Mbangun Roso Sak Padane Titah (Kesalehan Sosial)

Aurotan
Minggu ke-3, 20 Oktober 2018

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar

Kesalehan Sosial untuk sesama

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Jika kita perhatikan baru-baru ini terjadi bencana alam yang merupakan fenomena dahsyat dan diluar perkiraan manusia, diluar perkiraan prediksi-prediksi alat yang dibuat oleh manusia. Fenomena alam seperti di Palu, Donggala, Sigi, Aceh dan NTB adalah bentuk-bentuk peringatan Allah. Peringatan itu bisa berbentuk suatu ujian. Artinya didalam penderitaan apakah kita melupakan Allah? Sehingga banyak yang menjual keimanan dan ditukar menjadi bahan makanan atau kita tetep netepi iman ngarsanipun allah lan derek tindak lampah kanjeng gusti rasulullah SAW. Yang kedua, Allah memberi kahanan sepert itu adalah untuk mengingatkan manusia, artinya Allah itu berkuasa atas segala-galanya, Innama Amruhu Idza Arada Syaian An Yaqula Lahu Kun Fayakun.

Kalau sudah menjadi ketetapan Allah, walaupun dipasang alat secanggih apapun, jika Allah sudah berkata kun fayakun maka pasti jadi. Walaupun disisi lain Allah juga berfirman bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum bilamana mereka tidak berusaha. Ayat ini asbabun yaitu ayatnya agar manusia bisa berusaha walaupun ketentuan-ketentuan itu ginaris ing kodrat irodat berupa takdir

Selanjutnya Allah menjadikan sesuatu yang diluar batas kekuatan akal  itu adalah untuk mengingatkan manusia. Saat ini manusia dibelenggu dengan kepandaiannya, dibelengu dengan akal pikirnya akhirnya pikiranitu dituhankan. Seolah-olah alam ini diatur, Allah diatur. Harusnya akal itu untuk penyeimbang. Padahal akal itu diberikan kepada manusia pertama yaitu Adam untuk mendudukkan posisi manusia ditengah-tengah antara malaikat dan setan serta akal ini menjadi penyempurnaning roso. Namun yang terjadi saat ini tidak....banyak terjadi manusia yang menuhankan akalnya. Sesuatu yang dikehendaki Allah terkadang dengan akalnya itu kehendak Allah dikait-kaitkan dengan seseorang, karena presidennya itu, karena gubernurnya itu, karena disana ada yang seperti ini akhirnya jadi seperti itu...masya Allah. Kehendak Allah bukan dijadikan untuk menghujat, kehendak Allah yang berupa penderitaan dijadikan untuk membangkitkan semangat sak padane titah, menjadi semangat untuk saling membantu.

Perjuangan saling membantu inilah yang mengingatkan saya pada perjalanan seseorang. Kanjeng Sunan Kalijogo dalam perjalanan spiritual kehidupannya, dibangkitkan hidayahnya oleh Allah karena melihat kemiskinan-kemiskinan yang ada disekitarnya. Walaupun beliau sendiri adalah putra dari Adipati Wilwatikta yang tentunya bergelimang harta namun begitu Allah menurunkan hidayah melalui mata hati dan pikirannya melihat sekeliling, Sunan Kalijogo aweh paweweh mengambil dari gudang perbendaharaan kadipaten dan dibagikan kepada sesama. Akhirnya tetap ketahuan oleh ayahandanya, dimarahi dan diusir dari kadipaten. Inilah  titik awal yang menjadi hidayah itu maujud dihatinya. Beliau pergi uzlah, mengkhatamkan Quran bahkan getaran bacaan quran yang dibaca dengan roso itu sampai menggetarkan Kadipaten Tuban Wilwatikta.

Beliau tidak akan pulang sebelum mampu menyelesaikan segala urusan ukhrawinya dalam bentuk kesejajaran jiwa sesuai keinginannya. Dikuburkan Sunan Kalojogo oleh guru-gurunya agar merasakan kematian dalam hidupnya. Sunan Kalijogo mampu membunuh hawa nafsunya dan beliau dibangunkan setelah 7 hari 7 malam dalam tidur panjangnya  tidak makan, kalau orang jawa menyebut ngebleng. Dalam tidurnya beliau berdzikir wa Allohu Allah... tapi dzikirnya ini siiri, qolbi. Pencerahan demi pencerahan hati, nuriyah-nuriyah sinar didalam hati dari pangeran muncul. Tidak langsung mengumbar hawa nafsunya dengan makan tapi hanya diberi  aroma bau nasi liwet, ini sebagai penguatnya. Setelah itu beliau mendapatkan petunjuk, mendapatkan karomah-karomah.

