Mengarungi Jejak Spiritual di Jejaring Warisan Bersejarah: Perjalanan Warga Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat

Selepas siang yang cerah, hari Jumat tanggal 28 Juli 2023, warga Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat mengawali petualangan spiritual mereka. Di bawah bimbingan Gus Hairi Mustofa, perjalanan bersejarah dimulai dengan tujuan utama mengunjungi makam Sunan Tembayat di Klaten, Jawa Tengah. Namun, tak hanya sekadar mengungkap jejak Sunan Tembayat, perjalanan ini juga menghadirkan kisah-kisah magis di Makam Panembahan Minang Langse Klaten, memukau keindahan batik di Pasar Klewer Solo, menemui harmoni di Masjid Raya Sheikh Zayed Solo, hingga merenungi kearifan Ki Ageng Muhammad Besari di Ponorogo.

Jejak Sunan Tembayat, Penerus Cahaya Islam Kisah Inspiratif Sunan Tembayat: Penerus Cahaya Islam di Tanah Jawa

Perjalanan dimulai dengan hening dan khidmat saat warga Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat tiba di Makam Sunan Tembayat di Klaten. Di situlah Sunan Tembayat, salah satu Wali Songo, beristirahat abadi. Dalam doa dan perenungan, warga mendalami jejak spiritual Sunan Tembayat sebagai penerus cahaya Islam di tanah Jawa.

Saksikan video perjalanan dibawah ini :

Sunan Tembayat dikenal sebagai seorang ulama yang rendah hati dan sederhana, namun memiliki karisma yang menginspirasi. Ia mampu mengatasi berbagai rintangan dan tantangan dalam misi dakwahnya. Dengan kecerdasan dan kesabaran, Sunan Tembayat berhasil membangun toleransi dan kerukunan antarumat beragama, menjadikan wilayah Klaten sebagai pusat penyebaran agama Islam yang harmonis.

Jejak Sunan Tembayat tak hanya terlihat dari warisan pesantren dan masjid yang masih berdiri kokoh hingga saat ini. Lebih dari itu, nilai-nilai kearifan dan keteladanan yang ia tinggalkan terus dihayati oleh masyarakat, menjadi sumber inspirasi dan semangat dalam mengarungi liku-liku kehidupan.

Baca juga :

Ziarah Makam Sunan Tembayat 2017

Di Makam Sunan Tembayat, warga Padhepokan Pusaka Sunan Tembayat merenungi kegigihan dan dedikasi Sunan Tembayat dalam membawa cahaya Islam ke tanah Jawa. Dalam langkah mereka, Sunan Tembayat tetap hidup dan menginspirasi, menjadi penguat semangat untuk meneruskan perjuangan menguatkan nilai-nilai kebajikan dan keberagaman, serta membawa manfaat bagi masyarakat dan bangsa. (Humas Pusaka)


Sekilas Hidup Dengan Berdamai Dan Patembayatan


"Khoirunnas anfa'uhum linnas"

"Sebaik baik manusia adalah manusia yang dapat memberi manfaat bagi orang lain" 
(Al-Hadist).

Manusia diciptakan Alloh juga sebagai mahluk sosial, selalu berhubungan dengan sesama, maka tentu dalam bersingungan dengan mahluk lain, selalu ada saja masalah.

Mulai ekonomi kesehatan rejeki dan lain lain. Itu tak lepas dengan masalah.

Pernah suatu saat saat di daerah Sanankulon Blitar, ada seorang yang hidupnya begitu ikhlas menjalani.  Pekerjaanya membeli pisang penduduk; menjualnya ke pasar ataupun di display di pinggir jalan. Satu tandan pisang paling-paling dia dapat laba 50.000-60.000, itu pun yang besar.

Sambil momong cucunya yang yatim, ada kerja bakti di masjid, dia memberi uang 300.000 sebagai sumbangan membeli semen.  Suatu hari jalan aspal didesanya depan SD sudah bolong-bolong; usulan kepada Bupati tak kunjung di tembel, akhirnya beliau yang sudah tua membeli semen menambahkan dengan pasir, menembel sendiri jalan itu. Kata beliau, "Kasian anak-anak kalau jatuh."

