Tutupono Apikmu Koyo Dene Nutupi Elekmu

Minggu ke-4, 24 Agustus 2018


Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Khaul ke 31  Mbah Naib sepuh Moh.Ridwan

Assalamu'alaikum Wr. Wb
Para dulur warga Padhepokan
Mari kita tepo tulodo dateng Mbah Ridwan almarhum karena dengan tepo tulodho Insya Allah kita saget nderek tindak lampahipun lan memahami apa yang beliau ajarkan dengan baik. Keikhlasan dalam setiap langkah. Ketegasan jiwa tentang agama, tentang negara kita, tentang perdamaian itu yang pernah diajarkan kepada kita. Kalau dilihat beliau masih ada keturunan garis lurus dari pangeran Ontowiryo, berarti pada dirinya mengalir darah-darah yang mengajarkan ketegasan namun tetap welas asih kepada mereka yang tidak mampu. Mari para warga, mari kita teladani dan ikut tindak lampah mbah Ridwan, Sunan Tembayat dan tentunya Rasulullah yang menjadi panutan kita.

Mbah Naib itu pernah bilang "Tutupono apikmu koyo dene nutupi elekmu"  Kebanyakan orang itu berusaha menonjolkan diri bahwa akulah yang paling baik, akulah yang berkorban untuk semua orang. Kalau kita memahami yang sebenarnya, sedikit takabur itu seperti api yang didalam merang, kalau api itu selalu menyala tidak terasa akan membakar merang tersebut. Oleh karena itu kesombongan didalam diri atau ketakaburan akan membakar seluruh amal kebaikan. Petuah-petuah kejawen jika kita dengarkan sepintas, ternyata apa yang disampaikan Mbah Ridwan itu adalah sangat-sangat Islami. Islam itu ketemu Kejawen koyo tumbu ketemu tutup.


Para dulur warga Padhepokan
Selanjutnya Mbah Naib Ridwan juga pernah berkata, "Le, ngiluo..oncekono gambarmu yen kowe wis weruh moko kowe bakal ngerti sopo to Pangeranmu". (Berkacalah...kupaslah dirimu, jika kamu sudah tahu maka kamu akan mengerti Pangeranmu" Maka kita berfikir bahwa jika dihubungkan dengan ajaran Islam, man arofa nafsahu faqad arafa rabbahu, Siapa yang mengerti dirinya maka bakal mengetahui Robnya. Begitu juga sebaliknya, Siapa yang mengetahui Pangerannya maka akan paham dengan dirinya. Maka apa yang dikatakan ini sudah menjadi satu karena setuhune ingsun tajaline dzat kang moho suci, sebenarnya manusia semua itu tajaline wahananing sifat yaitu Pangeran tapi kadang jika disampaikan ke muka umum tidak menutup kemungkinan kita ini bisa dianggap musyrik atau murtad. Namun sebenarnya kalu kita betul-betul mempelajari dan memahami ke-Islaman yang hakiki, Innalilali wa inna ilahi roji'un, Asal ora ono mbalik ora ono, mblalik ing ngarsane Gusti, mbalik ing alam wahdah dan pada saat Izroil sudah meminang kita untuk kembali kepada Allah, ruh kita kembali kepada Allah, tidak setitikpun walaupun sedzarah yang menghalangi pinangan Izroil kepada Allah. Dunia yang kita kejar-kejar, kita rangkul dan kita cintai ternyata harus terpisah dan berpisah.

Para dulur warga Padhepokan

Maka pesan ketiga yaitu puncak ing suluk yaitu menjauhi dunia. Maknanya...para dulur
tahun 1987 menjelang beliau meninggal dunia. ketika itu saya masih SMA dan kebagian menjaga pada malam hari. Setiap malam selalu memberi nasihat. Kembali ke Puncak ing suluk yaitu menjauhi dunia, bukan berarti orang Islam itu berpisah dari dunia tapi orang Islam itu jangan sampai ketunggangan dunia. Bahkan lebih baik jika kita orang Islam menunggangi dunia maksudnya jika kita punya harta maka jangan lupa dengan orang yang lemah dan jika kita punya kuasa maka jangan lupa melindungi yang lemah.


