Aku Roh Rahsane Menungso, Menungso Roh RahsaKu

 Aurotan 5 Juli 2018 

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar  

Aku Roh Rahsane Menungso, Menungso Roh RahsaKu

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

  
Assalamu'alaikum Wr. Wb


Para warga Padhepokan
Ada santri ada Kyai. Kyai itu macam-macam. Ada Kyai tutur, kerjaannya hanya menasehati orang, bagaimana hidup ini lebih baik, lebih tentrem. Ada Kyai sembur, Kyai ini jika diminta nasehat bingung untuk menyampaikan. Inginnya berjalan ke Timur tapi bingung untuk menyampaikan. Ada Kyai catur, sukanya bermain politik, berbuat kelicikan dan sebagainya. Ini macam-macamnya kyai. Nah para dulur warga Padhepokan, yang apes itu sebenarnya kyai yang kebetulan kyai tutur juga kyai sembur.

Alkisah, suatu hari ada santri yang menghadap kyai tersebut. Santri ini protes, "Saya sudah mengamalkan segala amalan dari panjenengan, saya sudah mengamalkan wiridan juga dzikir dari panjenengan. Amalan-amalan ini diijazahkan ke saya tapi sedikitpun kok tidak ada keinginan saya yang berhasil". Maka kyai tersebut terdiam. Diamnya seorang ulama yang benar-benar ulama. Sejenak ulama itu menangis dan menjawab didalam hati, "bagaimana anak ini kok tidak mengerti". Jawaban itu tidak harus diucapkan kyai. Jawaban itu sebenarnya adalah "lillahi robilalamin". 

Para warga Padhepokan
Selama ini dzikir, wirid, lakon, sholat, puasa sekalipun itu, dari seribu orang mungkin hanya beberapa saja atau bahkan tidak ada yang mencapai kata lillah. Ada yang berharap surga, ada yang berharap niat, ada yang takut neraka. Kebanyakan orang belum memahami bahwa wirid, dzikir itu hanya latihan untuk menyapa Allah. Tidak usah berharap jika mengamalkan ini akan menjadi sakti, tidak mempan ditebas dll. Maka Allah sudah tahu maknawiyah apa yang dihajadkan. Allah akan memberi imbalan. Tidak terus-terusan bertanya kepada kyai karena bukan kyai tersebut yang mengabulkan do'a. Kyai itu hanya menuntun, noto ati kanthi dzikir. Orang noto ati itu tidak bergerak hanya fisiknya saja, noto ati ini berhubungan dengan jeroan. Banyak orang itu yang casingnya bagus tapi jeroannya masya Allah...sudah tidak karu-karuan. Casingnya bagus bisa Sam---ung, no--ia dll tapi jeroannya mesin-nya mati. Orang yang penting bukan seperti itu, bukan casingnya kalau hp-nya itu nyala, sambung sakpadane menungso, maringi kesaenan tumrap sakpadane manungso, migunani tumrap sakpadane manungso, fainsya Allah...niku dadi sak apik-apike manungso.

Para warga Padhepokan
Kalau seseorang itu tidak memahami betul maka yang terjadi adalah kondisi seperti sekarang ini. Agama itu sudah diprofesikan. Kalau kita lihat dilayar TV itu kita sedih, mengakunya ustad tapi naif. Lihat dimedsos, contohnya seperti baru-baru ini (orang yang kurang paham) dia tidak memahami Islam Nusantara itu bagaimana. Islam yang terbentuk seiring dengan kebudayaan. Menurutnya agama itu terpisah dari kebudayaan sehingga yang dikatakan Rahmatan lil alamin itu hanya agama saja. Hanya orang bodoh yang berpikir seperti itu. Artinya Islam itu bisa berkembang dimana saja seiring dengan kebudayaan. Orang Arab menggunakan jubah maka bisa memakai jubahnya. Orang Indonesia memakai sarung maka Islam bisa dengan orang sarungan. Orang Malaysia memakai celana dan sarung ditekuk juga bisa Islam memakai itu.

