Sakjeroning Hening Ono Heneng

Aurotan
Minggu ke-3, 20 September 2018

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Assalamu'alaikum Wr. Wb
Para warga Padhepokan
Sunan Kalijaga dalam menterjemahkan kitab Al-Musarar dan nanti kelak diteruskan oleh putranya Sunan Muria. Kitab Al-Musarar sebenarnya bukan kitab untuk meramal tapi kitab itu berdasarkan Ilmu Falaq. Kitab itu menterjemahkan bahasa alam, menterjemahkan isyarat-isyarat yang diberian Allah, ingatase awake dewe, ingatase bumi jowo niki pada khususnya. Namu Kitab Al-Musarar sendiri tidak hanya berbicara tentang kejawen tetapi mampu membaca kapan daun itu akan gugur, kapan terjadi sesuatu dan apa yang akan terjadi jika kita mampu ngeningne rosone awake dewe.

Bahkan dalam kitab ini yang diterjemahkan oleh Kameswara I dengan sebutan Aji Joyoboyo, diterjemahkan sebagian oleh R.Ng. Ronggowarsito, yaitu berbicara tentang jiwa kita, tentang budaya kita sendiri yang semakin lama semakin menghilang. Jika kita mengetahui ada sebuah cerita, yang sebutkann Sabdo Palon dan Nayogenggong itu bukan danyang seperti yang dipahami masyarakat namun adalah dua orang yang menjadi penasehat raja dan lebih banyak berbicara mengenai spriritual dan masa depan tanah Jowo.

Para warga Padhepokan
Seperti disebutkan "Polahe menungso koyo dene gabah diinteri", "Wong Jowo kari separo Chino Londho kari sakjodo". Penterjemahannya seperti ini, Orang itu mencari kebenaran sudah susah. Banyak ulama yang menjadi ulama-ulamaan. Kemarin ada seseorang yang tidak tahu apa-apa, makrot tidak paham, tajwid tidak paham, masuk organisasi tertentu yang agak radikal dan diberi gelar ulama serta dicalonkan menjadi pemimpin negeri ini. Ulama, wong alim- wong alim ngumpul dan disebut ulama. Wong alim itu sebenarnya orang yang mengetahui dan berilmu. Secara spesifik ilmunya itu adalah ilmu agama namun awalnya juga ilmu samubarang. Ada orang yang mempermainkan, menggunakan keulamaan para ulama tapi sejatinya dia itu bukan ulama karena hanya ingin lepas dari permasalahannya. Karena polah manusia itu seperti gabah diinteri, mencari dimana?

Di dalam surat Al-Waqiah sudah dijelaskan, inilah Al-Quran yang telah diturunkan, dijaga oleh Allah dan telah terpelihara serta bagaikan permata. Kalaupun tidak mampu Al-Quran ini selalu bersanding dengan hadist. Jika kita tidak bisa maka carilah ulama yang sebenarnya, yang memahami betul tenang jiwa sehingga akhlaknya itu Al-Quran. Quran hadist tidak pernah mengajarkan menghujat sesama. Tidak pernah mengajarkan memamerkan amaliyah. Sholat saja dijalan, diumumkan, sebelumnya sewa drone, sewa helikopter untuk memfoto...lho ulama kok sugih banget. Ini patut kita pertanyakan. Kalaupun ulama kaya, kekayaannya untuk orang lain. Bahkan rumahnya dihiasi dengan kemiskinan dalam arti dihiasi dengan orang-orang miskin, dihiasi oleh yatim piatu. Lha...ulama-ulama itu saja sugih-sugih lupa dengan kemiskinan bahkan dengan tetangganya saja tidak kenal. Rosulullah itu bukan seperti itu. Ulama itu derek lampahe Kanjeng nabi, urip mung sak dermo. Kalaupun kaya atau ada itupun untuk orang lain.


Para warga Padhepokan
Kebingungan demi kebingungan sekarang ini sudah jelas, hal-hal seperti itu, padahal sudah jelas di surat Al-Waqiah. Yang kedua, "Kito ewuhayo ing pambudi", kita ada di persimpangan, sampai mana kita melangkah. Mau ikut edan tidak tahan, mengikuti mereka umpyaking jaman. Orang yang seolah-olah ngerti tapi sejatinya tidak mengerti, kita ikut tapi akhirnya sakit semua. Berbondong-bondong demo ke jakarta namun tidak mengerti tujuannya padahal itu semua adalah permainan politik. Kalimat Allah untuk mainan. Tapi kalau tidak ikut edan tidak kebagian, mereka saling berebut kue-kue kemerdekaan, kemakmuran bangsa ini. Makanya jika kita lihat, kita warga Padhepokan ya seperti ini saja. Yang tahu orang lain ya orang itu sendiri dan yang paham diri kita ya kita sendiri. Tidak usah ikut-ikut yang penting kita yakin tentang kebenaran Allah. Sak tenane iki lho semua kerono yakin.

