MENEHI MANGAN WONG KANG NANDANG KEKURANGAN

Para Wargo Padhepokan,

Dawuh kanjeng Nabi :

"MAN AD'AMA AKHOHU MINAL KHUNRIN KHATTA YUS BI'A HU WA SAQOHU MINAL MA'I WA KHATTA YURIYAHU BA'UDA MINANNAR".

Sopo wonge menehi mangan dayoh hinggo wareg menehi ngombe hingga ilang ngelake Gusti Alloh ngaramke geni neroko (Riwayat Abdillah bin Umar)

Sunan Mbayat mengimplementasikan hadist tersebut dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan di masyarakat..

Pada suatu saat musim paceklik kemarau yang amat panjang di tambah waktu itu kondisi masyarakat yang minus, maka banyak kemiskinan. Akeh wong kekurangan pangan sandang kang ora layak.


Baca juga :

Patembayatan Sejati - Padhepokan Pusaka


Hasil sawah sudah terjual di pengijo, para tengkulak atau para pembesar banyak yang merampas dengan dalih pajak untuk kerajaan.

Pedati sang juragan pengijon terseok-seok terlalu berat beban si sapi, gabah yang sesak pepat * manjung* berjalan, datang seorang janda fakir sambil mengendong anak.

Bermaksud minta beras atau gabah sekedar mengurangi beban hidup menghidupi anak-anaknya, namun si juragan dengan galak angkuh mengatakan, IKI DUDU BERAS ..IKI WEDI..NGALIH NGALIH NGALIH.. atas ijin Alloh beras tersebut berubah jadi wedi (pasir)  termasuk yang dilumbung.

Sejak saat itu daerah tersebut di namai WEDI.


Para warga padhepokan, ada pelajaran yang bisa kita petik dari kejadian ajaran Mbah Bayat :

1. Jangan berbohong

2. Sedekahkan rejekimu panganmu pada tamu-tamu Alloh janda-janda tua fakir miskin, yatim, agar barokah

3. Jangan kita cari harta dengan cara kharom melupakan hak-hak sesama misal dengan cara ngijon, tengkulak menimbun berlebihan dan sebagainya

SEMOGA KITA SEMUA MENDAPATKAN pencerahan keimanan dari Alloh setelah kita membaca karomah Sunan Bayat. 

(Pusaka)

Panembahan Agung Keponakan Sekaligus Menantu Sang Mbayat

Para Wargo Padhepokan,

Dari arah maqom Sunan Tembayat, kendaraan berjalan pelan, melewati jalan indah berliku persawahan nan hijau ranau. Sebagai lumbung padi daerah sang sunan, terdapatlah sebuah maqom Panembahan Agung,  Masjid Agung yang tua berkharisma, tertua setelah Masjid Golo.



Masjid ini adalah Masjid Agung Kauman. Masjid berada di Dukuh Kauman, Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Kabupaten Klaten.

Maqom dan masjid itu sangat di hormati Keraton Solo sebagai cikal bakal.


Panembahan Agung Kajoran/Pangeran Maulana Mas Ing Kajoran/Mbah Agung Panembahan Agung Kajoran

Serat Candrakanta menyebutkan bahwa pendiri Keluarga Kajoran ini adalah Panembahan Agung, merupakan keturunan Sayid Kalkun, saudara dari Kiai Ageng Pandanaran.

Trah Kajoran berasal dari Panembahan Bathoro Katong, penguasa Ponorogo dan jika ditarik keatas lagi masih juga keturunan Brawijaya V sedangkan pendiri Trah Kajoran adalah Pangeran Maulana Mas yang kemudian dikenal dengan nama Panembahan Agung ing Kajoran.

Sumber tradisi lainnya menyebutkan bahwa Panembahan Agung adalah penerus dari penguasa Pengging. Panembahan Agung kemudian menetap di Kajoran dan menikah dengan dua orang putri Sunan Bayat. Maka pertautan antara Keluarga Kajoran dengan Tembayat menjadi kuat. Keluarga Kajoran juga memiliki hubungan pernikahan dengan kerajaan Mataram Islam. Panembahan Senopati menikah dengan dua putri dari Panembahan Agung.