Pada suatu saat datanglah seorang yang kaya dari Bangkalan, tiba-tiba sungkem dan mohon restu. Kata orang madura itu, di suruh seseorang kiai agar minta restunya, agar putra-putranya berhasil.

"Kulo niki tiang nopo to pak, mlarat mboten saged nopo-nopo," pitutur nenek penjual pisang itu.

Usut punya usut orang Bangkalan itu diberi tahu kiai jember bahwa nenek itu kekasih Alloh karena ke ikhlasan ke-Tembayatan-nya dalam kehidupan. Tanpa pernah marah dan mengeluh.

Warga padhepokan rokhimakumulloh, akhlak damai tembayat itu sebenarnya di bagi menjadi 3 yaitu:

  1. Akhlak dan damai dengan Alloh, artinya tanpa pernah mengeluh menyalahkan Alloh dalam menjalani kehidupan dan cobaan.
  2. Akhlak dan damai dengan makhluk lain, artinya tanpa pernah menyakiti dhohir maupun batin, menghormati membantu dan sebaginya; menjadikan nyaman hidup di bumi Alloh di mana saja.
  3. Akhlak dan damai dengan diri sendiri, artinya tidak dholim berlebihan untuk diri sendiri, bekerja tanpa pernah istirahat dan sebaginya; apa bila ini bisa maka tentram hati sehat jiwa raga.

Apa bila ketiga-tiganya berjalan dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan kita menjadi kuntum khoiron nas.

Semoga dengan hati yang bening, kita bisa menata diri kita:

TOTONEN ATIMU YEN PENGEN NOTO URIPMU

(Mbah Hairi Pusaka).

MISTERI WULAN SURO LAN PANTANGAN-PANTANGAN MASYARAKAT JAWA

 


Wulan Syuro bulan Muharam, adalah wulan kang kebak barokah sekaligus kebak misteri.

Mantu, sunatan lan wong kang duwe gawe kanggene wong jowo ora keno dianak-ake mergo ora elok.


KISAH 

Rikolo sayidina Husain lan Hasan isih bayi, Kanjeng Nabi sang kakek nggendong putu-putu tersayang,  ono Mesjid Nabawi karo nangis, kanjeng nabi karo nangis banjur dawuh, "Putu-putu iki mbesok di pateni wong", karo muwun nangis.

Banjur shokabat podo melu nangis terus takon sinten ya rosul kang mejahi, nopo tiang-tiang kafir, tiang-tiang Qurais?.

Kanjeng njawab, "Dudu, nanging yo wong Islam dewe."

Opo cukup mbok tangisi, ora mok belo.

Seiring waktu, berjalannya sang alam.

Sayyidina Hasan Husain, sering matur marang ibune, Siti Fatimah yen sang kakek gak adil, banjur Siti Fatimah matur bab kui maring sang ayah Muhammad Rosululloh. Rosul dawuh, aku ngambungi gulune Husain kelak ono sing mateni kanti nugel gulu, gene Hasan tak ambungi lambene mergo, mbesok ono sing ngracun, dawuhe kanjeng nabi karo nangis. Siti Fatimah yo nangis krungu dawuh kui.


TRAGEDI KARBALA

Banjur masa Sayidina Ali, keturunane dimusuhi wong soko dinasti liyane. Wektu kuwi dinasti pemerintahan Islam pecah dadi pirang-pirang : Abasyah,  Turki, Seljuk, Ustmaniah dll. Banjur musuhi ing keluargane Sayidina Ali. Puncake di penggal leher oleh orang-orang Iraq Karbala yang terkenal waktu kuwi licik munafik. Gempar sedih jagad sak isine, kasih sang rosul, cucu tersayang dipenggal ning perang Padang Karbala, persis koyo sing didawuhke rosul. Ahlul bait duriah rosul dimusuhi, dikhianati, dibunuh, ditugel gulune. Innalillahi ghofaro Sayidina Husain, ya Alloh, wajabat lahul jannah. Amiin.


