Luwih Bejo Wong Kang Eling Lan Waspodo

Oleh karena itu diakhir panjangka Jayabaya ditulis :


"Sak bejo-bejone wong kang lali, isih luwih bejo wong kang eling lan waspodo”.

Eling itu kepada Allah, eling itu vertikal. Eling marang Allah, kita ini tidak bisa dan bukan apa-apa dan akan kembali keasalnya. Selalu berdzikir kepada Allah sehingga diantara yang dzikir itu menjadi obat hati. Innalillahi wa inalillahi roji’un.

Waspodo niki horizontal. Ojo sampe ngreridu atine ewake dewe ing ngatase iman. Kita harus selalu waspada tentang duniawi supaya iman kita tidak tergoda oleh dunia dalam bentuk apapun. Panggodane ning alam donya niki kathah sanget. Berupa uang, mungkin kita diuji dengan kekayaan, kita lupa Allah. Diuji dengan kemiskinan, kita lupa Allah. Diuji dengan anak, istri, saudara, jabatan dan berbagai macam bentuk godaan lainnya.

Pramilo niku itu para dulur padhepokan, kita nenuwun ing ngarsane Allah diparingi jejeg-e iman, ing ngatase kita lan anak turun kita kanthi umul kitab Fatihah. Kita suwunaken dumateng Allah, kita anak turun kita sedoyo ingkang susah paringi bungah, ingkang sakit paring sehat, ingkang ekonominipun rusak mugi Allah enggal paring rejeki ingkang halal barokah, ingkang kagungan utang enggal saget nyahur, Allah nglimpahaken rahmat, Allah paring barokah,
Al-Fatihah

Ya Allah ya Robi, nyuwun paring keselametan dumateng jama’ah kulo, ya Allah, paring keselametan dunia akhirat. Mugi kulo lan panjenengan diparingi ketentreman batin,
Al-Fatihah

Wassalamu'alaikum Wr. Wb





Postingan Populer