Dakwahnya pun beliau mengajarkan kesalehan sosial. Beliau tidak hanya duduk, wiritan dan berfatwa, tidak seperti itu. Beliau dengan tekun berkesalehan sosial, nulung sakpodo-podo maklu jumangkah ing bumine Allah. Setapak demi setapak mengajarkan kebaikan, mengajak kepada ketauhidan walaupun didalam kemasan-kemasan adat istiadat. Namun kecintaan beliau kepada lingkungannya dan kesalehan sosial membuat berkembangnya Islam dengan sangat pesat tanpa kekerasan.

Mungkin saat ini fenomenanya berbeda. Ayat Quran yang mestinya digunakan menjadi pembeda antara yang hak dan batil serta sebagai petunjuk yang lurus akhirnya dipergunakan, diperjual dengan sorbannya serta politiknya  untuk memecah belah bangsa, seolah-olah yang sudah bersorban itu ulama yang alim. Ternyata dibalik itu banyak hal-hal tendensius, tidak mampu membayar utang dan berusaha menggulingkan pemerintahan yang sah.

Kesalehan-kesalehan ini menurun kepada Kyai Hasyim Ashari. Pada awal-awal perjuangan Indonesia hanya memakai senjata keris, tombak, bambu runcing dan beberapa bedil yang kuno melawan senjata yang jauh lebih canggih milik Belanda dan Inggris. Dalam keadaan seperti itu Mbah Dirman, Panglima Besar Jendral Soedirman menyarankan Soekarno untuk sowan ke Mbah Hasyim untuk minta petunjuk. Mbah Hasyim tidak dengan serta menjawab tapi dipanggil Mbah Wahab menuju Tebu Ireng. Mbah Wahab itupun tidak langsung menjawab, beliau mengkaji kitab dan masih memanggil beberapa kyai khos bahkan dipanggil juga Kyai Abbas Munteg. Baru setelah itu diputuskan sebuah resolusi jihad, setiap laki-laki tua maupun muda wajib berjihad dalam radius tertentu bagi umat Islam. Dan Islam dikomandokan bukan dengan slogan yang lain namun dengan kata Allahuakbar untuk melawan penjajah bukan melawan bangsanya sendiri.

Kalau kita cermati, saat ini kesalehan sosial sudah hilang. Mengapa masih ada orang yang seperti itu? Mari kita bersama-sama ikut tindak lampah kanjeng rosul, kyai sepuh, orang alim sing betul-betul alim yang tidak menjual agamanya dan kepandaiannya untuk mendapatkan harta. Kesalehan sosial sangat-sangat dibutuhkan. Jika kita lihat dan kita mendengar sirah rasulullah tentang seorang pengemis Yahudi buta dan miskin yang setiap hari disuapi oleh Rasulullah padahal pengemis itu setiap saat menghujat Rasulullah. Apa yang ada didalam peristiwa tersebut? Jika kita kristalkan dan kita simpulkan bahwa intinya adalah jiwa paseduluran atau patembayatan. Apakah kita akan bertanya partainya apa jika akan membeli diwarung? Apakah kita akan bertanya agamamu apa jika akan menolong? Kita ini Indonesia, kita ini umat Islam, kita ini sama-sama manusia yang harus membangun roso antara manusia. Bahkan kalau kita mengkaji bahwa muslim itu adalah satu, jika jari kelingking merasa sakit maka mulut yang akan berbicara.

Mambangun roso sak padane titah atau kesalehan sosial itu dimulai dari hati kita. Apakah tidak ada manusia yang berkhianat kepada kebaikan? Banyak yang sudah berkhianat atas kebaikan. Kita beri kebaikan, dibalas dengan kejahatan. Kita berbuat baik dengan ikhlas tapi dibalas dengan khianat. Tapi kita harus percaya seberat dzarrah pun kebaikan akan ada balasannya begitu juga kejelekan sebesar dzarrahpun ada balasannya. Karena Allah mempunyai asma yaitu sebagai hakim yang adil. Oleh karena itu mari kita selalu berbuat baik sak padane titah. Sudahlah....jika kita berbuat baik maka Allah juga akan memberikan kebaikan bagi kita dan anak turun kita semua. Dan semua orang yang sudah berbuat dholim kepada kita maka Allah akan melempar dengan panasnya neraka.

