Kejeniusan Lokal Dakwah Sunan Kalijaga

Minggu ke-3, 19 April 2018


Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Assalamu'alaikum Wr. Wb
Para dulur Warga Padhepokan
Suatu kisah perjalanan kehidupan, Rasulullah menyebarkan Islam dengan perjuangan yang sangat panjang. Bukan sekedar fisiknya. Bukan sekedar rohaninya tapi juga hartanya. Dua per tiga tanah Mekah awalnya adalah milik Siti Khadijah. Dalam perjuangannya Rasulullah menyantuni yang fakir, memberikan kepada yang miskin sampai Muhammad itu mengalami kemiskinan yang amat sangat bahkan sering ketika malam hari beliau mengganjal perutnya dengan sebongkah batu agar tidak lapar dan tidak terlihat kalau sebenarnya sudah tidak punya apa-apa, Masya Allah….
Kedua, dalam perjalanan itu suatu saat Allah menghendaki memanggil kembali Khadijah. Rasulullah pun menangis, “Ya Khadijah, setelah kamu siapa lagi yang akan percaya jika aku adalah utusan Allah”. Ali berdiri dan langsung menjawab, “Aku...ya Rasulullah, Aku percaya bahwa panjenengan adalah utusan Allah”. Ali yang disimbulkan dengan seseorang muda yang sangat mempunyai ketegasan dan dedikasi.

Para dulur Warga Padhepokan
Kerono itu para dulur,  perjalanan Rasulullah yang sangat berat ini ada para wali Allah yang mengikuti lampahipun Rasulullah. Salah satunya adalah Kanjeng Sunan Kalijaga atau  Raden Mas Said atau Jebeng. Beliau adalah satu-satunya wali asli dari Tanah Jawa, Indonesia. Terkenal dengan sebutan Syech Malaya. Syech berarti  “Guru” dari Malaya berarti Melayu yang berarti asli dari Indonesia. Sunan Kalijaga adalah putra dari Adipati Tuban Wilwatikta. Beliau sering mengambil bahan makan sembako digudang untuk diberikan kepada fakir miskin. Kanjeng Sunan Kalijaga tidak pernah berniat memberontak dan tidak ada keinginan mencuri tapi beliau menyadari bahwa harta ayahnya tentunya belum di-zakati, diambil dan dibagikan. Namun sebagimana biasanya dalam setiap perjuangan selalu ada yang berkhianat. Ada seorang yang memakai topeng yang sama dipakai dengan Sunan Kalijaga tapi tidak berbuat kebaikan namun justru malah melakukan pemerkosaan dan pencurian. Oleh karena itu rasa geram Raden Mas Said kepada orang-orang ini dan ternyata orang tersebut adalah Lokajaya, seorang berandal yang juga berpakaian hitam sama dengan Sunan Kalijaga.

Para dulur Warga Padhepokan
Dalam ketiadaan ketentraman batin Sunan Kalijaga, ada salah satu abdi yang mengetahui bahwa sembako yang ada digudang itu yang mengambil adalah Sunan Kalijaga dan dilaporkan kepada Ayahnya. Akhirnya Sunan Kalijaga dihukum oleh ayahnya, salah satunya adalah dipukul jarinya yang mengakibatkan jari sunan Kalijaga agak cacat sedikit. Tapi demi rasa hormatnya kepada ayahnya maka tidak sedikitpun beliau menggunakan kesaktiannya, beliau menerima hukuman tersebut dengan ikhlas. Pada akhirnya Sunan Kalijaga harus keluar dari bumi Kadipaten Tuban dan sebelum menggetarkan bumi Kadipaten Tuban dengan membaca Al-Quran beliau tidak diperkenankan kembali ke Tuban.

Sunan Kalijaga bukanlah orang yang mudah putus asa. Dengan rasa ikhlas beliau menganggap hukuman dari orang tuanya adalah sebagai pendorong untuk meningkatkan ketaqwaan, Sunan Kalijaga akhirnya menuju sebuah gua yang ada di daerah sekitar Tuban yang sampai saat ini disebut Gua Akbar. Disitu Sunan Kalijaga setiap hari menghapalkan Al-Quran dan bergaul dengan masyarakat sekitar tanpa diketahui orang tuanya. Suatu saat dimalam Jum’at, antara jam 21.00 sampai tengah malam, Sunan Kalijaga membaca Surat Kahfi dari jauh. Al-Quran yang ada dirumah Kadipaten Tuban terbuka sendiri dan tidak seorangpun ada yang mendengar suara Sunan Kalijaga kecuali kedua orang tuanya dan adiknya Dewi Roso Wulan.

Suasana mejadi sepi. Abdi dalem tidak ada yang terjaga, semua tertidur. Hawa semakin dingin dan angin seakan berhenti. Begitu berhentinya itu, getaran demi getaran bacaan Al-Quran langsung masuk sanubari orang tua dan adiknya.