Para dulur warga Padhepokan
Kita semua banyak minum dari sumber air Mbah Ridwan yaitu sumber air ilmu. Setiap malam Jum'at kita belajar dan tidak berhenti belajar mengenal diri kita sendiri. Mengamalkan amalan-amalan Kanjeng Sunan Tembayat yang itu turunkan dari Kanjeng Nabi kepada Sayidina Ali sampai kepada Sayidina Husein dan sampai kepada kita. Jadi amalan-amalan kita dimalam Jum'at adalah bukan amalan buatan orang tapi diberikan oleh Kanjeng Nabi kepada menantunya Ali. Itu yang disampaikan Mbah Ridwan walaupun status mbah Ridwan menerima amalan dari Mbah Murtobi'ah itu adalah menantu, tapi menantu kesayangan. Akhirnya itu tetap kembali ke garis lurus.

Para dulur warga Padhepokan
Seperti disampaikan diatas bahwa kita minum dari air yang sama berarti sumber ilmu yang kita pelajari adalah sama. Walaupun kondisi-kondisi keadaanlah yang memaksa kita kadang-kadang harus berbeda. Ada yang menggunakan ajaran itu diubah menjadi do'a-do'a untuk menolong orang, ada yang diubah menjadi keselamatan, ada yang diubah untuk keselamatan tubuh dan penglaris badan untuk memperlancar rejeki dan lain-lain. Tapi pada dasarnya tetaplah ilmu itu mengalir dari sumber yang sama. Oleh karena itu malam ini kita memperingati meninggalnya Mbah ridwan. Mari kita semua sedikit meresapi ilmu beliau. Sedikit meresapi ketawakalan, syukur kita bisa berbagi kepada lingkungan sehingga kita bisa menjadi seperti harapan Mbah Ridwan yaitu kita semua dan semua anak turun kita menjadi nur Muhammad yang memberikan keselamatan dan kedamaian bagi lingkungan sesama. Maturnuwun.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb 
 

Lamaran Malaikat Izroil

Minggu ke-3, 16 Agustus 2018

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Sedulurku wargo Padhepokan
Para wargaku yang dikasihi Allah.
Saudaraku yang sangat kukasihi yang dirahmati Allah dengan segenap rahmatnya.

Tiba suatu saat, saya akan didatangi malaikat untuk melamarku. Mangajakku...mengajak ruhku kembali ke Rob-ku. Dalam lamaran itu tiada satu titik yang bisa, menjadikan aku menolaknya dan disaat itulah kita akan berpisah. Pada saat hembusan nafas terakhir kita, bisakah kita mengucap kata "Allah". Perjuangan yang panjang saudaraku. Sehingga ada kata-kata :

Kullu nafsin dzaiqotul maut
(Setiap yang bernyawa pasti merasakan mati)

"Inna lillahi wa inna illaihi rajiun"
(Sesungguhnya kita ini semua adalah kepunyaan ALLAH dan kita semua akan kembali pula kepadanya)

Dalam perceraian ini kita perpisah dengan sesuatu yang saat ini kita selalu memburunya yaitu duniawi. Duniawi ini yang memastikan seolah-olah dihati kita itu yang menjadikan cukup, itu yang menjadikan terhormat. Ternyata kita semua harus berpisah dengan duniawi.

Sedulurku wargo Padhepokan
Selanjutnya kita akan berkumpul untuk memasuki keabadian illahiah. Ketika sudah berkumpul bersama Rob sebagaimana di alam wahdah kita maka hanya satu kata, kita selalu berharap cinta Allah namun tidak pernah mencintai Allah.

Mpun cukup roso katresnan kita marang Pangeran?
Mpun cukup bekal kita sowan ing ngarsane Gusti?

Padahal perbekalan itu dimulai dari menata hati. Oleh karena itu para dulur wargo Padhepokan monggo noto ati. Kerono niku, saya meminta karena kerendahan saya dan saya memohon karena saya merasa tidak mampu bahwa mari kita bersama-sama menata hati, akhlak kita sendiri, atine awake dewe kangge sowan ing ngarsane Allah. Sehingga kita dijadikan hamba-hamba yang selalu diberi rahmat dan pengampunan.

Sedulurku wargo Padhepokan
Manakala kita mengetahui itulah titik-titik akhir kita bersama. Ketika kita mengetahui bahwa itu adalah titik-titik akhir duniawi, kita akan mengucapkan selamat tinggal dunia. Semoga Allah mempersilahkan kita, seperti yang Allah katakan :

"Yaa ayyatuhan nafsul muthma’innah"
(Wahai jiwa-jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya) 

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Puncak Suluk

Minggu ke-2, 9 Agustus 2018

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Para warga padhepokan
Orang Islam tidaklah dia menggunakan dunia untuk kepentingannya sendiri, melupakan akhirat. Seseorang yang pada dasarnya Suluk kepada Allah adalah mencari jalan Allah dan pada puncaknya, Pungkasaning Suluk orang akan menjahui duniawi.