Jika kita melihat dimedia sosial bahwa sikap saling membenci, menghujat, saling menjatuhkan itu diperlihatkan, dipertontonkan. Jauh dari sifat orang Jawa. Bahkan mereka sudah "duwe milik nggendong lali", punya keinginan tapi lupa dengan kebaikan orang lain. Banyak yang berkedok partai dan agama tapi masih saja ikut menjelekkan orang lain. Wakil rakyat di pusat sana tidak pernah terjun ke masyarakat. Tidak usah jauh-jauh di Blitar ini, jika jalan didepan  padhepokan ini sejak tahun 1985 tidak pernah ditinggikan tapi pajak bayar terus

Para warga Padhepokan
Chino londho kari sak jodo yang terjadi adalah budaya-budaya asing itu bisa berkembang karena lengkap sak jodho. Beda dengan jawa yang hanya separuh, jika ibarat laki-laki saja atau perempuan saja maka tidak akan berkembang. Wong wis ilang wirange, orang tidak punya lagi rasa malu. Para warga....ternyata kitab Musaror tidaklah bertentangan dengan Al-Quran namun mengambil intisarinya, disaring dan diterjemahkan yang mampu agar bisa diterima dengan masyarakat. Sekali lagi maknawiyahnya diambil agar bisa sesuai dengan jaman. Seperti rohman rohim pangeran itu bukan sekedar maha welas maha asih tapi mergo kawelasane pangeran kita diberi hidup, diberi panguripan maknanya jalan hidup itu peparinge Pangeran kabeh.

Dalam kitab Musarar diterjemahkan dalam syair Gus Dur, "Kafirnya sendiri tidak diperhatikan", tapi mengkafirkan orang lain. Seolah-olah jika sudah berteriak-teriak dengan takbir, mereka orang suci tapi lupa bahwa apapun yang kita lakukan lillah, untuk Allah. Pramilo dulur, Padhepokan mempunyai pegangan-pegangan Al-Quran yang sudah kita lakukan kesehariannya. Bahkan Mbah Ridwan sebagai sesepuh kita berpesan, "tutupono apikmu koyo dene kowe nutupi elekmu". Tujuannya apa? Tidak akan muncul riya, tidak akan muncul sombong.

Nglungguhing roso sak jeroning ati netepi darmone manungso, becik sakpadane titah, becik mring awakedewe, becik marang kang moho kuoso.

Sak jeroning peteng ono padang, sakjeroning peteng ono hening, sakjeroning hening ono heneng.

Ketika alam raya ini gelap gulita atau jika kita masuk Padhepokan, lampu dimatikan, gelap, sebenarnya kita memulai untuk menata diri, ada pencerahan dari hatinya masing-masing. Ada kesadaran dari hati kita bahwa apa yang kita lakukan adalah dzikir-dzikir kepada Allah untuk obat hati. Selanjutnya, ada hening, kita mengheningkan jiwa kita, kita mengheningkan pikir kita, menghilangkan takabur. Didalam hening ada heneng, didalam eninging jiwa manusia ada menenging roso, heneng. Jika sudah duduk heneng maka akan muncul rasa  ngrumangsani bahwa  kita tidak punya apa-apa dan tidak bisa apa-apa.

Para warga Padhepokan
Selanjutnya rencana ziarah ke Tembayat mengajarkan kita bahwa meninggalkan urusan duniawai yang selama ini kita kejar mati-matian namun ketika mati tidak membawa apa-apa. Walaupun kita bukan kyai namun miliki jiwa-jiwa kyai, jika tidak bisa memberi materi , berilah pitutur yang baik. Membela yang teraniaya, membela yang benar. Jika tidak bisa memberi pitutur maka usahakan memberi sembur. Sembur dalam arti memberi do'a. Mendoakan sak padane titah semoga diberi padange ati teteping iman.