Apakah tidak ada orang yang berkhianat kepada Padhepokan? banyak sekali para warga....Banyak yang berpendapat bahwa seolah-olah padhepokan ini mengajarkan kesesatan, tidak sholat, tidak mengajarkan puasa dan lain-lain. Sampai saya berkata, "Kalau seperti itu ayo masuk kesini, mari ikut jamaah sholat disini". Namun setiap sholat tidak serta merta saya umumkan kesemua orang. Sholat itu adalah kebutuhan kita kepada Pangeran. Kalau saya mau zakatpun tidak perlu digembar-gemborkan kepada yang lain. Kalau mau memberi kepada anak yatim tidak tiap muharram saja karena mereka tidak butuh makan ketika muharram saja namun mereka setiap hari harus kita beri sebagai bentuk kesalehan sosial. Ayat-ayat Quranpun sebagai besar berisi perintah-perintah untuk kesalehan sosial. Oleh karena itu para warga mari kita berbuat baik kepada sesama semoga Allah memberi kemudahan kepada kita semua dan anak turun kita semua. Al-Fatihah.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb            
 

Ngeningke Cipto Mbangun Sasomo


Aurotan
Minggu ke-1, 4 Oktober 2018

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat


Assalamu'alaikum Wr. Wb
 
NAPAK TILAS BLITAR - MAGETAN - KULONPROGO

*****

Ki Kebo Kanigoro, Satrio Pinandhito
Pengembara Batin yang Membangun Masyarakat Madani

Manusia dalam perjalanan hidupnya ada beberapa tahapan yang menuju kematian. Ada yang mulai kecil baik sebagaimana para rosul sampai meninggal husnul khotimah. Manusia yang lahir baik meninggal tapi dalam keadaan su'ul khotimah. Orang yang awalnya jelek namun berakhir dalam kondisi baik seperti Kanjeng Sunan Kalijogo atau Umar bin Khatab. Yang keempat adalah orang yang awal sudah jelek dan meninggal dalam kondisi su'ul khotimah.

Yang menjadi penjahat dalam diri kita ini adalah banyaknya Firaun, masih ada Namrud, masih ada iblis dihati kita. Manakala kita sudah menjadi Sariraning Tunggal, ada Muhammad, Adam, idris, Nuh, Isa, Musa linuwih, Abu Bakar, Umar, Usman, Ali sebagaimana yang diajarkan Kanjeng Sunan Kalijogo yang direpresentasikan oleh Kanjeng Sunan Tembayat maka yang namanya sarira tunggal kita harus mampu membunuh yang ada dihati kita berupa firaun yang mewarisi rasa takabur dan merasa paling benar. Kita harus mampu membunuh rasa yaudiyah atau rasa pelit tidak mau berkorban.

Ki Kebo Kanigoro di Kulonprogo
Nah kepedihan hati semacam ini pernah dialami oleh seseorang yang sangat-sangat mencintai Allah dalam hidupnya yaitu Kanjeng Pangeran Kebo Kanigoro. Ki Ageng Kebo Kanigoro adalah ningrat Majapahit yang dalam darahnya mengalir trah Brawijaya V, penguasa terakhir Majapahit. Ia putera Adipati Andayaningrat, Ki Ageng Pengging Sepuh, Adipati Pengging yang menikahi Ratu Pembayun, Rr. Ayu Putih, puteri  Brawijaya V.

Urut-urutan sejarahnya dimulai saat Prabu Brawijaya V menikahi Putri Champa, Dewi Anarawati.  Lalu, lahir tiga anak :  seorang putri, dinikahkan dengan Adipati Handayaningrat IV, penguasa wilayah Pengging. Yang kedua, Raden Lembu Peteng, berkuasa di Madura. Dan yang ketiga Raden Jaka Gugur.

Adipati Handayaningrat IV dan putri sulung Prabu Brawijaya V, melahirkan Raden Kebo Kanigara dan Raden Kebo Kenanga. Selisih usia mereka hanya satu tahun, Kanigara lahir 1472 M sedang Kenanga tahun 1473 M.

Raden Kebo Kanigara sudah meninggalkan istana, sejak muda. Niatnya pergi meninggalkan Pengging untuk menjadi Vanaprastha, seorang pertapa muda. Perjalanan spiritual Kanigara sangat panjang, hingga kemudian sampai disalah satu daerah perbukitan Menoreh.

Sejak kepergian Raden Kebo Kanigoro dari kadipaten, Raden Kebo Kenanga kembali kehilangan orang yang dicintai. Sebab, ramandanya, Adipati Handayaningrat IV, mangkat. Sejak itulah, Kebo Kenanga  menggantikan sang ayah sebagai Adipati Pengging, yang kemudian berjuluk Ki Ageng Pengging dan berputra Jaka Tingkir yang kelak menjadi penguasa Pajang.

Maka begitulah. Kesemestaan yang bergeser ini, akhirnya member kisah lain, tentang siapa penerus trah Majapahit, saat Jaka Tingkir memproklamirkan Kerajaan Pajang dan kelak akan menurunkan raja-raja besar Jawa.
 
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Beliau men-uzlah dalam hidupnya, mengasingkan diri didaerah Desa Kaligintung perbukitan Menoreh, daerah yang subur. Didalam uzlahnya beliau mengajarkan bagaimana menjadi seorang yang ikhlas, bagimana mengajarkan kebaikan dan mengajak menyerukan kebaikan untuk semua makhluk. Beliau rela menyisihkan perjalanan hidupnya dari keramaian kehidupan duniawi. Beliau lebih banyak "Ngeningke cipto mbangun sasomo" artinya mengheningkan dirinya sendiri, menjauhi nafsu duniawi namun tetap membangun kebersamaan.