Ada yang mengkritik sholawat, "Jama'ah kok sholawat harusnya tahfidzul Quran". Allah dawuh, bersholawatlah atas nabi. Ustad-ustad hari ini bukan suatu keyakinan tapi sebagai profesi, semuanya hanya uang. Apakah orang Islam yang berjubah lebih baik dari pada orang Islam yang bersarung? Apakah yang bersarung lebih jelek dari pada memakai celana dan bersarung ditekuk separuh seperti Malaysia? Apakah kita lebih jelek dari Suku Uighur China Islam yang memakai celana putih panjang itu? Tidak....Yang dimaksud Rahmatan lil alamin itu bisa berkembang dimana saja dan bisa seiring dengan apa saja, sejauh tidak bertentangan dengan fikih-fikih Allah. Dan yang kedua, Yasinan disalahkan, "harusnya Qur'an bukan Yasin". Apakah Yasin bukan bagian dari Al-Qur'an? Kalau kita tidak mampu membaca Al-Qur'an dalam jumlah banyak maka membaca Yasin. Apa perlu membuat kumpulan Al-Baqoroan, dengan surat yang amat panjang?

Para warga Padhepokan
Murid atau santri yang tidak memahami semacam ini maka dia tidak akan sampai kepada Allah sampai kapanpun dzikirnya. Banyak seperti disampaikan diatas, santri yang bertanya kepada gurunya bahwa selama ini sudah melakukan perintahnya tapi kok tidak sampai apa yang dia inginkan. Karena apa yang dilakukan dzikir itu tidak karena Allah. Niat itu lebih dari separuh amalan. Kanjeng Nabi itu dawuh, siapa saja yang istiqomah mengamalkan surat Al-Waqiah maka dia tidak akan diberi kemiskinan sampai kepada anak turunnya. Tapi jika membaca surat Al-Waqiah jangan dimaknai atau diniati minta kaya tapi lillah maka fadilah akan langsung datang dari Allah. 

Ada lagi, "Islam ya Islam tidak ada Muhamadiyah". Muhamadiyah itu sekelompok orang yang mengaku dirinya pengikut Muhammad. NU itu adalah orang-orang ahli sunnah yang terpinggirkan oleh keadaan. Jadi sebelum ada NU sudah ada tahlilan, Yasinan yang diiringai oleh kebudayaan dan Agama ditumpangkan pada saat itu. 

Kembali lagi, jika semua do'a dikabulkan sesuai keinginan kita maka niscaya akan saling berbenturan. Contoh, petani yang menanam jagung  dan satunya menanam padi. Yang satu berdoa agar diberi hujan dan sebaliknya yang satu berdoa meminta panas maka jika dikabulkan sekaligus maka akan berbenturan dan tidak berjalan dengan baik. Allah itu berdiri sendiri dan tidak bisa diatur seperti itu.
Oleh karena itu saya berpesan seperti ini, lakukan apa saja dengan keikhlas kerono Allah. Sudahlah jika segala sesuatu kerono Allah, panjenengan ridho ingatase peparinge Allah maka Allah bakal ridho ingatase panjenengan. Kerono nopo, "Aku roh rahsane menungso, menungso roh rahsaKu", dalam ilmu hakikat. Maka puncak syukur itu adalah ridho. Aturan Allah itu pasti lebih baik. Allah memberikan takaran rejeki setiap orang.

Para warga Padhepokan 
Takdim kita kepada Sunan Tembayat yang kita teladani, keikhlasan Tembayat. Begitu juga Kanjeng nabi ketika disuruh menghentikan risalah dan akan diberi jabatan, emas dan wanita maka Nabi tidak bergeming dan berkata, "jika matahari ada ditangan kananku dan bulan ada di tangan kiriku maka aku tidak akan berhenti untuk berdakwah". Kanjeng Sunan Tembayat ikhlas meninggalkan segala kedudukan dan harta, berjalan dari Semarang ke desa Paseban Klaten. Kalau menuruti raga dan angen-angen maka lebih baik menjadi Bupati, mempunyai kedudukan dan harta yang melimpah tapi tidak untuk Kanjeng Sunan Tembayat. Keikhlasan Allah-lah yang dicari. 

Sekali lagi mari kita tata hati kita. Kita kembalikan keikhlasan ini atas segala sesuatunya. Amalan-amalan kita tidak lagi menjadi tunggangan angan-angan tapi benar-benar amalan menjadikan keikhlasan sehingga Allah memberikan balasan tanpa kita minta. Al-Fatihah.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Postingan Populer