SYURO LAN KEJAWEN

Poro wali sing awal-awal ing tlatah Mojopahit, membumikan sholawat, membumikan cinta rosul dalam hatinya.

Bulan penuh dengan kesedihan. Maka para aulia waktu itu membuat cerita bahwa Bulan Syuro sing mantu rojo.

Mergo lelembut yo pada mantu, padahal dasare wulan syuro kang agung, nabi sang kekasih Alloh sing angon langit lan bumi ae SEDIH ATAS KEMATIAN CUCU-CUCUNE kenopo kita yang sangat dan wajib meniru dari kanjeng nabi malah berpesta ria. Ini yang membuat para wali mengajarkan ikut sedih seperti kanjeng nabi, DALAM DIRI ROSULULLOH TERDAPAT USWATUN KHASANAH.

Maka pada bulan tersebut kanjeng Sunan Kalijogo lan Eyang Bayat mengajarkan suatu kearifan lokal tentang Bulan Syuro, yaitu dengan mengadakan :

  1. Lek-lekan kanti panuwun, artinya banyak melek berdoa memohon ampunan memanjat khajat pada yang maha segala, maha pengabul doa.
  2. Nyekar, artinya datang ke makam leluhur MENDOAKAN BERDZIKIR semoga yang sampun sumare diampuni segala dosa .
  3. Mlaku, artinya berjalan kaki sambil dzikir barangkali ada sambil shodaqoh. 
  4. Adus kramas, salah satu cara membersihkan ragawi kita dengan mandi besar kramas lan dibarengi permohonan yang nanti merambat rasa sukmawi kita ikut merasa tenang.

Itulah juga yang dilakukan warga padhepokan yang berlatar belakang majemuk dengan berbagai kalangan, kesedihan, kekurangan kebutuhan.

Maka Padhepokan Pusaka sebagai penerus pelanjut ajaran Sunan Tembayat sekaligus keturunan, pada wulan Syuro menggadakan Syuran Agung, yang mana diimplementasikan ajaran-ajaran tentang dzikir mandi keramas dan ziaroh di malam syuran agung dengan harapan dengan munajat di malam syura Alloh merubah takdir yang tertulis di lauhful mahfud, karena yang bisa merubah takdir hanya Alloh, dan digantikan yang terbaik.

Malam 1 Syuro itulah warga padhepokan bersimpuh semakin bersimpuh pada illahi robi, depe-depe ngarsane Gusti kanti panuwunan dengan cara :

  1. Pamaosan Khizib Salamah Khizib Jalbir Riski lan Khizib Malaikat.
  2. Nyekar, mendoakan sang leluhur Mbah Ridwan berterimakasih pada beliau yang telah  menjadi mata rantai ajaran-ajaran Petembayatan.
  3. Mandi besar, mohon niat kesucian dihati ragawi yang merambat sukmawi, memantapkan rasa syukur atas apa yang diberikan Alloh dan permohonan kedepan akan sehat iman, Islam rizki kita semakin baik dan baik di tingkatkan Alloh.

Robbi anzilni munzalan mubarokan wa anta khoirul munzilin 

(Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi dan Engkau adalah sebaik-baik pemberi tempat)

Semoga keberkahan kebaikan keimanan terlimpah pada kita. Aamiin

(H. Mustofa Pamomong Padhepokan Pusaka 1445 H)

MENEHI MANGAN WONG KANG NANDANG KEKURANGAN

Para Wargo Padhepokan,

Dawuh kanjeng Nabi :

"MAN AD'AMA AKHOHU MINAL KHUNRIN KHATTA YUS BI'A HU WA SAQOHU MINAL MA'I WA KHATTA YURIYAHU BA'UDA MINANNAR".