Menjahui duniawi bukan berarti dia meninggalkan dunia namun menggunakan, memanfaatkan apa yang dimilikinya untuk kebaikan bersama, untuk mencari keridhaan Allah.  Seorang suluk yang kaya dia lebih keras bekerja untuk mendapatkan urusan dunianya hanyalah untuk mendapat keridhaan Allah dan memanfaatkan apa yang didapatnya untuk berbagi, shodaqoh, infaq dan lain sebagainya.

Kalau kita lihat orang-orang yang berupaya "mlaku" ning jalan Allah, godaannya itu ya.. donyo/dunia, pengen sugih, pengen opo wae. Sak tenane pengen Sugih lan sejenisnya itu wajar...namun jika menjadikan kesugihan dunia itu sebagai pangerane dan melupakan pangeran yang sejati itu sudah kehilangan kewajaran.

Para warga padhepokanKrono niku,  Monggo...Kulo lan panjenengan berpikir, merenung, instropeksi diri...apakah kita dinaiki dunia atau dunia yang kita naiki. Ada seorang pedagang berusaha keras dagangannya laris, sugih, keuntungannya banyak. Dalam kekayaannya dia ber-Salik kepada Allah, Suluk ngarsaning Gusti Allah, menuju jalan Allah, dia menghitung labanya. Setelah dihitung dicarilah batas nisab dan dua setengah persen dari kelebihan satu nisab itu lalu dibagikan kepada fakir miskin, inilah yang disebut suluk para warga padhepokan.

Orang tidak mampu dalam artian kurang beruntung dalam urusan duniawi namun dia berakhlak baik kepada sesamanya, dia senyum pada semua orang maka dia juga seorang yang salik dengan segala keikhlasan. Kalau kita berfikir, senyum adalah bagian dari keikhlasan kepada Allah karena berbuat baik kepada sesama.

Banyak jalan menuju kepada Allah, Salik..orang suluk itu kelakukannya, orang itu terus berjalan didunia untuk berbuat baik kepada sesama, memanfaatkan apa yang ada untuk berada tetap dijalan Allah maka itu yang sebenarnya puncak daripada suluk dan puncak daripada suluk sendiri adalah tidak menjadikan dunia menjadi tujuan utama namun Allah lah yang menjadi tujuan utama.

Seorang Kyai itu godanya ya urusan kekyaian yang seolah-olah dia menjadi seorang kyai yang terbaik. Orang kaya pedagang godanya juga urusan perdagangan, ada yang bermain di timbangan dan lain sebagainya.

Para warga padhepokan
Krono niku, monggo menawi kita mampu bermuhasabah, mampu kita perbaiki diri maka sebenarnyalah adalah puncak dari segalanya adalah keikhlasan kepada Allah, menerima apa yang digariskan Allah dan berusaha menjadikan segala sesuatu yang diluar Allah kendaraan menuju keridhaan bukan menjadi tujuan utama.

Monggo kulo lan panjenengan matur nuwun nan nenuwun ngarsanipun Allah mugi kulo lan panjenengan sak anak kulo lan panjenengan tansah diparingi karidhonan dening Allah dan menjadikan yang lain hanyalah kendaraan untuk syarat menuju Allah dan bukan sebagai tujuan utama. 

Wassalamu'alaikum Wr. Wb


Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Minggu ke-1, 2 Agustus 2018

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar


Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat


 Assalamu'alaikum Wr. Wb
Para warga padhepokan
Di musim bunga, beribu-ribu kupu-kupu yang indah warnanya membuat senang kita yang melihatnya. Kupu-kupu itu nambah reseping ati, nambah nyukuri nikmate Allah. Ada kupu-kupu putih, ada kupu-kupu hitam, kupu-kupu gajah, bermacam-macam corak dan warnanya bahkan ada yang klaper kecil sekali. Bahkan kupu-kupu itu disadari atau tidak ada satu hal kenikmatan yaitu ketika minum madu kenapa ketika kupu-kupu mengambil sari madu bunga sekaligus kakinya akan membantu pembuahan pada tanaman. Kalau kita pahami kupu-kupu itu sebenarnya berasal dari seekor ulat dan mungkin dari sebagian orang akan jijik terhadap ulat tersebut. Bahkan pada sebagian orang yang tidak tawar ulat itu bisa mengakibatkan alergi. Apalagi jenis ulat serit atau ulat lintang dapat membunuh seekor kambing.