Kalau kita lihat Ki Kebo Kanigoro adalah sejaman dan satu guru dengan Kanjeng Sunan Tembayat. Dan keduanya merupakan murid dari Syekh Siti Djenar dan Sunan Kalijogo. Bahwasanya Ki Kebo Kanigoro itu berada di Kaligintung adalah membangun masyarakat madani untuk menyokong kekuatan Mataram dan ikut membangun Mataram yang pada waktu itu disebut Kulonprogo perbukitan Menoreh. Beliau lebih dikenal dengan sebutan Eyang Dalmodal yang berarti menutup siapa jati dirinya oleh karena itu marilah kita ikuti jejak Ki Kebo Kenongo.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Napak Tilas Padhepokan Pusaka di Magetan dan Kulonprogo

Tahlil di Kediaman Mbah Dian Magetan

Silaturahim bersama warga Padhepokan Pusaka cabang Magetan

Silaturahim bersama warga Padhepokan Pusaka cabang Magetan


Silaturahim bersama warga Padhepokan Pusaka cabang Magetan


Suasana peserta acara peringatan 1 Muharram di Desa Lembeyan Kulon - Lembeyan - Magetan




Gus Hairi Mustofa menjadi pengisi acara puncak peringatan 1 Muharram Lembeyan - Magetan







Perjalanan dilanjutkan menuju Kota Yogjakarta daerah Kulonprogo.
Kota disebelah barat Jogja dengan ibu kota Wates. 



Suasana Pasar Klepu subuh dinihari
Bersama rekan seperjuangan




Ziarah Paku Alam Giri Gondo
Kulonprogo

Sejarah singkat Kadipaten Pakualaman
Kadipaten Pakualaman atau Negeri Pakualaman atau Praja Pakualaman didirikan pada tanggal 17 Maret 1813, ketika Pangeran Notokusumo, putra dari Sultan Hamengku Buwono I dengan Selir Srenggorowati dinobatkan oleh Gubernur-Jenderal Sir Thomas Raffles (Gubernur Jendral Britania Raya yang memerintah saat itu) sebagai Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I. Status kerajaan ini mirip dengan status Praja Mangkunagaran di Surakarta.

Berawal dari pertikaian Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat di bawah Sri Sultan Hamengku Buwono II (HB II) melawan pemerintahan Gubernur Jenderal Belanda (di bawah pengaruh Perancis semasa Raja Lodewijk Napoleon dari Perancis) Herman Willem Daendels. Daendels mengirim pasukannya menyerang Kraton Yogyakarta pada Desember 1810 untuk memadamkan pemberontakan Raden Ronggo (KAA Ronggo Prawirodirdjo III, bupati Madiun dan penasihat politik HB II) yg akhirnya berakibat penurunan paksa HB II dari tahta. Tampuk kekuasaan dialihkan kepada GRM Soerojo yg diangkat sebagai wali raja (regent) dengan gelar Sultan Hamengku Buwono III. Saudara tiri HB II, Pangeran Notokusumo dan putranya Notodiningrat, yg mendukung pemberontakan ini pun ditangkap Belanda di Semarang dan dibawa ke Batavia.

Pada 1811, kekuasaan kolonial Belanda-Perancis di Pulau Jawa direbut oleh Inggris dengan Kapitulasi Tuntang 11 Agustus 1811, dan Inggris mengutus Sir Thomas Stamford Raffles untuk memimpin koloni ini dengan jabatan Letnan Gubernur Jenderal. Raffles berusaha mendapat dukungan dari para penguasa lokal, salah satunya Sultan HB II (yg dikenal sebagai Sultan Sepuh). Ia mengutus Captain Robinson ke Yogyakarta untuk mengembalikan HB II ke tahtanya dan dan menurunkan RM Suryo (HB III) kembali menjadi putra mahkota dengan gelar Kanjeng Pangeran Adipati Anom pada 10 Desember 1811.

Sampai di sini ada 2 versi mengenai peran Pangeran Notokusumo dalam ontran-ontran di Kasultanan Yogyakarta menurut sejarahwan KPH Sudarisman Poerwokoesoemo, mantan Wali kota ke-2 Yogyakarta dan salah seorang pendiri UGM.

Versi I:
BPH Notokusumo menemui HB II untuk menyampaikan proposal dari pemerintah kolonial Inggris untuk menyerahkan tahta kepada Adipati Anom dan meminta maaf kepada Inggris atas insiden pembunuhan Danureja II yang dilakukan menurut perintahnya dengan kompensasi Inggris memberi amnesti kepada Sultan. Sultan juga meminta agar sikapnya jangan dipublikasikan. Sultan menyambut sendiri kedatangan Raffles ke Yogyakarta dan mengadakan jamuan kenegaraan.