Sopo wonge menehi mangan dayoh hinggo wareg menehi ngombe hingga ilang ngelake Gusti Alloh ngaramke geni neroko (Riwayat Abdillah bin Umar)

Sunan Mbayat mengimplementasikan hadist tersebut dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan di masyarakat..

Pada suatu saat musim paceklik kemarau yang amat panjang di tambah waktu itu kondisi masyarakat yang minus, maka banyak kemiskinan. Akeh wong kekurangan pangan sandang kang ora layak.


Baca juga :

Patembayatan Sejati - Padhepokan Pusaka


Hasil sawah sudah terjual di pengijo, para tengkulak atau para pembesar banyak yang merampas dengan dalih pajak untuk kerajaan.

Pedati sang juragan pengijon terseok-seok terlalu berat beban si sapi, gabah yang sesak pepat * manjung* berjalan, datang seorang janda fakir sambil mengendong anak.

Bermaksud minta beras atau gabah sekedar mengurangi beban hidup menghidupi anak-anaknya, namun si juragan dengan galak angkuh mengatakan, IKI DUDU BERAS ..IKI WEDI..NGALIH NGALIH NGALIH.. atas ijin Alloh beras tersebut berubah jadi wedi (pasir)  termasuk yang dilumbung.

Sejak saat itu daerah tersebut di namai WEDI.


Para warga padhepokan, ada pelajaran yang bisa kita petik dari kejadian ajaran Mbah Bayat :

1. Jangan berbohong

2. Sedekahkan rejekimu panganmu pada tamu-tamu Alloh janda-janda tua fakir miskin, yatim, agar barokah

3. Jangan kita cari harta dengan cara kharom melupakan hak-hak sesama misal dengan cara ngijon, tengkulak menimbun berlebihan dan sebagainya

SEMOGA KITA SEMUA MENDAPATKAN pencerahan keimanan dari Alloh setelah kita membaca karomah Sunan Bayat. 

(Pusaka)

Panembahan Agung Keponakan Sekaligus Menantu Sang Mbayat

Para Wargo Padhepokan,

Dari arah maqom Sunan Tembayat, kendaraan berjalan pelan, melewati jalan indah berliku persawahan nan hijau ranau. Sebagai lumbung padi daerah sang sunan, terdapatlah sebuah maqom Panembahan Agung,  Masjid Agung yang tua berkharisma, tertua setelah Masjid Golo.



Masjid ini adalah Masjid Agung Kauman. Masjid berada di Dukuh Kauman, Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Kabupaten Klaten.

Maqom dan masjid itu sangat di hormati Keraton Solo sebagai cikal bakal.


Panembahan Agung Kajoran/Pangeran Maulana Mas Ing Kajoran/Mbah Agung Panembahan Agung Kajoran

Serat Candrakanta menyebutkan bahwa pendiri Keluarga Kajoran ini adalah Panembahan Agung, merupakan keturunan Sayid Kalkun, saudara dari Kiai Ageng Pandanaran.

Trah Kajoran berasal dari Panembahan Bathoro Katong, penguasa Ponorogo dan jika ditarik keatas lagi masih juga keturunan Brawijaya V sedangkan pendiri Trah Kajoran adalah Pangeran Maulana Mas yang kemudian dikenal dengan nama Panembahan Agung ing Kajoran.

Sumber tradisi lainnya menyebutkan bahwa Panembahan Agung adalah penerus dari penguasa Pengging. Panembahan Agung kemudian menetap di Kajoran dan menikah dengan dua orang putri Sunan Bayat. Maka pertautan antara Keluarga Kajoran dengan Tembayat menjadi kuat. Keluarga Kajoran juga memiliki hubungan pernikahan dengan kerajaan Mataram Islam. Panembahan Senopati menikah dengan dua putri dari Panembahan Agung.

Didalam bangunan setelah teras tempat juru kunci makam menerima tamu maka dalam bangunan utama terdapat beberapa nisan makam yaitu pusara Panembahan Raden sekalian, Pangeran Mas Sekalian, Pangeran Raden, Pangeran Agus, Pangeran Suroto dan Pangeran Singosari.

