Napak Tilas Syekh Domba



Lahirnya seorang bayi untuk melanjutkan risalah dari Adam yang menggenapkan dan penyempurnakan dari semua ajaran itu adalah bernama Ahmad atau Muhammad.  Ketika lahir seolah-olah semua berhenti beraktifitas. Bayi ini yang kelak dinamakan Muhammad tidak mendirikan pemerintahan Islam, tidak mendirikan Khilafah namun meletakkan dasar-dasar Islam didalam kehidupan yang Rahmatan Lil Alamin.

Kelahiran bayi ini menyebabkan menara api orang-orang Majusi yang selalu menyala selama ribuan tahun di Bagdad akhirnya padam dan ambruk

Jika sekarag ini lucu, Rasulullah memang membuat bendera bertuliskan kalimat tauhid tapi kita tahu bahwa Rasululllah seorang yang umi tapi itu adalah pertanda Islam bukan pertanda khilafah, bukan pertanda mendirikan pemerintahan Islam namun meletakkan dasar-dasar ajaran Islam. Namun apa yang terjadi hari ini? Banyak orang sekarang membuat bendera tapi justru mengadopsi, mengambil kebudayaan Arab, kebudayaan bangsa-bangsa Timur tengah bahkan saya sebut kebudayaaan Jahiliyah yaitu suka berperang, senang mefitnah, senang mengadu domba dan jauh sekali dari ajaran asli Islam yaitu Rahmatan lil Alamin yang artinya mengayomi.

Jika kita kaya tapi lupa dengan orang miskin maka kekayaan kita adalah palsu. Jika kita kuat tapi lupa dengan yang lemah, lupa dengan yang selalu terdholimi maka kekuatan itu adalah palsu adanya. Oleh karena itu para warga padhepokan, Patembayatan yang diajarkan Kanjeng Sunan Tembayat, yang diajarkan Rasulullah harus selalu rukun dengan lingkungan kita apapun bentuknya maka yang terjadi adalah suatu nikmat Allah. Rasulullah pernah ditawari emas sebesar gunung dan diberi perempuan cantik namun Rasulullah tidak mau. Artinya apa? Rasulullah memilih kemiskinan agar selalu bisa bersama yang lain. Rasulullah mencintai kemiskinan tapi kita tidak. Apakah orang Islam tidak boleh kaya? Orang Islam harus kaya namun kekayaannya untuk kebaikan orang lain tidak untuk dirinya sendiri. 

Perjalanan hidup manusia itu tentunya kita harus bisa memilah dan memilih. Tentunya memilih menjadi hamba Allah yang menjadi hamba yang baik, menjadi hamba-hamba yang sempurna, kuntum Khairunnas anfa'uhum linnas, sak apik apike menungso, bukan karena kekayaaan, bukan karena jabatan, bukan karena kecantikannya namun kita bermanfaat untuk orang lain. Manakala kecantikan itu tidak bisa untuk kebaikan sesama maka kecantikan itu adalah fana. Begitu juga apabila kekayaan itu tidak bisa untuk membantu yang kekurangan, membantu yang miskin maka kekayaan itu adalah semu. Jika kita kuat namun kekuatan itu tidak digunakan untuk melindungi yang lemah maka kekuatan itu hanya kamuflase.

Jalan masuk menuju makam Syekh Domba

Jalan menanjak kurang dengan ketinggian bukit 500 m

Ujung anak tangga menuju Makam Syekh Domba

Makam Syekh Domba yan merupakan cagar budaya dan dilindungi oleh UU Ri. No. 11 Tahun 2010
Desa Paseban terlihat dari atas kompleks makam sebelah Selatan
Panorama Gunung Jabalkat dan Gunung Kidul Yogjakarta dari puncak Gunung Cakaran

Teringatlah sebuah kisah Kanjeng sunan Tembayat mempunyai dua orang santri. Yang pertama bernama Syekh Ula atau disebut Mbah Kewel yang makamnya di daerah Klaten berjarak tidak jauh dari makam Sunan Tembayat. Yang kedua adalah Ki Sambang Dalan atau lebih dikenal dengan Syekh Domba yang awalnya adalah seorang perampok dimakamkan di Gunung Cakaran. Tapi karena Sunan Tembayat ingin dirinya menjadi hamba Allah yang mencintai sesama dan hamba Allah yang mencintai Allah sebagaimana Allah mencintai hambanya maka beliau dengan ketekunan mendidik dua orang murid tersebut. Pada akhirnya Kedua murid tersebut menjadi seorang yang saleh yang mencintai sesama sesuai dengan ajaran Sunan Tembayat.

Bangunan utama makam sebelah selatan
Halaman bangunan makam sebelah Timur yang luas. Jalan setapak didepan adalah akses menuju Gunung Jabalkat dan puncak gunung lainnya
Kehidupan Syekh Domba yang sekian lama berada di Bayat desa Paseban sebelah selatan dari Makam Sunan Tembayat mengajarkan kebenaran, mengajarkan keheningan jiwa. Maka dalam keheningan jiwa itu Syekh Domba menemukan sesuatu yang sangat indah didalam kehidupannya yaitu Manunggaling Kawulo Gusti yang berarti menerima kehendak Allah dalam hidupnya dan tidak berontak atas takdir-takdir Allah. Menumbuhkan kebahagian manakala mengalir jiwanya atas kehendak Allah, disitulah Allah ridho atas dirinya. Setelah Syekh Domba meninggal, binatang piaraannya berupa Kuda dan Burung Merak dibiarkan kedua hewan itu berjalan dan terbanglah merak itu dipuncak sebuah bukit dan mencakar-cakar tanahnya maka dimakamkanlah Syekh Domba di tempat tersebut dan sekarang sering disebut Gunung Cakaran.

Salah satu sudut dapur makam

Tempat istirahat untuk yang bermalam

Stiker Padhepokan Pusaka ada di salah satu bagian makam

Makam pengikut Syekh Domba disebelah Barat komplek makam

Mushola didalam kompleks makam

Salah satu warga Padhepokan Pusaka menuruni anak tangga
Para warga padhepokan itulah perjalanan Syekh Domba yang awalnya dianggap seorang yang hina, perampok tapi beliau mengobarkan dirinya untuk kebaikan dan kemasalahatan umat bahkan keinginan untuk mementingkan diri sendiri hilang. Bisakah kita mencontoh begitu indahnya sebagaimana Rasulullah yang tidak kaya, yang tidak mau menang sendiri, yang tidak mau mendholimi  orang lain. Bisakah kita mencontoh patembayatan yang diajarkan Kanjeng Sunan Tembayat dan bisakah kita merelakan sebagaimana Syech Domba. Mari kita mengkaji hati kita. Kita meminta kepada Allah agar selalu menjadi hamba-hamba Allah yang Khairunnas anfa'uhum linnas. Matur nuwun.  

Postingan Populer