Konflik dan intrik berdarah ternyata tidak berhenti. Kondisi yang berbalik seratus delapan puluh derajat ini menyebabkan Adipati Anom menjadi ketakutan. Kali ini konflik turut menyeret Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunagaran. Setelah ibundanya ditahan oleh Sultan Sepuh karena dianggap ikut memengaruhi Adipati Anom, Adipati Anom bekerja sama dengan Kapten Tan Jin Sing menemui John Crawford, residen Inggris untuk Yogyakarta. Dari hasil pertemuannya Crawford dalam suratnya kepada Raffles mengusulkan Adipati Anom diangkat lagi menjadi sultan. Dalam surat itu pula Notokusumo diusulkan menjadi Pangeran Merdika. Akhirnya diusulkan Raffles datang ke Yogyakarta dengan membawa pasukan untuk berperang.

Versi II:
Segera setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda-Perancis kepada Inggris, Hamengkubuwana II kembali mengambil alih tahta dari putranya. Kepada pemerintah Inggris Sultan mengusulkan beberapa tuntutan, di antaranya, pembayaran kembali uang ganti rugi daerah pesisiran yang diambil Belanda, Penyerahan makam-makam leluhur, dan diserahkannya Pangeran Natakusuma dan putranya Natadiningrat.

Oleh Raffles HB II dibiarkan dalam kedudukannya dan bahkan diperkuat kedudukannya. Tuntutan Sultan untuk membebaskan kedua kerabatnya dipenuhi. Sebaliknya HB II diminta untuk membubarkan Angkatan Bersenjata Kasultanan. Akibat campur tangan Inggris terlalu jauh dalam urusan istana, HB II segera mengadakan perundingan dengan Sunan Pakubuwono IV untuk melepaskan diri dari Inggris. HB II secara terang-terangan menentang Inggris dengan menolak pembubaran pasukannya dan justru memperkuat pertahanan di istana serta menambah jumlah milisi bersenjata. Natakusuma dan Kapten Tan Djiem Sing-lah yang memberi tahu kepada Inggris segala rencana Sultan.

Dan akibatnya pada 18 Juni 1812, pasukan Inggris bersenjata lengkap dipimpin Admiral Gillespie mengepung Kraton Yogyakarta, dibantu oleh Legiun Mangkunegaran di bawah komando Pangeran Prangwedana. Gillespie segera mengirim ultimatum kepada HB II untuk segera menyerahkan tahta pada Adipati Anom dan menjadikan BPH Natakusuma menjadi pangeran mardika. Sultan HB II dengan tegas enggan memenuhi ultimatum. Sebuah versi lain mengemukakan mulai 18 Juni 1812 istana mulai dihujani meriam. Setelah mengepung tiga hari dan mengadakan serangan kilat pada hari terakhir, istana dapat ditaklukkan pada 20 Juni 1812. Versi lain berpendapat mulai 20 Juni 1812 keraton mulai diserang dan pada 28 Juni 1812 istana sepenuhnya dapat dikuasai Inggris. Pada tanggal itu pula Sultan HB II untuk kedua kalinya diberhentikan dan sekali lagi HB III dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta.

Akhirnya HB II ditangkap dan dibuang ke Pulau Penang dan putra mahkotanya RM Suryo dinobatkan sebagai raja penuh bergelar Sultan Hamengku Buwono III (HB III). Peristiwa ini dikenal sebagai GEGER SEPOY oleh orang-orang Yogyakarta. (catatan: Sepoy berasal dari kata nama pasukan Inggris yg direkrut dari kaum Sepoy/Sepohi/Sepehi dari India).

Akibat pertempuran tersebut, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat harus menerima konsekuensi, antara lain:
Yogyakarta harus melepaskan daerah Kedu, separuh Pacitan, Japan, Jipang dan Grobogan kepada Inggris dan diganti kerugian sebesar 100.000 real setiap tahunnya. Angkatan bersenjata Kasultanan Ngayogyakarta diperkecil menjadi hanya beberapa kesatuan tentara keamanan keraton saja. Sebagian daerah kekuasaan keraton diserahkan kepada Pangeran Notokusumo, saudara tiri HB II yang berjasa mendukung Inggris, dan diangkat menjadi Pangeran Adipati Paku Alam I.

