Uzlah Kangge Noto Ati Noto Roso

Minggu ke-4, 25 Januari 2018

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar




Assalamu'alaikum Wr. Wb
Para Warga Padhepokan
Ada sebuah kisah menggambarkan betapa keluasan jiwa, keluasan hati para pemimpin, para ulama jaman dahulu. Suatu ketika dalam perjalanan Sunan Pandanarang dari daerah Asem Arang, sekarang disebut Semarang sampai di Kabupaten Klaten, seorang yang pada awalnya adalah bupati dan mempunyai jabatan yang tinggi, Kanjeng Sunan Pandanarang begitu melepas atribut duniawi dengan jalan uzlah.

Ketika sampai di  daerah Wedi karena sudah tidak ada lagi yang bisa dimakan maka beliau akhirnya menghamba kepada seorang panjual makanan yang bernama Nyai Tasik (karena sebenarnya berasal dari Tasikmalaya). Dengan segala kesederhanaannya Ki Ageng Pandanaran menerima kondisi menjadi seorang pembantu di warung Nyai Tasik bahkan bertempat tinggal dibekas kandang ayam. Bisa dibayangkan seorang bekas adipati tidur dibekas kandang ayam tapi karena keluasan jiwa sudah melepas segala urusan duniawi dan beliau sangat  bersyukur sudah ada yang menolong.

Suatu hari Sunan Pandanaran tertidur setelah sholat Subuh dan beliau lupa untuk menyiapkan segala sesuatu untuk kebutuhan warung Nyai Tasik termasuk mencari kayu dan mengisi air. Mengetahui hal itu Nyai Tasik sangat marah kepada Sunan Pandanaran. “Ini bagaimana, harusnya kemarin sudah mencari kayu, harusnya sudah mengisi air yang banyak, kenyataannya kayu dan air habis, terus dengan apa aku memasak sekarang”, hardik Nyai Tasik. Mengetahui junjungannya diperlakukan seperti itu, Syech Ula dan Syech Dumba sebenarnya merasa tidak terima akan tetapi Sunan Tembayat berkata, “Sabar ing ngatase cobo alam donya”.

Setelah itu Kanjeng Sunan Tembayat segera mengisi gentong air tapi aneh dengan "kelebihannya" bukannya menggunakan kendi atau jun yang biasa dilakukan orang lain tapi beliau menggunakan keranjang yang terbuat dari anyaman daun kelapa (blarak) dan membuat orang-orang disekitarnya heran. Salah satu pembeli ketika itu ingin memesan kopi kemudian disuruhlah Sunan Tembayat untuk memanaskan air dan sekali lagi dengan kelebihannya Sunan Tembayat tidak menggunakan kayu tapi menggunakan tangannya untuk memanaskan air. Secara tidak sengaja kejadian itu diketahui oleh beberapa orang dan Nyai Tasik sendiri maka akhirnya mereka menangis dan menyesal karena sudah berbuat sewenang-wenang kepada seorang yang ternyata adalah Sunan Tembayat. Tapi dengan kerendahan hati justru beliau yang meminta maaf karena sudah membuat orang tahu dengan apa yang dilakukan.

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat
Sunan Tembayat memanaskan air dengan tangan

Para Warga Padhepokan
Kalau cerita ini diimplementasikan di jaman ini, sudah titimangsane jaman mpun kados ngaten, tidak karuan keadaannya. Urusan segalanya diarahkan ke duniawi bahkan menyembah Allah pun. Ibadah apapun bentuknya sudah dipoles seolah-olah beribadah kepada Allah tapi sebenarnya untuk kepantingan pribadi. Jaman sudah berubah dan sudah saatnya kita harus uzlah atau bahasa lain “mengasingkan diri”.

Uzlah artinya mengasingkan diri dari dunia ramai, masuk ke dunia kesendirian, dengan tujuan menghidupkan jiwa dan mensucikan pikiran dari pengaruh yang merusak. “Tak ada sesuatu yang lebih bermanfaat atas hati sebagaimana uzlah sebab dengan memasuki uzlah alam pemikiran kita akan menjadi lapang. "Dengan uzlah akan memperkuat pikiran sehat, menerangi logika dengan sinar Allah, menjauhkan diri dari pikiran maksiat dan perbuatan dosa.

Dalam arti yang kita asingkan adalah hati kita , yang kita kosongkan adalah hati kita dari urusan duniawi tapi bukan berarti kita melepas seluruhnya urusan duniawi, bukan berarti kita terlepas urusan duniawi, tidak peduli lagi dengan urusan duniawi tapi segala sesuatu yang terkait dengan dunia jadikan itu sebagai pawatan anggone ngibadah ngarsaning Allah Gusti kang Maha Agung. Jika kita memiliki kelebihan harta maka gunakan itu untuk berbaik kepada sesama, kepada lingkungan, kepada diri sendiri. Manakala kita punya kekuatan, punya jabatan, gunakan hal  itu untuk kita sendiri dan untuk lingkungan sekitar.