Itulah para warga...Itulah gambaran dunia. Janganlah kita hanya berfikir tentang kesenangan kita sendiri dengan melihat kupu-kupu itu. Kita hanya berfikir tentang baiknya saja. Kita hanya berteman dengan orang baik-baik saja. Tidak pernah berfikir bahwa jagad ini ada prosesnya diciptakan dari yang jelek menjadi baik. Bahkan dari contoh ulat tersebut, jika kita diberi anugerah oleh Allah menjadi rahmatan lil alamin, nur yang mampu menerangi sekitarnya. Jika kita mampu berteman dengan ulat maka mereka akan memberikan kebaikan kepada kita, contohnya ulat sutra, kalau kita pelihara maka ulat sutra akan menghasilkan kain sutra. Ulat yang akan berubah menjadi kupu-kupu yang indah.

Para warga padhepokan
Mampukah kita semua menjadi nur, mampu membawa Islam yang ada didiri kita itu menjadi rahmatan lil lamin. Saat ini masya Allah...orang yang harusnya menjadi rahmatan lil alamin, memberikan keteduhan, ada gerakan pengawal fatwa MUI. Lho..MUI dikawal untuk apa, fatwa itu hanyalah suatu ketetapan agar setidak-tidaknya untuk mengingatkan kembali dan fatwa itu jadi keputusan yang mengikat. Contoh, umpamanya MUI mengharamkan rokok, apakah orang yang merokok disini akan ditangkap dan dihukum? berbeda dengan ketetapan hukum, jika ada orang yang tidak memakai helm maka akan ditilang. Seperti saat ini ada gerakan ulama untuk menjadi calon presiden. Inilah seolah-olah kita hanya melihat keindahan, padahal ulama itu adalah da'iyah, da'i, orang yang mengajak menjadi kebaikan tapi tidak menjadi amar atau pemimpin.

Umar bin khatab mempunyai anak yaitu Abdullah bin Umar, beiau ditawari menjadi seorang Gubernur Mesir dan beliau tidak mau memanfaatkan sesuatu dalam masalah urusan kewarganegaraan. Saat ini tidak, hilang yang namanya solikah soleh itu, kenapa orang alim pada bingung ingin ke istana. Yang alim ini lupa kealimannya hanya untuk kepentingan sendiri dan lupa akan umatnya. Oleh karena itu mari kita toto hati kita, jagad ini sudah tua dan menjadi tua. Seperti kata nabi, "Dunia ini bagai seorang wanita bungkuk tua yang memegang tongkat dan berjalan terseok".

Mari kita ikuti kyai yang sepuh alim, mampu memberikan sinar pada lingkungannya.
Orang jika kufur maka akan membakar semua ulat yang pada akhirnya tidak ada lagi kupu-kupu, tidak ada lagi keindahan. Saya yakin dikanan kiri kita bukankah orang-orang yang pasti baik, tidak. Oleh karena itu kita toto hidup kita dimulai dari hati kita. Kita memohon kepada Allah setidak-tidaknya kita diberi kewenangan, diberi anugerah untuk memberikan manfaat untuk lingkungannya supaya kita semua berakhlak.

Para warga padhepokan
Banyak ulama yang ahli fikih, seperti bermain bola jadi wasit, sedikit-sedikit disemprit, sedikit-dikit pelanggaran, sedikit-dikit haram, bid'ah dan lain-lain. Contohnya, didaerah sedulur kita, daerah Magetan, dahulu ketika panen padi diawali dan disyukuri dengan selametan. Kenapa seperti itu, ada maknawiyah yang diajarkan Maulana Maghribi ketika singgah di lereng Gunung Lawu, adanya kebersamaan, makan bareng dengan do'a bersama, jika disebut sukuran susah maka sering disebut Sedekah bumi, artinya sedekah tumrap kita sendiri yang sudah memetik ulu watune bumi dan diiringi dengan ayat-ayat Al-Qur'an. Datanglah sekelompok orang yang saat ini sedang berkembang yang tidak mengerti mengkafir-kafirkan mereka yang tidak memahami dan menafsirkan Al-Qur'an dengan caranya sendiri maka orang-orang yang memetik padi dan makan disawah dikafir-kafirkan karena makannya disawah. Apakah bedanya makan disawah dengan dirumah? Apakah jika makan disawah itu masuk neraka dan makan dirumah tidak?. Ini sudah banyak di Indonesia.