Berdasarkan point (3) di ataslah, kemudian Pangeran Notokusumo dinobatkan menjadi Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I pada 29 Juni 1813, menyusul Political Contract 17 Maret 1813 antara Residen Inggris John Crawford dan Pangeran Notokusumo, yg isinya antara lain:
BPH Notokusumo diangkat sebagai Pangeran Mardika di bawah Kerajaan Inggris dengan gelar Pangeran Adipati Paku Alam I. Kepadanya diberikan tanah dan tunjangan, tentara kavaleri, hak memungut pajak, dan hak tahta yang turun temurun. Tanah yang diberikan meliputi sebuah kemantren di dalam kota Yogyakarta (sekarang menjadi wilayah kecamatan Pakualaman) dan daerah Karang Kemuning (selanjutnya disebut Kabupaten Adikarto) yang terletak di bagian selatan Kabupaten Kulon Progo sekarang.  Sumber : wikipedia


Pintu masuk komplek makam Paku Alam


******

Mudun Dadi Rojo Adeging Pandito

Aurotan
Minggu ke-4, 27 September 2018

Oleh :
Gus Hairi Mustofa
Pemangku Padhepokan PUSAKA Sunan Tembayat
Dandong Srengat-Blitar

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Assalamu'alaikum Wr. Wb
 
Kedatangan kita ke Sunan Tembayat bukan karena "dolan" atau bersenang-senang tapi sesungguhnya kita mengkaji hati kita. Sunan Tembayat adalah orang yang meninggalkan duniawi, mudun dadi rojo adeging pandito, itu istilah dari para sepuh. Meninggalkan sesuatu yang bersifat duniawi. Menggalkan sesuatu yang kita kejar mati-matian namun pada saat mati tidak satupun yang kita bawa. Kita mencari dunia, golek kemit, kemit itu materi, golek duit, bisa lupa paseduluran, bisa lupa tetanggan, saudara satu kandung, saudara satu perguruan bisa lupa. Itu karena nafsunya ingin memiliki duniawi, tega dengan lainnya. Ada yang keluar dari padhepokan lantas menfitnah disana-sini itu yakin saya....tidak memahami sejarah panjang Sunan Tembayat yang meninggal kan duniawi, meninggalkan urusan dunia dan pemerintahan hanya untuk madeg pandito artinya menata dirinya kembali, mencari jati dirinya, golek opo sing digowo tenan bukan golek opo sing ditinggalne.

Tentunya kejujuran, kejujuran dalam patembayatan, kejujuran dalam sebuah kerukan ini yang kita cari. Kita iqtibar, ngaji disana kepada yang sampun sumare. Tindak lampah nopo to kados ngoten niku? Kalau orang haji lau laka ya muhammad, krono panjenengan ya muhammad kulo nglampahi haji. Pada saat disini kita ikuti tindak lampah para ulama yang benar-benar para ulama dan para sepuh. Seperti kisah Rasulullah, ketika ada seorang yang senang berbuat zina ahli judi dan lain-lain menghadap ke beliau,

"Ya Rasulullah apa yang harus aku lakukan...?".

Rasul menjawab, "Kowe gelem jujur lamun tak takoni?"

"Baik ya Rasulullah", Jawabnya.

Pada saat dia mau berbuat maksiat maka dia ingat pesan Rasulullah bahwa suatu saat akan ditanya dan dia berjanji akan berkata jujur maka jauhlah dia dari sifat kejahatan dan kemaksiatan. Sunan Tembayat juga seperti itu, beberapa murid yang terkenal adalah Syekh Dumbo dan Syekh Ula. Didaerah sana sering disebut Mbah Ula dan Syekh Dumbo. Ula itu kalau bahasa arab bermakna pertama jadi dia adalah murid yang pertama bersama Syekh Dumbo.

"Kamu merampok aku itu untuk apa. Aku tidak membawa apapun".

Walaupun didalam tongkat bambu istrinya Sunan Tembayat ada berlian namun Sunan Tembayat tidak tahu. Maka pada saat direbut, beliau berucap, "iki lho salahe wong telu", atau sekarang istilah tersebut dikenal dengan Salatiga. Sebenarnya yang harus kita bawa untuk adeging pandito adalah keimanan, keyakinan. Kalau ada kehidupan maka Pangeran pasti memberi kehidupan. Yen enek urip mesti Pangeran maringi panguripan. Inilah pesan-pesan implisit, tersirat yang panjenengan mangerteni, kejujuran mencari duniawi itu harus kita lakukan. kadang-kadang sifat itu muncul, kejujuran tidak ada, donyane koncone diembat dan lain sebagainya. Ini jauh-jauh dari ajaran Islami.

Islam itu bukan gebyar seperti yang dipahami orang seperti sholawat dan lain-lain. Islam memang mempuyai banyak hal namun ada dua yang paling menonjol yaitu habluminallah wa habluminannas. Habluminallah, nyekseni yen Pangeran iku mung siji. Jika sudah bersaksi maka Pangeran menurunkan Nur Muhammad. Nur Muhammad itu menyampaikan risalah tauhidiyah walaupun menyampaikannya melalui Nabi Adam, Idris sampai kepada Muhammad dan lain-lain. Jadi Nur Muhammad ada sebelum awang-awang. Nur Muhammad ada pada saat alam masih wahdah. Habluminannas apa? Bagaimana hubungan dengan sesama manusia termasuk kejujuran. Jujur marang awake dewe, jujur marang sak padane titah. Kalu kita sudah tidak jujur terhadap hati kita sendiri tentunya akan mungkar yang ada dihati kita.