Mugi-mugi Allah netepaken kulo lan panjenengan sedoyo sak anak turun kulo lan panjenengan sedoyo, dados tiyang-tiyang kang kagungan darmo tumpraping Allah, sak padane titah lan badan kito piyambak lan neteping iman. Al-Fatihah 


Wassalamu'alaikum Wr. Wb 


Ruwatan Nagari dan Kirab Pusaka 2018

Ruwatan Nagari dan Kirab Pusaka 2018

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Makna Tahun baru Islam
Pergantian tahun Hijriah dengan istilah Suro memiliki makna yang sangat dekat. Saking dekatnya, masyarakat Jawa menganggap hal ini sama. Namun, pada dasarnya keduanya berbeda, baik antara kalender Islam dengan kalender Jawa yang digunakan sejak zaman Mataram Islam. Perpaduan kalender Hijriah dengan kalender Jawa dimulai saat Sultan Agung berkuasa. Sultan Agung memadukan sistem penanggalan Islam, sistem penanggalan Hindu, dan adanya sedikit pengaruh penanggalan Julian dari Barat. Sultan Agung yang ketika itu menanamkan Islam, mengeluarkan sebuah dekrit, mengganti penanggalan Saka yang berbasis putaran matahari dengan kalender Qamariah yang berbasis putaran bulan. Hasilnya, setiap angka tahun Jawa diteruskan dan berkesinambungan dengan tahun Saka.

Gus Hairi Mustofa, seorang praktisi pendidikan, sejarawan sekaligus sebagai pemangku Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat menjelaskannya dengan gamblang. Suro merupakan tahun baru Jawa sedangkan 1 Muharram adalah tahun baru Islam sesuai penanggalan Qamariyah. Penyatuan itu terjadi di era keraton Mataram Islam pada masa Sultan Agung (1613-1645). Saat itu masyarakat Jawa masih mengikuti sistem penanggalan Tahun Saka yang diwarisi dari tradisi Hindu. Sementara itu umat Islam pada masa itu menggunakan sistem kalender Hijriah. Sebagai upaya memperluas ajaran Islam di tanah Jawa, kemudian Sultan Agung memadukan antara tradisi Jawa dan Islam dengan menetapkan 1 Muharram sebagai tahun baru Jawa.

Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593-1645)
Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro sebagai awal tahun Jawa juga dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci, bulan yang tepat untuk melakukan renungan, tafakur dan introspeksi untuk mendekatkan dengan Yang Maha Kuasa. Penyatuan ini merupakan rekayasa kebudayaan demi menyinkronisasikan roh kebudayaan Jawa dan roh ajaran Islam. Bagi sang Raja, Jawa dan Islam bukan dua entitas budaya yang harus dipertentangkan. Jawa harus ramah dan akomodatif terhadap Islam, yang saat itu relatif masih baru. Sebaliknya, Islam hendaklah tampil bukan dalam kulit Arabnya dan keketatan aturan fikihnya, melainkan dalam format kultur Jawa yang enak dan menawarkan kedalaman.

Saat malam 1 Suro tiba, masyarakat Jawa umumnya melakukan ritual tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk) dan tuguran (perenungan diri sambil berdoa). Ada yang kungkum di kolam atau sungai bahkan sebagian orang memilih menyepi untuk bersemedi di tempat sakral seperti puncak gunung, tepi laut atau di makam keramat.

Ruwatan Nagari dan Kirab Pusaka
Di Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Dandong - Srengat - Blitar, rangkaian ritual kegiatan tahun baru Islam yang dihadiri oleh seluruh warga Padhepokan Pusaka dan masyarakat sekitar. Juga hadir perwakilan cabang padhepokan dari Magetan, Ponorogo, Trenggalek, Surabaya dan Sekitarnya.

Acara dimulai dengan kegiatan malam 1 Suro dengan pawaosan do'a khizib dan tahlil agung dilanjutkan dengan Khizib Malaikat, kemudian malam itu juga berziarah ke Makam Mbah Naib Sepuh Ridwan. Selanjutnya para santri melakukan ritual mandi kramas untuk membersihkan badan maknawiyahnya tembus membersihkan hati.

