Serat Suluk Joko Linglung

Minggu ke-2, 12 April 2018


Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar


Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

 Assalamu'alaikum Wr. Wb
Para dulur Warga Padhepokan
Kanjeng Sunan Kalijogo, telah mengarang salah satu kitab atau serat suluk. Suluk dari kata ‘Salik’ artinya mencari jalan, yaitu Serat Suluk Joko Linglung. Jangan dimaknai joko itu berarti lelaki tapi dimaknai orang kebingungan. Di akhir jaman manusia itu pada bingung, pada linglung. Bingung ‘marang patraping sapodo-podo’ artinya patrap marang hamba-hamba Allah dan bingung marang Allah. Banyak orang yang berteori, berdalil dan memaknai ayat-ayat Al-Quran dengan tafsirnya. Tafsir itu bisa salah dan bisa benar. Sehingga tidak lagi melihat para alim, tidak lagi melihat ulama-ulama yang sepuh, baik sepuh ilmunya juga sepuh hatinya, sepuh kelakuannya. Yang muncul saat ini benar-benar sesuai dengan suluk linglung yang ditulis oleh Sunan Kalijogo. Ada orang-orang yang membentuk kelompok tafsir Al-Quran. Menafsiri dengan gayanya sendiri. Tidak lagi mempelajari ilmu dengan akalnya. Ada yang memahami sesuatu itu hanya dari melihat kata-katanya bukan dari kelakuan.

Para dulur Warga Padhepokan
Umpamanya seperti ini, ada yang menganggap bahwa tahlil itu bid’ah karena hanya berpedoman Idza maata Ibnu Adama…dst, mendoakan orang itu tidak sampai dan mereka berkata bahwa Rasulullah tidak pernah tahlil. Tahlil itu bukan ibadah khusus dengan Allah tapi ibadah hubungannya dengan manusia. Kalimat yang dibaca di dalam tahlil adalah kalimat Allah yang memuji Allah , memuji Rasulullah dan pada puncaknya baru meminta kepada Allah agar Si Fulan yang sudah meninggal diberi ampunan oleh Allah. Ini yang disalahkan padahal ketika ada orang yang meninggal kita berkewajiban yaitu memandikan, mengkafani, menyolatkan dan menguburkan. Ketika sholat mayit

Allahummagh firlahu warhamhu wa'aafihi wa'fu anhu
Ya Allah, ampunilah dia, berilah rahmat, sejahtera dan maafkanlah dia

Ini adalah juga do’a meminta ampunan untuk si Fulan kepada Allah. Setelah itu orang akan kebingungan dengan nuraninya sendiri, berbuat ini salah, itu salah, ikut kyai salah, padahal ulama sepuh-sepuh yang alim itu memberikan tauladan dalam gerak hidup sehari-hari. Oleh karena itu disebut Joko Linglung, tidak tahu mana utara mana selatan.

Para dulur Warga Padhepokan
Itulah serat Joko linglung. Kenali diri kita sendiri.

Man arofa nafsahu faqod arofa robbahu,
Sopo mangerteni awake dewe moko deweke bakal ngerti Pangeran

Jangan kita hanya mengenal hawa nafsuya saja. Memang hawa nafsu itu tandanya hidup tapi kita harus mengenal bahwa hidup kita ada yang menghidupi yang maha hidup.  Urip kang ora mati yaitu Allah. Kenali diri kita sendiri. Janganlah kita membiarkan hawa nafsu ini berkembang menguasai hati kita, menguasai nalar-nalar kita yang pada akhirnya tumbuh menguasai ing dalem penggawe atau aff’al kita. Diantaranya adalah kita tidak pernah merasa cukup apa yang diberikan oleh Allah.
Kata cukup yang dimaknai adalah segala sesuatunya pas. Tapi kata “cukup”  jika tidak diimbangi dengan hati maka tan ono pas e, tidak akan lengkap.

Para dulur Warga Padhepokan

Sopo wongge nyukuri nikmatku moko bakal aku tambah nikmate lan sing sopo wonge kufur ingatase nikmat-Ku moko saktenane siksaku luwih perih.

Siksa itu tidak berarti api yang menyala-nyala tapi siksa itu bisa berasal dari diri kita sendiri misal, tidak pernah merasa tentrem, tidak pernah merasa bahagia dll. Justru siksa dari hati kita sendiri ini akan sulit mengendalikan dan kepedihannya berkepanjangan. Obatnya hanya eling marang Allah. Ingat Allah dalam setiap tarikan nafas kita. Eling  arang Allah berupa dzikir baik dzikir hati kita, dzikir lisan kita, dzikir pikiran kita, dzikir dengan harta kita (zakat).