Lungguhing roso koyo dewe Kanjeng Sunan Tembayat sebenarnya benar-benar meninggalkan dunia bukan berarti tidak butuh dunia sama sekali, tetap butuh untuk perjuangan namun tidak men-Tuhankan duniawi. Karena banyak saat ini orang-orang pintar namun meninggalkan Tuhan. Allah bukan dianggap sebagai penentu. Ada orang sakit batuk dan diobati dengan obat tertentu dan sembuh. Maka dunia kedokteran menganggap bahwa obat itu yang menyembuhkan. Kalimat "obat itu yang menyembuhkan" adalah menunjukkan bahwa Pangeran seperti tidak punya kekuatan untuk menyembuhkan. Padahal obat itu adalah sebuah wasilah lantaran Allah memberi kesembuhan.

Malah sekarang banyak ulama-ulama yang menggelikan, jika ikut aku maka surga dan jika ikut mereka maka neraka. Tidak memelihara jenggot neraka, memelihara jenggot surga. Ini bagaimana? kyai-kyai NU masuk neraka semua karena banyak yang tidak punya jenggot. Inilah yang harus kita kaji. Seolah-olah  mereka penentu.

Contoh lagi, "Perbaiki sholatmu maka rejekimu akan besar", Sholat itu tidak ada hubungannya dengan rejeki, sholat itu tidak ada hubungannya dengan sakit dan kematian. Sholat itu kecintaan kita kepada Allah bagi seorang yang puncak iman. Sholat itu kewajiban kita menyembah Allah bagi orang-orang syariat. Maka jika ada yang ngedumel. "Saya ini sudah wiritan, saya ini sudah sholat tapi kok masih miskin", bagi orang yang tidak memahami, orang sholat akan mendapatkan nikmat, dan bukan urusan manusia, Rejeki adalah hak Allah. Maka lakukanlah kebaikan, baik buruknya manusia adalah terletak pada hati. Segumpal daging bernama hati. Kalau mau berfikir bahwa berdoa bukan hanya berucap tapi interaksi dan hubungan rasa dengan Allah. Meminta kepada Allah karena cinta kepada Allah. Dunia tidak ada artinya karena hanya fana, sementara.

Sebagai bukti kecintaan kita kepada Allah malam ini maka mari kita bacakan Al Fatihah, semoga hidup di dunia mulia, dan rejeki yang barokah.

Assalamu'alaikum Wr. Wb


*****


ZIARAH  PADHEPOKAN PUSAKA 2018
Sunan Tembayat - Minang Langse - Jogjakarta - Kyai Hasan Besari
Sabtu, 29 September 2018

Tepatnya pada Sabtu, 29 September 2018 pukul 14.00 rombongan Keluarga Besar Padhepokan Sunan Tembayat beserta Pimpinan yaitu Gus Hairi Mustofa melakukan kunjungan ke Makam Sunan Tembayat. Rombongan terdiri atas dua bus dengan jumlah sekitar 100an orang. Mereka bertolak dengan satu tujuan untuk berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah.  Segala persiapan telah panitia lakukan; mulai dari pesan bus, mendata peserta, membuat banner, menghimpun dana, memetakan tempat duduk, menyusun acara, sampai dengan mempersiapkan konsumsi perbekalan dan lain-lain.
 
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Menjelang Maghrib tiba di Masjid Agung Ponorogo untuk sejenak istirahat dan melaksanakan Sholat Maghrib dan makan bersama menikmati bekal yang telah dipersiapkan oleh panitia. Tiba di Klaten sekitar pukul 23.00 WIB dan dilanjutkan istirahat di penginapan Banyu Biru milik Bu Tiek. Sebuah rumah joglo berdinding kayu. Walaupun beralaskan karpet namun cukup nyaman untuk merebahkan tubuh mengurangi rasa penat perjalanan. Pada pukul 01.00 rombongan mandi dan berganti pakaian untuk berangkat menuju paseban makam Sunan Tembayat.

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat
Masjid Agung Ponorogo

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Dengan penuh khusyuk dan pasrah kepada Allah SWT rombongan melakukan doa bersama-sama dipimpin oleh Gus Hairi Mustofa selaku Pimpinan Rombongan. Ada 3 rombongan lain yang secara bersamaan hadir disana, yaitu rombongan dari Blitar, Kota Batu, Malang dan Ungaran. Walaupun begitu di tengah suasana tengah malam yang begitu hening dan lampu yang temaram tidak mengurangi niat dan menjadikan suasana penuh kekhusyukan dalam memanjatkan doa kepada Allah.