Setelah itu Sunan Kalijaga tidak berniat kembali ke Rumah Kadipaten Tuban. Ini sangat bermakna para dulur. Beliau tidak ingin kembali dalam kedudukan duniawi. Beliau tidak mau tergoda duniawi. Beliau berjalan menebarkan ukhrowiyah hasanah, kebaikan jiwa.

Setelah berjalan melewati daerah Bang Wetan Ampel beliau sempat mampir ke tempat Nyai Karimah, seorang kekasih Allah yang makamnya ada di Kembang Kuning. Nyai Karimah menyarankan beliau ke Sunan Ampel. Disana kelak beliau menjadi murid sekaligus menantu Sunan Ampel. Suatu saat Sunan Ampel berkata kepada Sunan Kalijaga, “Ngger Jebeng anakku…Siro kanggo sekaran Kalijogo, mangertenono..yen kowe kuwi oleh tugas koyo dene Syech Subakir pinongko numbali tanah Jowo, ning kowe ugo nggendong ngramut tanah Jowo.”

Maknanya apa para dulur…Sunan Kalijogo menjadi seorang kekasih Allah dengan kelembutannya, kejeniusannya dan kearifan lokalnya justru lebih berhasil dalam meng-Islamkan Masyarakat bahkan sampai ke Sumatera. Lebih dicintai rakyat dari pada kemewahan pakaian orang lain. Sebagai contoh, mereka yang berpakain kearab-arab-an itu justru menjadikan rakyat menjadi jarak untuk mengkaji ajaran agama tapi yang berpakaian dan berperilaku lokalnya justru memunculkan kejeniusan lokal dan menambah taqwa dan membuat orang menjadi tidak sungkan untuk belajar agama.  Sunan Kalijaga dengan tenang dan dengan cara-cara yang menyentuh jiwa akhirnya beliau berhasil meng-Islamkan Tanah Jawa bahkan menjadi Islam terbesar didunia.

Para dulur Warga Padhepokan
Kejeniusannya, memunculkan dan mengingatkan kepada pemimpin pada waktu itu yaitu Sultan Trenggono. Beliau tidak mau menegur Sultan Trenggono dengan kasar namun mengajak anak-anak kecil sowan ke tempat Sultan untuk menyanyikan tembang Gundul-Gundul Pacul. Kalau seorang Gundul pacul sudah gembeleng maka wakul akan ngglempang. Kalau pemimpin sudah tidak bisa peduli lagi maka rakyat yang disimbulkan dengan ketersediaan pangan (wakul/bakul) akan ngglempang atau tidak punya kepercayaan. Sunan Kalijaga pun sempat ditawari menjadi patih namun tidak berkenan dan tetap ingin bersama-sama dengan rakyat. Termasuk ketika anaknya lahir diberi nama Pangeran Wijil yang berarti muncul. Artinya beliau berharap anak-anaknya nanti mampu mengangkat penderitaan umat yang ada didaerahnya.

Rasulullah juga seperti itu, Abu Jahal sering menawari kenikmatan dunia kepada Rasulullah untuk menghentikan dakwahnya. Namun Rasulullah menjawab, “Seandainya matahari ada di tangan kananku dan rembulan ditangan kiriku serta gunung Jabaluhud menjadikan emas untuk aku maka aku tidak akan menghentikan dakwahku.” Tugas kejiwaan. Tugas dari Allah.

Para dulur Warga Padhepokan
Mari kita mengkaji terhadap diri kita sendiri, Apakah yang kita lakukan sudah Ikhlas? Apakah hati kita sudah ditata untuk menata hidup kita? Atau jika melakukan sesuatu sekedar untuk kamuflase saja. Seolah-olah ketika berbicara menunjukkan kebaikannya namun justru sebaliknya. Kelak suatu saat apa yang kita lakukan pasti ada pertangung-jawabannya. Kenapa ketika dzikir itu harus sirri. Sirri itu adalah merupakan bagian dari evaluasi diri kita sendiri.

Walaupun jauh kita tetap menjadi umat Rasulullah. Kita ikut langkah kanjeng Nabi. Kita punya waliyullah Kanjeng Sunan Kalijaga yang rela berkorban untuk umat. Kita punya leluhur Kanjeng Sunan Tembayat. Kita tidak sekedar bangga mempunyai leluhur Sunan Tembayat. Kita tidak sekedar bangga pewaris ilmu Sunan Tembayat namun evaluasinya adalah sudahkan kita ikut tindak langkah dalam sebuah keikhlasan, noto ati sehingga kita semua toto gesangipun?

Mugi-mugi Allah paring kanugerahan ingatase kita lan anak turun kita kanthi noto ati niki, mugi-mugi Allah  paring keselametan dunia akhirat, bejo donya bejo akhirat lan mulyo donya mulyo akhirat. 
Al-Fatihah

Mugi-mugi Allah paring ketentreman ingatase jiwa-jiwa kita lan anak turun kita. Semoga Jiwa yang gersang akan subur karena Allah.
Aamiin…. 

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Postingan Populer