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Pembacaan do'a khizib dan Tahlil Agung di Padhepokan Pusaka
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Gus Hairi Mustofa memberikan sambutan awal tahun
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Peserta Tahlil Agung memenuhi Mushola Padhepokan
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Peserta meluber sampai teras sisi selatan

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Hidangan untuk tasyakuran malam tahun baru Islam
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Peserta di bagian ruangan makam Bupati Srengat I
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Jamaah Padhepokan dan masyarakat menikmati hidangan yang sudah disiapkan

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Ziarah ke Makam Mbah Naib Ridwan di Lereng Gunung Pegat
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Salah satu cantrik Padhepokan melakukan ritual siram keramas
Keesokan hari pukul 09.00 wib rangkaian acara Ruwatan Nagari dan Kirab Pusaka dimulai dengan berbagai atraksi dan hiburan masyarakat. Penampilan orkes melayu "Losta" membuka pagi yang cerah dengan alunan musik melayu. Selanjutnya diselingi dengan penampilan Reog Ponorogo oleh Triloko Joyo Kidul Pasar Srengat kemudian disusul dengan atraksi Jaranan.

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Orkes Losta

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Pengiring Reog Triloka Joyo

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Atraksi Reog

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar


Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
PS. Cempaka Putih

Komunitas Grab Blitar juga turut berpartisipasi memeriahkan acara ini dengan ikut menjadi pengaman lalu lintas yang akan dilewati peserta Kirab Pusaka 2018. Hadir pula Grub Marcing Band dari 6 Sekolah Dasar di Kecamatan Wonodadi. Tidak ketinggalan peserta utama dari PS. Cempaka Putih sebagai salah satu peserta kirab dengan seragam  khas Pencak Silat hitam-hitam ikut berbaur bersama. 
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Orkes Melayu

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Persiapan sebelum kirab

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Peserta kirab dari grup Reog, Jaranan, Marching Band dan PS. Cempaka Putih bersama-sama makan siang sebelum acara dimulai

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Tepat pukul 13.00 rombongan tamu datang diantaranya Bpk. Camat Srengat, Bpk. Danramil Srengat, Bpk. Kapolsek Srengat tentunya serta Bpk. Kapolsek Nglegok. Bersamaan pula hadir dari lingkungan pendidikan diantaranya Bpk. Kabid Pendidikan. Dari Pemkab Blitar sebagai wakil dari Bupati Blitar Bpk. Rijanto yang pada waktu itu tidak bisa hadir, diantaranya Kasi Arsip, Kabid umum dan dari Kabid dispendukcapil Blitar. Hadir pula pengawas sekolah dari Kecamatan Srengat dan Udanawu.

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Gus Hairi bersama Bapak Kapolsek

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Tamu undangan Kirab Pusaka

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Gus Hairi dan Ibu beserta tamu undangan
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Meminta restu sebelum atraksi

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Atraksi memecahkan 5 tingkat balok es oleh Pendekar PS. Cempaka Putih

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Memecahkan balok es dengan kepala

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Grub marching band dari SD kecamatan Wonodadi

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar


Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar


Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Pagelaran Wayang Kulit
Malam harinya pada hari yang sama, rangkaian acara ditutup dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk oleh Ki Dalang Sundoko Lebdo Carito.
 
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Ki Dalang Sundoko Lebdo Carito


Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar


Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar


Pesan Gus Hairi sebagai Pemangku Padhepokan Pusaka  kepada seluruh hadirin yang hadir diantaranya para tamu undangan, para cantrik padhepokan dan masyarakat sekitar adalah sebagai berikut :

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar
Gus Hairi Mustofa


Para wargo Padhepokan dan tamu undangan
Dalam konstelasi politik tentunya berita-berita hoax, berita-berita yang saling menjatuhkan, berita yang saling menfitnah itu banyak bermunculan. Oleh karena itu malam ini saya meminta kepada Ki Dalang Sundoko Lebdo Carito untuk  mengangkat suatu cerita wayang, cerita kuno dan sangat terkenal yaitu "Sastrojendro Hayuningrat Pangruwating Diyu". Dalam iklim politik ini yang paling penting adalah kebersihan jiwa kita. Kalau jiwa kita bersih, ada fitnah apapun tidak gampang ikut-ikutan. Diruwat jiwa kita dengan sastrojendro, surat sastra berasal dari jendro, jendro itu kadewatan, berarti sastra yang berasal dari kadewatan yaitu Al-Qurannul Karim. Mulai dari kemarin di Padhepokan Pusaka ada kizib selamat, meminta kepada Allah agar diberi keselamatan dan jalbir rejeki semoga diberi rejeki. Lalu kizib malaikat yang siapa orangnya membaca ini apalagi dimalam awal tahun fa insya Allah do'anya di amini malaikat.