Para dulur Warga Padhepokan
Kalau kita sudah mengenal hati kita dengan dzikir yang tidak pernah putus. Kemana saja  wajah kita menghadap maka kita berhadapan dengan Allah dan kita tidak akan melakukan segala sesuatu yang bersifat meninggalkan Allah. Yang ada hanyalah rasa syukur. Dan Allah itu jumeneng ing atine awake dewe. Sebenarnya kita sudah merasa bahwa Allah itu ada didalam hati kita tapi roso itu kita abaikan, kita tinggalkan karena hawa nafsu. Dari serat Joko linglung, salah satunya mengisahkan perjalanan proses ke-Islaman Brawijaya V. Suatu saat Prabu Brawijaya V ini berlari kearah Gunung Lawu ke Hargo dalem dan ditemuilah beliau oleh Kanjeng Sunan Kalijogo.

“Duh…Gusti Prabu apa yang menghalangi panjenengan tidak bisa menerima tauhid ?’.

Walaupun Kanjeng Sunan Kalijogo saat itu mengerti bahwa hidayah, tauhid itu tidak bisa dipaksakan namun hidayah itu turun dari Allah seperti halnya kisah Abu Lahab Paman Nabi Muhammad.

Prabu Brawijaya V berkata, “Cucuku Kalijogo, Saktenane ingsun wus ngrasuk ning agomo niro (Islam) nanging mangertenono  yo ngger….kabeh tan wurung bakal bali ngarsane Sang Hyang Widi (Allah). Ning aku ora pingin nggawe loro ning  atine liyan”. Itu yang disampaikan.

Masya Allah…sebuah rasa hormat kepada sesamanya bahkan seorang raja kepada rakyatnya yang mayoritas pada saat itu bukan beragama Islam. Menyembunyikan penggawene supaya tidak terlihat oleh orang lain di Hargo Dalem dekat degan Candi Cetho. Tapi sebenarnyalah, Kanjeng Brawijaya V ngrasuk didalam ageman Nabi Muhammad. Setelah itu Prabu Brawijaya V mengubah namanya menjadi Sunan Lawu.

Dalam perjalanan dakwahnya, Sunan Lawu selalu diikuti oleh Burung Gagak. Burung Gagak kalau didalam hasanah Jawa adalah perwujudan dari Sabdo Palon Noyo Genggong.  Sabdo Palon Noyo Genggong berkata kepada Suna Lawu bahwa akan ikut ngrasuk kedalam ageman Agama Nabi Muhammad tapi jika suatu saat dunia Arab merusak tanah Jawa maka akan menagih janji.

 Para dulur Warga Padhepokan
Kenapa dikatakan orang arab merusak tanah Jawa. Bukan karena Islamnya, karena Islam itu Rahmatan Lil Alamin, membawa kedamaian. Jika kita melihat bahwa dijazirah Arab ada budaya berperang antar kabilah, ini adalah bukanlah perintah Islam. Maka datang orang-orang Arab datang kesini menyebarkan Islam dengan damai kemudian dilanjutkan dengan Wali, kekasih Allah, para Ulama yang sehaluan dengan wali yang sudah disebut.

Namun gelombang-gelombang selanjutnya adalah orang-orang yang merasa pintar dan membawa sebagian budaya Arab ke Indonesia. Maka apa yang  terjadi para dulur? Islam ini sudah tidak lagi menjadi agemaning hati. Tidak lagi sebagai sebuah keyakinan tapi sebagai alat untuk mendebat orang lain, sebagai alat untuk menyalahkan oang lain. Tidak lagi mengenal kita sebagai orang Indonesia. Yang datang menggunakan sepatu yang tidak dilepas artinya mereka yang datang tidak lagi menggunakan sopan santun, memusuhi aparat, digunakan sebagai alat politik, Agama diperjual belikan. Masya Allah…sangat-sangat jauh dari angenaning ati bab Pangeran. Pangeran itu tahu yang sirri, tahu yang dhohir dan batin, apa yang ada dihati kita. Maka yang terjadi apa para dulur? Sabdo Palon menagih janji.

Mari hati ini ditata. Islam ini dibuat agar Rahmatan Lil Alamin. Menghormati budaya kita dan Islam dikembangkan sesuai dengan budaya kita tanpa menyakiti dan melukai. Manakala seseorang merasuk kedalam Agama Allah Islam harus merasa bahwa Islamlah yang memudahkan. Islam bukan Agama yang ribet. Islam adalah Agama yang penuh toleransi kepada umatnya.

Kerono niku monggo nenuwun ing ndalu niki, mugi-mugi Allah tansah paring hidayah ingatase kita lan anak turun kita lan mulyaaken kita lan anak turun kita dari beribu-ribu pintu kemuliaan.
Al-Fatihah

Ya Robbi, berilah rejeki kepada saya dan para warga beserta anak turunnya, menjadikan umat yang menjaga Islam kanthi kaffah.
Al-Fatihah

Ya Allah paringi keselametan warga Padhepokan sedoyo.
Al-Fatihah


Wassalamu'alaikum Wr. Wb


Postingan Populer