Ada mungkin kepolisian, Kita tidak bisa menyalahkan kepolisian, kyai pun juga ada yang salah, itu karena personalnya. Tiba-tiba polisi dikatakan salah, thogut dan lain-lain padahal itu hanya oknum, bisa dibayangkan jika tidak ada polisi, bagaimana kondisi jalan itu, semrawut, bagaimana senangnya para penjahat? maka kita toto. Ulat itu jangan dimatikan tapi tunggu dan jadikan kupu-kupu yang bagus. Buah Alpukat itu tidak akan jadi bagus jika tidak ada ulatnya, inilah yang kita harus pahami.
Kita semua jika Allah mengijinkan dan dapat anugerah untuk menjadikah kebaikan sakpadane titah, berakhlakul karimah maka kita menjadi bagain dalam rahmatan lil alamin. Seperti kanjeng nabi pernah berpesan, "Tidaklah aku diturunkan didunia kecuali untuk memperbaiki akhlak".  Bukan untuk memperbaiki hukum tapi akhlak.

Ada orang sholat dengan kondisi gelap (lampu dimatikan), akhirnya dibilang bid'ah, padahal jaman nabi dahulu juga tidak ada listrik. Manfaatkan apa yang sudah diberikan Allah kepada kita untuk kebaikan, walau sekecil apapun, senyum kepada orang lain, membuang duri dan batu ditengah jalan. Padhepokan tidak membatasi warganya jadi sesuatu, apapun itu tidak masalah. Tidak harus jadi kyai untuk bermanfaat untuk lingkungan. yang jadi pejabat jadilah pejabat yang kerono Allah dan memanfaatkan jabatan untuk kepentingan bersama bukan untuk kepentingan pribadinya. yang menjadi petani maka jadilah petani yang baik karena Allah. Kerono niku kita tidak boleh membasmi keburukan tapi kita mengajak dari yang jelek menjadi baik.

Para warga padhepokan
Termasuk dakwah kepada diri kita sendiri. Ada orang datang ke saya dan bercerita bahwa suaminya bertato dan merasa tidak masuk surga. Tidak usah berfikir seperti itu, tidak usah memotong hak Allah, surga nerka itu adalah hak Allah. Seumpama ada suatu suku di Indonesia yang bertato dan masuk Islam maka ketika mendengar seperti itu trus bagaimana? dia akan putus asa. Orang Jawa sebelum Islam datang sudah mengenal Allah, sudah mengenal Tuhan cuma tiketnya yang belum ada. Makanya ada ungkapan, "Pangeran niku tan kinoyo ngopo", bahkan urip niku ora kenek jinongko karena ada ketentuan-ketentuan Allah. Manusia itu akan sombong jika sudah jongko jangkani uripe. Seperti halnya dawuh Kanjeng Sunan Tembayat, "Ngopo uripmu iki mbok gawe susah, gawenen seneng, ning gunakno uripmu kangge nyenengne liyan". Ini pesan Sunan Tembayat dalam Serat Suluk Sujinah. Urip kok maskumambang thok, mbrambang ora ngerti arahe. Misal lagi, ada orang anaknya tedak siti dan dibuatkan tangga dari tebu, itupun dibid'ahkan. Memang di Arab tidak ada tebu, tebu itu Anteping Kolbu nya kita setelah anak kita ajak dan dido'akan dengan membaca syahadat agar mantab qolbunya tentang Islam.

Contoh lagi, Seumpanya sujud memakai kopiah, selain untuk menutupi kepala dan rambut tapi secara filsuf atau filsafat adalah sujud itu adalah puncak sholat. Jangan sampai kita ketika sujud itu terhalang apapun, wis manunggal marang Allah. Jangan pernah merasa sombong, merasa kuat, merasa kaya karena kita tidak punya apa-apa. Bahkan kepala kita yang paling dihormatipun kita letakkan paling bawah dibawah pantat ketika bersujud. Mari kita bersama menata hati, insya Allah diparingi ijabah.