Para Warga Padhepokan
Apakah Allah memerlukan kekuatan kita? Apakah Allah butuh kelebihan kita? Demi dzat yang menjadikan hidup, Allah tidak butuh semua kekuatan kita. Bahkan Allah tidak butuh sholat kita. Tapi kita yang perlu sholat. Kita yang perlu ibadah. Kekuatan itu bagi Allah adalah sesuatu yang diberikan kepada kita dan tinggal kita sendiri, bagaimana untuk menggunakannya? Apakah itu untuk kebaikan sesama? Apakah itu untuk kebaikan diri kiata atau justru sebaliknya. Begitu juga dengan kekuasaan.
Manakala saat ini kita pada posisi yang terlemahkan. Pada posisi yang terdholimi oleh keadaan, bisa keluarga, bisa masalah ekonomi, punya hutang, kesulitan dalam hal pembiayaan, bisa terdholimi oleh waktu maka kita pergunakan saat-saat ini dengan panuwun kita ngarsane Allah kanthi ati kita. Karena apa para dulur, do’anya orang-orang yang terdholimi ini maka do’anya tidak ditolak.

Seperti kejadian Sunan Tembayat diatas, tidak ada sama sekali unsur sombong Karena ilmunya, tapi karena Sunan Tembayat terdholimi oleh kata-kata yang menyakitkan maka beliau meminta kepada Allah agar diberi anugerah kekuatan untuk memanaskan air dengan tangannya.  Oleh karena itu ada pesan dari Sunan Tembayat,


"Ora ono kasekten sing ngalahake pepesten"

Uzlah kita saat ini adalah melepas segala urusan duniawi, melepas segala kesenangannya menuju kepada hakikat dan makrifat. Ada yang bertanya apakah makrifat itu? Jawaban yang paling sederhana dan mudah adalah, yang asalnya tidak tahu menjadi tahu. Artinya apa para dulur, dari yang kita tidak tahu akan kebenaran menjadi tahu sebuah kebenaran. Yang selama ini kita tertutup akan kesenangan duniawi, yang tidak sadar bahwa kesenangan itu akan menyakiti yang lain, akan mendholimi yang lain dan akhirnya kita sadar. Maka kita tidak lagi melakukan hal-hal yang menyakiti dan mendholimi yang lain. Itulah uzlah. Maka uzlahlah mulai sekarang, buanglah segala kesombongan. Yakini kita ini tidak ada apa-apa. Bani Adam itu artinya tidak ada maka nantinya juga tidak ada. Apa yang kita banggakan? Inalilahi wa inna lillahi roji'un. Kita akan kembali kepada Allah. Semua ini tidak ada, fana dan nantinya tidak ada. Oleh Karena itu para dulur, dengan uzlah dengan noto roso, kita pindahkan keinginan kita untuk menguasai dunia menjadi hamba Allah yang tidak merugikan orang lain dan pada akhirnya kita akan menjadi Abdullah, hanya abdinya Pangeran.

Para Warga Padhepokan
Oleh karena itu orang jawa ada namanya manekung, mendel , meneng, wirid dalam istilah lain adalah tafakur. Ada proses perenungan alam diri kita, ada proses merenung dihati kita sambil kita menyebut nama Allah. Sudahkah benar yang kita lakukan? Sudahkan yang kita tidak membuat sakit orang lain? Kalau sudah begitu akan ingat urutan kehidupan yaitu yaumul mizan.
Dahulu Rasulullah menerima wahyu untuk disebarkan tapi Kaum Quraisy tidak mau menerima. Muhammad dinilai masih muda dan masih belum punya kemampuan untuk itu padahal beliau adalah keturunan bangsawan dan istrinya juga kaya raya tapi tetap mereka masih tertutup hatinya. Makanya kita selalu meneladani akhlaq beliau. Kita jaga hati kita. Tidak ada yang besar selain Rasulullah dan setelah itu adalah Allah dan yang lain adalah tidak ada.

Para Warga Padhepokan
Marilah kita bersama dipadhepokan ini untuk belajar bersama mendekatkan diri kepada Allah dalam dzikirnya, dalam tingkah lakunya , dalam hatinya.  Kita bukan belajar perdukunan. Kita disini hanyalah tempat lereng jiwo, lereng pengarep-arep, lereh hanya kepada Allah yang sesuai dengan pesan Sunan Tembayat,

“Padakno lisanmu karo atimu”.

Manakala seseorang sudah sama antara lisan dan hatinya maka sudah tidak ada lagi pengingkaran karena Allah sudah didalam qolbu kita. Marilah kita bersihkan hati kita, kita bersihkan jiwa kita dari ujub, takabur, iri dan dengki yang membuat kita akan melupakan Pangeran, melupakan sak padane titah.

Mugi kulo  lan panjenengan lan sak anak kulo lan panjenengan tansah dipun paringi tetep imanipun, jejeg imanipun, tebih ing panggodaning ati, tansah dipun paringi hidayah dening Allah dipun paring slamet donyo slamet akhirat, mulyo dunyo mulyo akhirat.
Al-Fatihah

Wassalamu'alaikum Wr. Wb





Postingan Populer