Komplek Makam

Pusara makam Panembahan Agung Kajoran terletak dalam satu bangunan rumah berarsitektur joglo dengan dinding tembok yang kokoh didepannya berdiri bangunan gapura paduksa sebagai pintu masuk dengan ukuran pintu yang didesain dengan ukuran pendek sehingga setiap peziarah harus menundukan kepala ketika memasuki pintu gapura tersebut.

Pada bagian ujung ruangan terdapat bangunan tajuk berukuran sekitar 2,5 m x 2,5 m yang berdinding kayu jati, untuk dapat memasuki ruangan tersebut maka harus melewati undakan bertangga sebanyak tiga trap. 

Didalam bangunan tajuk tersebut adalah pusara dari pada Panembahan Agung Kajoran atau Pangeran Maulana Mas yang jirat pusaranya terbuat dari batu andesit yang dibungkus dengan kain putih bersih yang di hijabi dengan kelambu kain berwarna putih, ditengah tengah pusara terdapat daun daun bunga yang beraroma sangat harum.

Panembahan Agung adalah salah satu diantara keponakan sang sunan, beliau berasal dari Wonokerto Ponorogo. Beliau adalah salah satu penerus Ajaran Patembayatan ( sayang aurotannya sudah hilang sejak beliau meninggal seiring Sultan Agung).

Beliau sangat di tuakan, sampai-sampai orang orang ziaroh maqom Masjid Kajoran harus ke maqom Panembahan Agung.

Panembahan Agung mempunyai suatu ajaran yang di wujudkan soko tunggal yang ada di selatan maqom beliau  ajarannya sangat indah.

MANUNGGAL NO PENGERAN

RESIK ONO BATINMU DUMEH RESIK LAKUMU

Maqom beliau di Kajoran yang masih di jaga keturunan beliau dan abdi dalem Keraton Solo.

Semoga masih ada waktu napak sejarah ziaroh ke petilasan panembahan ngudi kawruh. (Pusaka)

LAKU MANDEG SOKO KUMPUL DONYA MRING ATI KANG WENING

Mengenal Sunan Tembayat secara jiwani...

Perjalanan jiwa kanjeng sunan yang pada awal merasa kalau dunia banyak, dia menjadi berubah setelah Sunan Kalijogo mempertaubatkan.

Perjalanan panjang dari Semarang ke Seban banyak sekali kejadian yang mengajarkan pada sang sunan kalau dunia bisa membahayakan dirinya.

Kejadian di Salatiga dan sebagainya misalnya, maka disitulah kanjeng sunan menemukan jati diri, ruh Islami  bahwa Islam itu rahmatan lil'alamin.

Membawa ramat kedamaian bagi sesama dan berakhlak.


Beliau memilah akhlak menjadi 3 yaitu :

1. Akhlak kepada Allah

(Dengan bertauhid menjalan perintah-Nya, mencintai rasul-Nya)

2. Akhlak pada semua makhluk. (menjaga keseimbangan alam, tidak merusak alam, baik pada sesama, ikut menjaga kelestarian alam)

3.Akhlak pada diri sendiri. (jangan sampai berbuat berlebihan menyakiti menyiksa membuat kerugian pada diri sendiri)


Itulah mulai tercipta ajaran Patembayatan atau Kerukunan.

Sang sunan mampu menjadikan lingkungan Cokro Kembang, Jabal Lekad (BC. Jabal Akhad) lingkungan bertauhid nan damai.

Jauh dari hiruk pikuk keduniawian yang hanya ngumpulkan dunia (ditumpaki dunya) menjadikan lingkungan sederhana namun menjadikan dunia kendaraan beribadah pada sang pencipta (numpak dunya)

Padhepokan Pusaka

Lanjut...nantikan episode keturunan sang sunan selanjutnya.


Baca Juga :

Guru Sejati

Patembayatan Sejati




Postingan Populer