Assalamu'alaikum Wr. Wb  

Urip Kayu Kayuning Djati

Minggu ke-4, 26 Juli 2018

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
 Assalamu'alaikum Wr. Wb
Para Warga Padhepokan
Pada suatu hari karena saking asyiknya berdzikir kepada Allah dan begitu cintanya kepada Allah, sesosok seseorang menjadi lupa akan janjinya atau kesepakatan dengan seseorang. Pada saat dua pertiga malam yang terakhir orang itu teringat, "Lho..Aku iki duwe janji...yen ing dino iki kudune madeg masjid, sak ora-orane aku setor soko adeg-adeg masjid, yen soko iki sampek ora ono...yen soko iki lemah mongko masjid iki bakal rubuh". Seseorang itu adalah Sunan Kalijogo atau Raden Said atau Syekh Malaya.

Sayup-sayup terdengar adzan subuh yang membuat beliau tersadar bahwa hari ini ada janji dengan para ulama dan wali tanah Jawa. Semua sahabatnya majelis aulia, majelis para ulama tanah Jawi sudah menyiapkan soko berjumlah 8 buah dan kurang satu.

Kanjeng Ampel Denta bingung, "Kemana Said ini...kemana Kalijogo kok tidak datang padahal soko ini jumlahnya harusnya 9". Padahal dikesepakatan Sunan kalijogo ini menjadi soko yang ke-sembilan.

Beberapa saat kemudian Sunan Kalijogo datang kepada kanjeng Ampel secara batin dan berkata, "Duh...guru kulo Mbah Ampel...ngapunten sanget kulo telat."

"Said, apa kamu lupa bahwa besok kalau sudah berdiri, masjid ini segera dibuat sholat Jum'at", jawab Kanjeng Ampel yang merupakan mertua Sunan Kalijogo .

"Enggih Mbah Ampel kulo pancen radi kesupen", jawab Sunan Kalijogo

Seketika itu Raden Said langsung tersadar dari dzikir di pinggir Kali Lanang dan segera membuat tali dari rumput Rawadan dan dipelintir-pelintir menjadi seutas tali yang panjang. Setelah itu beliau berjalan kearah utara dan mengumpulkan kayu tatal sebesar betis, dikumpulkan dan diikat. Namun pada saat mengumpulkan kayu ada orong-orong yang secara tidak sengaja tertebas lehernya oleh parang Sunan Kalijogo tapi belum mati karena Allah belum menghendaki.

Melihat itu Sunan Kalijogo berucap, "Ya qoyyu..Ya qoyyu...Ya Qoyyun".

Kemudian diteruskan dengan santrinya, "Urip kayu, kayuning djati." yang berarti urip itu qayyun kang sejati hanya Allah. Kemudian Kanjeng Kalijogo menghamparkan "udengnya" dan duduk disebelahnya berucap, "Innama Amruhu Idza Arada Syaian An Yaqula Lahu..." dan santrinya menyahut 7 kali, "Kun Fayakun..."

Seketika itu orong-orong gregah-gregah hidup terbangun dan menghampiri Kanjeng Sunan kemudian berkata, "Kanjeng Sunan, saya minta maaf...saya hanya merepotkan yang harusnya hari ini segera jadi soko masjidnya namun panjenengan malah repot nenuwun teng Gusti Allah amrih kulo djati temahing waluyo, waluyo temahing djati."

"Kalau memang niatmu seperti itu, ayo...bantu", jawab Kanjeng Sunan.

Akhirnya orong-orong ikut membantu merapikan sisa-sisa serpihan kayu yang menempel diikatan soko tatal. Setelah selesai soko tatal berdiri, rumput rawadan tersisa dan Kanjeng Sunan merapal Khijib Jin dan dipecutkan tiga kali maka banyaklah kejadian diluar nalar manusia itu datang, Buto Kolo sosok tinggi besar yang merupakan ratunya jin tanah Jawa itu sekejap mata muncul didepan Kanjeng Sunan Kalijogo dan berkata, "Duh...Kanjeng Sunan kulo mboten kiyat, Kulo panjenengan Islamaken." Segera dituntun oleh Kanjeng Sunan untuk mengucapkan kalimat syahadat tiga kali.

 "Kanjeng Sunan...saya siap menerima perintah selanjutnya", ucap Buto Kolo.

"Bawalah Soko Tatal ini ke Glagah", perintah Sang Sunan.