Didalam bangunan setelah teras tempat juru kunci makam menerima tamu maka dalam bangunan utama terdapat beberapa nisan makam yaitu pusara Panembahan Raden sekalian, Pangeran Mas Sekalian, Pangeran Raden, Pangeran Agus, Pangeran Suroto dan Pangeran Singosari.

Komplek Makam

Pusara makam Panembahan Agung Kajoran terletak dalam satu bangunan rumah berarsitektur joglo dengan dinding tembok yang kokoh didepannya berdiri bangunan gapura paduksa sebagai pintu masuk dengan ukuran pintu yang didesain dengan ukuran pendek sehingga setiap peziarah harus menundukan kepala ketika memasuki pintu gapura tersebut.

Pada bagian ujung ruangan terdapat bangunan tajuk berukuran sekitar 2,5 m x 2,5 m yang berdinding kayu jati, untuk dapat memasuki ruangan tersebut maka harus melewati undakan bertangga sebanyak tiga trap. 

Didalam bangunan tajuk tersebut adalah pusara dari pada Panembahan Agung Kajoran atau Pangeran Maulana Mas yang jirat pusaranya terbuat dari batu andesit yang dibungkus dengan kain putih bersih yang di hijabi dengan kelambu kain berwarna putih, ditengah tengah pusara terdapat daun daun bunga yang beraroma sangat harum.

Panembahan Agung adalah salah satu diantara keponakan sang sunan, beliau berasal dari Wonokerto Ponorogo. Beliau adalah salah satu penerus Ajaran Patembayatan ( sayang aurotannya sudah hilang sejak beliau meninggal seiring Sultan Agung).

Beliau sangat di tuakan, sampai-sampai orang orang ziaroh maqom Masjid Kajoran harus ke maqom Panembahan Agung.

Panembahan Agung mempunyai suatu ajaran yang di wujudkan soko tunggal yang ada di selatan maqom beliau  ajarannya sangat indah.

MANUNGGAL NO PENGERAN

RESIK ONO BATINMU DUMEH RESIK LAKUMU

Maqom beliau di Kajoran yang masih di jaga keturunan beliau dan abdi dalem Keraton Solo.

Semoga masih ada waktu napak sejarah ziaroh ke petilasan panembahan ngudi kawruh. (Pusaka)

LAKU MANDEG SOKO KUMPUL DONYA MRING ATI KANG WENING

Mengenal Sunan Tembayat secara jiwani...

Perjalanan jiwa kanjeng sunan yang pada awal merasa kalau dunia banyak, dia menjadi berubah setelah Sunan Kalijogo mempertaubatkan.

Perjalanan panjang dari Semarang ke Seban banyak sekali kejadian yang mengajarkan pada sang sunan kalau dunia bisa membahayakan dirinya.

Kejadian di Salatiga dan sebagainya misalnya, maka disitulah kanjeng sunan menemukan jati diri, ruh Islami  bahwa Islam itu rahmatan lil'alamin.

Membawa ramat kedamaian bagi sesama dan berakhlak.


Beliau memilah akhlak menjadi 3 yaitu :

1. Akhlak kepada Allah

(Dengan bertauhid menjalan perintah-Nya, mencintai rasul-Nya)

2. Akhlak pada semua makhluk. (menjaga keseimbangan alam, tidak merusak alam, baik pada sesama, ikut menjaga kelestarian alam)

3.Akhlak pada diri sendiri. (jangan sampai berbuat berlebihan menyakiti menyiksa membuat kerugian pada diri sendiri)


Itulah mulai tercipta ajaran Patembayatan atau Kerukunan.

Sang sunan mampu menjadikan lingkungan Cokro Kembang, Jabal Lekad (BC. Jabal Akhad) lingkungan bertauhid nan damai.

Jauh dari hiruk pikuk keduniawian yang hanya ngumpulkan dunia (ditumpaki dunya) menjadikan lingkungan sederhana namun menjadikan dunia kendaraan beribadah pada sang pencipta (numpak dunya)

Padhepokan Pusaka

Lanjut...nantikan episode keturunan sang sunan selanjutnya.


Baca Juga :

Guru Sejati

Patembayatan Sejati




Postingan Populer