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat
Menaiki Anak tangga menuju makam Sunan Tembayat
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat
Pendaftaran di penerima tamu

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat
Menunggu giliran memasuki Cungkup Makam

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Sekitar pukul 03.00 WIB rombongan meninggalkan komplek makam, namun beberapa orang ada yang melanjutkan perjalanan ke Jabalkat yaitu naik ke bukit sebaris dengan kompleks makam dengan jarak tempuh sekitar 30 menit berjalan kaki. Sedangkan rombongan yang lain kembali ke penginapan untuk melanjutkan istirahat sambil mempersiapkan diri untuk bersihkan badan menyambut datangnya waktu sholat Subuh.

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat
Pesanggrahan di Puncak Jabalkat
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Tepat pukul 07.00 rombongan meninggalkan Makam Sunan Tembayat dan melanjutkan perjalanan ke makam Minang Langse diakhiri dengan sarapan bersama di komplek makam Minang Langse. Walaupun dengan kesederhanaan para santri berdoa dengan penuh kekhusyukan dan sarapan bersama yang terlihat guyub dan penuh kesederhanaan, tidak sedikitpun mengurangi nikmat yang luar biasa bisa bersama-sama orang yang bisa dikatakan sehati dan setujuan. Rasa persaudaraan yang terasa sayuk dan kental menjadikan warga padhepokan menemukan kebahagiaan yang tidak semu namun satu rasa dan satu hati menjadikan dunia hanyalah tempat berbagi, tempat berkasih sayang dan tempat untuk mengagungkan Allah semata. Yang nantinya kepastian dari Nya secara Nyata bahwa kita semua akan kembali pada-Nya.

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat
Sarapan pagi

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat
Menuju Makam Minang Langse
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat


Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat


Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat
Seorang cantrik Padhepokan berkonsentrasi berdoa di Minang Langse
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat
Sarapan pagi

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat
Sarapan pagi guyup rukun
Menjelang siang, rombongan melanjutkan perjalanan kembali dengan tujuan Malioboro tempat dimana bisa mencuci mata melihat hingar bingar dunia dengan penuh riuhnya. Saat yang tepat untuk menjadikan pengalaman rohani yang nyata bahwa dunia diisi dengan penuh ragam dan warna. Keindahan kota Jogjakarta, kota dengan catatan sejarah yang mengakar, pedagang yang ramai, tukang becak yang ramah, kuliner yang begitu menggoda, arus kendaraan yang begitu padat dan terik matahari yang menyengat, tentunya suatu keadaan yang jauh berbeda dengan rombongan alami di malam sebelumnya. Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk dan bimbingan kepada umat-Nya. Allohumma Aamiin.
Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat
Berpose di Malioboro

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Sholat Ashar di dirikan di Masjid Wedi Klaten dan Malam kedua dilanjutkan dengan kunjungan ke Makam Kyai Hasan Besari dimana rombongan melakukan doa bersama dan dilanjutkan dengan malaksanakan sholat Isya' berjamaa'ah. Sambil rehat sejenak dengan hidangan kopi, cilot dan aneka minuman ringan menikmati malam kebersamaan di komplek Makam Kyai Hasan Besari yang notabene seorang ulama dengan keagungan pada masanya.

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat
Makam Kyai Hasan Besari

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat
Menara Masjid Kyai Hasan Besari
Lelap tak bisa ditahan ketika rombongan bertolak menuju kampung halaman. Ada sedikit cerita dimana bus 1 yang dikendarai oleh Gus Hairi Mustofa mengalami kejadian yaitu mesin bus tidak dapat melaju di salah satu tanjakan dan terpaksa semua penumpang turun untuk memperbaiki situasi. Berbagai usaha dilakukan untuk memperbaiki dan tak lama kemudia mesin dapat normal kembali sehingga rombongan dapat melanjutkan perjalanan. Di atas bus Gus Hairi bercerita bahwasanya kejadian tadi ternyata ada seorang anak kecil perempuan yang memanggil salah satu penumpang bernama Pak Khusnun dan dia meminta sesuatu. Dengan sigap Gus Hairi menyuruh salah satu putranya untuk memberikan minyak wangi ke anak perempuan tersebut. Setelah minyak wangi diterima tak lama kemudian anak kecil perempuan tersebut menghilang dan dengan ucap syukur mesin bus dapat kembali berjalan normal. Alhamdulillah perjalanan berlanjut dengan lancar dan dengan mengucap Alhamdulillahi robbil alamiin rombongan tiba di Padhepokan Sunan Tembayat dengan selamat tanpa kurang suatu apapun sekitar pukul 23.00 WIB.

Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat


*****



           
          

Postingan Populer