Melalui lakon ini mari kita telaah jiwa kita. Sampai mana kita semua duduk. Jangan sampai kita mudah diadu domba. Sudahlah...berbeda pilihan itu hal yang biasa, presidenmu sopo yo kono, presidenku iki yo ngene iki dan Indonesia dijadikan nasionalis saja tidak bisa namun begitu juga dijadikan Agamis saja juga tidak bisa, maka bagusnya nasionalis agamis.


 *****

Lumakuning manungso niku jumangkah ganti jumangkahing roso

Aurotan
Minggu ke-2, 13 September 2018

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat Blitar

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Para warga Padhepokan
Pertama saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya sehingga kita diijinkan Allah untuk melaksanakan Suran Agung dan Kirab Pusaka Sunan Tembayat. Berkat do'a kita semua maka acara Kirap Pusaka dan Ruwatan Nagari dapat berjalan dengan sukses.

Selanjutnya diawal tahun kemarin panjenengan melakukan siram kramas. Maknawiyahnya atau secara filosofinya bahwa hati ini sakjeroning badan lan badan ini kita sucikan kanthi sebelumnya kita memohon kepada Allah. Oleh karena itu setelah nenuwun kepada Allah kita siram, mensucikan raga tembus ke hati krono Allah. Orang yang sudah secara lahir bersih maka kedepanya kita meminimalisir, berusaha mengurangi dan mengurangi segala tindak tanduk yang salah. Orang hidup didunia ini tentunya ibarat berjalan dijalan yang amat sulit seperti rambut dibelah tujuh yaitu sirotol mustaqim. Banyak hal yang mungkin tidak menyenangkan orang lain bahkan tidak menyenangkan bagi diri kita sendiri.

Karena itu dengan siram kramas dan membaca kizib seperti kemarin, kulo lan panjenengan warga Padhepokan, anggene lumaku ing bumining Allah, Anggene lumaku ing pirang-pirang perkarane Allah tansah tatas titis mergo ijinne Allah. Jangan pernah merasa sombong bisa berjalan seenaknya sendiri. Ketahuilah sebenarnya kita ini tidak bisa apa-apa yang menjalankan tetap Pangeran. Allah memberi raga kepada kita walaupun didalam raga itu banyak sesuatu yang kotor dan najis seperti darah, kotoran manusia, air kencing dan lain-lain tapi masih didalam namun setelah membersihkan diri/siram kramas maka akan muncul padange ati.

Tidak mungkin manusia itu lepas dari gegayuhan. Tidak mungkin manusia itu lepas dari cita-cita. 
Kerono siram kramas niku mpun sakderenge dedungo dadi resike bathin kencenge pikir, fa insya Allah gegayuhan-gegayuhan niku Allah memberikan apa yang kita minta. Tentunya kita berusaha kembali meniti jalan kehidupan, menginstropeksi diri. Kita pastinya tidak bisa terlepaas dari perkara namun jangan perkara itu menjadi ruweting ing ngarep nanging tapi dadekno pupuk pengati-ati jumangkah ing ngarep. Oleh karena itu seperti pesan dari Kanjeng Sunan Kalijogo yang diterjemahkakn oleh Ronggowarsito :

"Lumakuning manungso niku jumangkah ganti jumangkahing roso"

Maksudnya yaitu, Kita dalam meniti permasalahan itu harus mempertimbangkan rasa. Rasa yang utama itu didalam diri kita sendiri. Banyak orang yang pintar tapi akhirnya keblinger menuhankan akalnya sendiri tapi roso niku nepakne ning rosoning awake dewe sehingga ketika berjalan tidak menyakiti orang lain dan sesama makhluk hidup.

Karena itu dimalam ini kita nenuwun ngarsaning Allah mugi kulo sak anak turun kulo lan panjenengan sak garwo putro sedoyo tansah diparingi keselametan dunia akhirat. AL-Fatihah.

Dipun paringi rejeki ingkang kathah, dipun paringi saget enggal nglunasi utang, ingkang ternak paringi sehat ternakipun, ingkang dagang paringi laris daangangipun, ingkang ngupadi kalungguhan derajat pangkat mugi Allah Ngijabahi. Al-Fatihah 



Wassalamu'alaikum Wr. Wb        

Postingan Populer