Maka digotonglah soko itu ke daerah Glagah dimana para ulama dan wali berkumpul dan berjarak kurang lebih 3,5 km. Delapan soko yang lain sudah tiba ditempat dan tinggal satu soko yang belum datang. Sejenak ketika akan sampai di Glagah muncul angin kencang dan para wali lain seperti kelilipan (klilipen)  terpejam sejenak sekitar 5 menit dan ketika angin sudah lewat kemudian setelah membuka mata, soko tatal Sunan Kalijogo sudah berdiri disana. Walaupun sempat disangsikan oleh wali lain apakah kuat soko tatal seperti ini, namun kenyataannya alhamdulillah sampai saat ini masih berdiri kuat walaupun sudah "diblebet" tembaga dan sempat sebagian dipotong untuk renovasi.

Para Warga Padhepokan
Masjid itu akhirnya berdiri namun tidak sempurna seperti yang sekarang kita lihat. Setelah itu langsung dikumandangkan adzan untuk sholat Subuh yang dipimpin oleh Sunan Ampel yang merupakan wali yang paling sepuh. Setelah sholat, salam dan wiridan, Sunan Kudus bertanya kepada Sunan Kalijogo, "Adimas Kalijogo, apa yang adimas  baca kok sampai menggetarkan masjid ini.".

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Segera santri Sunan Kalijogo menjawab, "Urip kayun, kayuning djati." Artinya bahwa urip kang sejati hanya Allah, kita semua asal tidak ada kembali juga tidak ada.

Habis keluar dari masjid ada dua bingkisan yang buat membungkus kulit wedhus domba (Gibas) bertuliskan ini hadiah dari Kanjeng Nabi Muhammad untuk Sunan Kaliogo. Hadiah tersebut satu berupa baju yang terkenal dengan Gundil "Kotang Antakusuma" dan Minyak Pertolo dan inilah yang menjadi pusaka Tanah Jawa utamaya Demak dan Sunan Kalijogo.

Timbul masalah lagi diantara wali yaitu saling mempertahankan pendapatnya tentang posisi Masjid Demak. Kanjeng Sunan Kalijogo seolah-olah memegang pucuk menara Masjid Demak ditelungkan dan didekatkan dengan menara Masjidil Haram Mekah didepan para wali terutama Sunan Drajad. Setelah semua yakin bahwa ternyata posisinya sudah benar dilepaskanlah pucuk menara itu. Oleh karena itu sampai saat ini Menara masjid Demak agak condong ke Masjidil Haram dan menara Masjidilharam agak condong ke Masjid Demak.

Para Warga Padhepokan
Gusti Allah itu berkuasa atas semuanya. Tidak ada sesuatau yang mustahil jika Allah sudah menghendaki. Seperti kisah diatas, Mukzizat dan karomah wali sebenarnya hal itu untuk mengangkat derajat manusia yang utama dan membuktikan kebenaran ilahiyah tentang Allah namun papun yang ada semua memerlukan tata cara. Maka muncullah budaya seiring dengan berkembangnya Islam di Nusantara sampai Sulu dan Patani bahkan terkadang budaya dan agama itu melahirkan adab tata krama yang sangat dihormati dan menghormati lingkungan.

Dengan welas asih tali toto coroning kejawen maka melahirkan seseorang yang berilmu dan berakhlak. Seorang yang berilmu tanpa akhlak adalah sangat berbahaya dan menyakitkan sesama. Lebih baik mempunyai seseorang yang berakhlak walupun tanpa ilmu daripada mempunyai seseorang yang berilmu tinggi tapi tanpa akhlak. Karena apa, "Tidaklah aku turunkan kepadamu wahai Muhammad kecuali untuk memperbaiki akhlak".

Termasuk keasyikan kita kepada Allah berupa dzikir-dzikir hati kita kepada Allah adalah bagian dari akhlak. Sering kita memohon ya Allah..irhamna ya arhamarrohimin...welas asih ya Allah namun dibaliknya kita sendiri tidak pernah welas asih. Bahkan sebenarnya tidak ada sedikitpun rasa welas asih kita bermanfaat untuk Allah. Monggo kita semua menata menjadi manusia yang mempunyai nur, manusia yang berguna bagi sesama dan rahmatan lil alamin. Jika kita maampu menciptakan kedamaian maka ciptakanlah itu sebagaimana waktu kita salam selesai sholat kepada sekitar kita.

Jangan kita sedikit-sedikit membi'dahkan orang, mentahayulkan orang lain, menuduh musyrik...wong musyrik apa tidak itu dumunung ning ati. Ada orang yang munafik kepada Allah yaitu macak sholat tapi sebenarnya tidak betul-betul sholat karena hanya macak (berpura-pura) agar disebut khusyuk. Ngapunten, ada sebagian orang yang bangga dengan dahinya yang gosong dan hitam karena ingin dianggap ahli sholat maka muncul sifat sombong dan seolah-olah nanti pada waktu hari kiamat akan dibangunkan dan terlihat wajahnya padahal bukan karena dahinya gosong tapi hanya Allah yang tahu. Maka muncullah sifat pamer dan ingin merasa dihormati karena merasa lebih baik sholatnya....Masya Allah.

Para Warga Padhepokan
Kerono niku, mbalik teng ati kita, kita toto ati kita semua agar toto hidup kita. Jangan sekali-kali munafik, pamer merasa amalan yang paling baik bahkan kalau ada semut yang tercebur kedalam air, tolonglah dan entaskan, siapa tahu dengan itu akan menyeimbangkan alam ini dan dapat mengurangi segala dosa kita. Seperti ketika Abu Bakar melepaskan burung kecil karena burung tersebut dibuat mainan anak kecil. Subhanallah...

Mari kita nenuwun dateng Allah, mugi-mugi ati, jasad kita, pemikiran kita namung dateng Allah kesaenan, Mugi berbuat kesaenan sak padane titah. Al-Fatihah.

Mugi Allah paring pitulung lahir lan bathin. Al-Fatihah

 Wassalamu'alaikum Wr. Wb


Rangkaian ziarah Rombongan Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar ke Makam Sunan Kalijogo dan Sunan Tembayat Klaten pada 14-15 juli 2018

Padhepokan Pusakam Sunan Tembayat
Di pintu masuk Makam Sunan kalijogo
Padhepokan Pusakam Sunan Tembayat
Makam Sunan Kalijogo Kadilangu Demak
Padhepokan Pusakam Sunan Tembayat
Makam Aryo Penangsang Kompleks Makam Sunan Kalijogo Kadilangu
Arya Penangsang, Adipati Jipang Panolan adalah murid kesayangan Sunan Kudus. Arya Penangsang menjadi raja Demak ke 5 atau Penguasa terakhir Kerajaan Demak dan memindahkan pusat Pemerintahan nya ke Jipang, sehingga pada masa itu dikenal dengan sebutan Demak Jipang Sebelum terjadi perebutan kekuasaan dengan Hadiwijaya atau Joko Tingkir dibantu oleh Sutawijaya yang merupakan murid Sunan Kalijaga dan kelak memindahkan kerajaan ke Pajang

 
Padhepokan Pusakam Sunan Tembayat
Makam Aryo Penangsang Kompleks Makam Sunan Kalijogo Kadilangu

Padhepokan Pusakam Sunan Tembayat
Makam Aryo Penangsang Kompleks Makam Sunan Kalijogo Kadilangu
Padhepokan Pusakam Sunan Tembayat
Makam Mpu Supo Kompleks Makam Sunan Kalijogo Kadilangu

Empu Supa Madrangi alias Raden Joko Supo adalah putra dari Pangeran Sedayu yang memiliki keahlian membuat keris. Mpu Supa Madrangi adalah suami dari Dewi Rasawulan, adik Sunan Kalijaga. Ia adalah Empu (Ahli keris) kerajaan Majapahit yang hidup di sekitar abad ke 15. Karya karyanya yang termasyhur antara lain Keris Kyai Nagasasra, Kyai Sengkelat dan Kyai Carubuk. Sebelum menikah dengan Dewi Rasawulan, Mpu Supa beragama Hindu kemudian memeluk agama Islam setelah berdialog dengan Sunan Kalijaga
  
Padhepokan Pusakam Sunan Tembayat
Makam Panembahan Widjil Kompleks Makam Sunan Kalijogo Kadilangu
Padhepokan Pusakam Sunan Tembayat
Makam Syekh Maolana Maghribi Kompleks Masjid Agung Demak
Padhepokan Pusakam Sunan Tembayat
Makam Raden Fattah Kompleks Masjid Agung Demak
Padhepokan Pusakam Sunan Tembayat
Makam Pangeran Benowo  Kompleks Masjid Agung Demak
 Pangeran Benawa adalah putera Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Danang Sutawijaya (Panembahan Senopati), anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kerajaan Mataram.
 





Postingan Populer